BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ali adalah putra
Abi Thalib ibn Muthalib, ia adalah sepupu Nabi Muhammad SAW. Yang kemudian
menjadi menantunya, karena menikahi putru Nabi Muhammad SAW, Fatimah. Ia telah
ikut bersama Rosululloh SAW. Sejak bahaya kelaparan mengancam kota Makkah dan
tinggal dirumahnya. Ia masuk islam pada usia yang masih sangat muda dan ermasuk
orang pertama masuk islam golongan pria. Ia juga seorang yang pandai,
bijaksana, sehingga menjadi penasihat pada zaman khalifah Abu Bakar, Umar, dan
Usman. Ali mendapati julukan Pintunya Ilmu, karena Ali lama tinggal bersama
Rosulullah. Ia juga pandai dalam menirukan segala gerak gerik Rosulullah. Ali
bin Abi Thalib mengikuti hampir semua peperangan pada zaman Nabi Muhammad Saw.
Kecuali peperangan dimasa Abu Bakar dan Ali juga tidak sempat membaiat Abu
Bakar karena ia sedang mengurus pemakaman Rosulullah Saw bersama Ahlu bait
lainnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana proses pemilihan
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib?
2.
Bagaimana prestasi kepemimpinan
Utsman bin Affan 6 tahun pertama?
3. Bagaimana permasalahan pada masa Ali bin Abi Thalib (Perang
Jamal, Perang Shiffin, Perang Nahrawah) ?
C.
Tujuan
Makalah
1.
Memahami kekhalifahan Usman
bin Affan
2.
Memahami kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib
3.
Mngetahui sejarah khilafah
Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
4.
Mengetahui sejarah-sejarah
khulafaur rasyidin
BAB II
PEMBAHASAN
1
A. Khalifah Utsman bin Affan
Utsman bin Affan memilki nama
lengkap Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abdul Manaf. Utsmaan
bin Affan lahir pada tahun 576 M di Thaif, 6 tahun setelah kelahiran Rasulullah
SAW. Utsman bin Affan adalah keturunan dari bani Umayyah yang kaya raya dan
dermawan. Utsman masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan Rasulullah SAW,
karena sama-sama keturunan Abdu Manaf, lebih tepatnya ayah Rasulullah, Abdullah
bin Abdul Muthalib adalah saudara kandung dari nenek Utsman bin Affan yaitu
Ummu Hukaim.
1. Proses pemilihan Utsman bin Affan
Sebelum meninggalnya khalifah
kedua yakni Umar bin Khattab, beliau telah menunjuk enam anggota dewan syura
untuk memusyawarahkan pemilihan khalifah sepeninggalnya. Beliau berwasiat agar
memilih satu diantara enam calon tersebut. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali
bin Abi Thalib, Abdurrahman bin
Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash,
Zubair bin Al-Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Mereka bermusyawarah selama
tiga hari. Musyawarah yang dilakukan oleh majelis syura akhirnya membuahkan
hasil. Pada awalnya, musyawarah yang tidak kunjung mufakat, atau hasil suara
seimbang, maka Abdurrahman bin Auf selaku ketua majelis memberi kesempatan
kepada 3 calon khalifah yang suara terbanyak untuk memberi suara, yaitu Zubair,
Ali, dan Utsman. Zubair memilih Utsman, Ali memilih Utsman, dan Utsman memilih
Ali. Meskipun suara terbanyak dari calon khalifah jatuh pada Utsman, namun
Abdurrahman tidak serta merta membai’at
Utsman.
Pada saat pagi hari ia berdiri
setelah kaum Muslimin memenuhi masjid, enam anggota syura berkumpul semuanya,
Abdurrahman bin Auf bersyahadat dan berkata kepada Ali, “Wahai Ali, aku telah
berkeliling menghimpun pendapat dari berbagai kalangan, dan mereka memilih
Utsman, aku berharap engkau dapat menerima ketetapan ini.” Dalam riwayat lain
menyebutkan bahwa Abdurrahman berkata kepada Ali, “Engkau punya hubungan
kerabat dengan Rasululah dan sebagaimana diketahui, engkau lebih dulu masuk
Islam. Demi Allah, jika aku memilihmu, engkai pasti akan berbuat adil, dan jika
aku memilih Utsman, engkau
2
Setelah Abdurrahman berkata
kepada Utsman, beliau berkata, “Aku akan membaiatmu atas nama sunnah Allah dan
Rasul-Nya, juga kedua khalifah sesudahnya.” Lalu Utsman menjawab, “Baiklah.”
Abdurrahman bin Auf
langsung membaiatnya dan disusul oleh sahabat dan semua kaum muslimin. Dengan
demikian Utsman telah sah menjadi khalifah ketiga dan disepakati oleh semua
umat muslim.
2.
Prestasi
Kepemimpinan Utsman
Setelah menjabat sebagai
khalifah, Utsman bin Affan melakukan ekspedisiuntuk mendapatkan wilayah baru
agar semakin besarnya wilayah dan kekuasaan Islam, dengan berhasilnya khalifah
Umar bin Khattab dalam menstabilitaskan politik dalam negeri, maka itu suatu
jalan yang dapat mempermudah Utsman dalam perluasan wilayah. Perluasan wilayah
tersebut memunculkan situasi politik yang baru dan belum pernah dialami oleh
umat Islam terutama khalifah dalam memimpin, dan banyak hal baru yang harus
diantisipasi oleh khalifah untuk menyatukan umatnya yang terdiri dari berbagai
suku dan bangsa. Karena setiap kelompok umat memiliki gaya bahasa yang berbeda
timbul lah persoalan dalam qiraah Al-Qur’an, karena seiring berkembangnya zaman
dan perbedaan latar belakang sosial, persoalan itu semakin meruncing dan
berujung pada persoalan akidah. Seorang sahabat bernama Hudzaifah melihat
banyak perbedaan pendapat mengenai qiraah Al-
Qur’an
setelah umat muslim menaklukan Armenia dan Azerbejian. Karena itu
Hudzaifah segera menghadap
kepada Utsman dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, segera satukan umat ini
sebelum mereka terpecah belah karena Al-
Kitab seperti terpecahnya kaum
Yahudi dan Nasrani.”[3]
Perselisihan tersebut semakin runcing, hingga ada yang mendustakan, saling
menyalahkan dan mengafirkan. Hal ini sulit dipantau oleh penguasa karena jauh
dari Madinah pusat pemerintahan. Kenyataan itu mendorong Utsman untuk
berijtihad. Pada akhir 24 H, Utsman mengumpulkan para sahabat dan empat
penghafal Al-
Qur’an yang masyhur dan baik
hafalannya, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan
Abdurrahman bin Harits, mereka diminta untuk menyusun mushaf yang akan menjadi
rujukan semua umat Islam. Panitia kodifikasi bekerja dengan sangat teliti,
sehingga menghasilkan mushaf yang
3
Qur’an yang ada pada sahabat, dan menjadikan mushaf Hafshah
sebagai rujukan. Kemudian mereka menyusun satu mushaf utama. Mereka mengambil
lafal-lafal yang mutawatir daripada yang ahad, dan mereka menghimpun
qiraah-qiraah dari berbagai umat dan memilihnya yang dianggap paling dipercaya
dan disepakati bersama. Pada akhirnya mushaf Utsmani selesai disusun, dan
Utsman memperintahkan agar mushaf tersebut disebar luaskan dan mushaf selain
mushaf utama diperintahkan untuk dibakar.[4]
Mushaf Utsmani tersebut dapat memadamkan perselisihan umat mengenai bacaan Al-
Qur’an.
Musuh-musuh Islam sangat
gembira mendengar berita meniggalnya khalifah Umar bin Khattab, karena beliau
dikenal dengan kegagahannya dan keberaniannya melawan musuh. Padahal khalifah
penggantinya tidak kalah pemberani, yaitu Utsman bin Affan dengan sebutan
Syaikh Al-Mujahiddin. Utsman menaklukan wilayah baru dengan membagi ekspedisi
menjadi dua bagian, yaitu wilayah timur dan barat. Wilayah timur diawali dengan
gerakan ke Azerbejian pada 24 H, dengan mengutus sepuluh ribu pasukan Kufah.
Sebab pemberangkatan ini adalah penduduk Azerbeijan membatalkan perjanjian pada
masa Umar bin Khattab. Dengan mengetahui bahwa Utsman mengutus pasukan yang
dipimpin oleh Salman bin Rabiah al-Bahili, sebagian penduduk Azerbeijan segera
mendatangi Al-Walid dan meminta damai. Usai melumpuhkan Azerbeijan, Salman bin
Rabiah dengan 12.000 pasukan bergerak menuju Armenia dan berhasil
melumpuhkannya. Lalu wilayah Rayy tidak luput dari Khilafah Utsman, beliau
memerintahkan Abu Musa Asy’ari, wali Kufah saat itu, untuk memadamkan
pemberontakan di Rayy, dan akhirnya berhasil. Setelah al-Walid pulang ke Mosul,
dari menjalankan misi di Azerbeijan, beliau langsung diperintahkan untuk
membantu saudara muslim di Syria dalam melawan Romawi, yaitu melalui surat dari
Utsman bin Affan. Delapan ribu pasukan bergabung dengan pasukan Syria dipimpin
oleh Habib bin Maslamah, dan pasukan Kufah sendiri dipimpin oleh Salman bin
Rabiah. Dan akhirnya mereka pulang berhasil membawa sandera, rampasan perang,
dan berhasil melumpuhkan musuh. Dan penaklukan yang terakhir adalah penaklukan
di wilayah Afrika, tepatnya di Tunisia dan sekitarnya, saat itu pasukan muslim
berjumlah 20.000 dipimpin oleh Abdullah bin Sa’d, dalam
4
barisan juga
ikut serta Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair, melawan pasukan musuh
yang sangat banyak, yaitu 120.000 dan ada yang meriwayatkan 200.000 yang
dipimpin oleh raja mereka, yaitu Gregor. Dengan berbagai taktik dari Abdullah
bin Zubair, akhrinya beliau sendiri dapat menerobos masuk ke kediaman Gregor
dengan menyamar, dan terjadilah peperangan antara raja Gregor dengan Abdullah
bin Zubair di dalam markas musuh, dan akhirnya Abdullah bin Zubair dapat
memenggal kepalanya. Mengetahui itu, pasukan musuh lari bercerai-berai
ketakutan dan dikejar oleh pasukan muslim, ada yang dibunuh dan ditawan. Dalam
kemenangan itu, pasukan muslim mendapat banyak rampasan perang.
3.
Kekacauan
bidang poitik
Kemakmuran
dan pengaruhnya pada masyarakat :
Kenikmatan dan kemakmuran yang
dirasakan oleh umat Islam pada masa Utsman bin Affan akan sangat mempengaruhi
bagi kehidupan umat Islam itu sendiri. Sebab kemakmuran membawa umat Islam
dengan kesibukan urusan dunia dan terpesona dengan kenikmatan tersebut.
Karakter
Perubahan Sosial Pada Masa Pemerintahan Utsman bin Affan
Telah terjadi perubahan sosial
di dalam kehidupan umat Islam yang mulai memperlihatkan tanda-tandanya yang
semakin kuat. Hingga muncullah tragedi yang memilukan yang dimulai sejak
pertengahan masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Puncak trgedi tersebut
adalah terjadinya pemberontakan dan pembangkangan terhadap pemerintahan yang
berkuasa hingga menyebabkan khalifah Utsman bin Affan terbunuh.
Penggunaan
Berbagai Strategi untuk Membangkitkan Kemarahan Rakyat:
Di antara strategi paling
efektif untuk membangkitkan kemarahan umat Islam adalah mempropagandakan
berbagai isu tentang pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Ide untuk
melakukan fitnah terhadap pemerintahan khalifah Utsman bin Affan adalah
Abdullah bin Saba’. Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya melakukan fitnah kepada
umat Islam agar tidak setuju dengan pemerintahan khalifah Utsman bin Affan.
Abdullah bin Saba’ menginginkan agar Utsman bin Affan turun dari jabatannya menjadi
khalifah. Utsman bin Affan menjadi khalifah yang paling lama menjabat yaitu 12
tahun. Kebijakan
5
yang
dilakukannya membawa kemajuan umat Islam kemasa keemasannya. Pada akhir
kekuasaan pemerintahan Utsman bin Affan banyak pegawai pemerintahan yang mulai
melakukan tindakan yang merugikan. Usia Utsman yang sudah mencapai 80 tahun
merupakan salah satu faktor yang menjadi kehancuran Utsman bin Affan dalam
pemerintahan Islam. Fitnah yang menjadikannya salah satu orang yang bersalah dan
dianggap tidak layak menjadi khalifah adalah salah satu faktor yang juga
mengakibatkan terbunuhnya Utsman bin Affan. Fitnah tersebut mencoreng nama baik
Utsman bin Affan sebagai khalifah yang baik dan dermawan. Kerusuhan politik
pada akhir pemerintahan Utsman bin Affan akhirnya menjadikannya korban yang
dipersalahkan.
B. Khalifah Ali bin Abi Thalib
Ali adalah putra
Abi Thalib ibn Muthalib, ia adalah sepupu Nabi Muhammad SAW. Yang kemudian
menjadi menantunya, karena menikahi putra Nabi Muhammad SAW, Fatimah. Ia telah
ikut bersama Rosululloh SAW. Sejak bahaya kelaparan mengancam kota Makkah dan
tinggal dirumahnya. Ia masuk islam pada usia yang masih sangat muda dan
termasuk orang pertama masuk islam golongan pria. Ia juga seorang yang pandai,
bijaksana, sehingga menjadi penasihat pada zaman khalifah Abu Bakar, Umar, dan
Usman. Pernah suatu saat ada seorang wanita bertanya kepada Aisyah salah
seorang istri Rosululloh Saw, tentang batas menutup aurat yang harus ditutupi
bagi seorang perempuan, namu Aisyah justru menyuruh wanita tersebut bertanya
kepada Ali. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa Ali adalah rujukan kedua setelah
Rosululah Saw. Ali juga mempunyai julukan Pintunya Ilmu, karena Ali lama
tinggal bersama Rosulullah. Ia juga pandai dalam menirukan segala gerak gerik
Rosulullah. Ali bin Abi Thalib mengikuti hampir semua peperangan pada zaman
Nabi Muhammad Saw.
1. Proses pemilihan Ali bin Abi
Thalib
6
Pengukuhan
Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah sebelumnya.
Setelah pembunuhan khalifah Utsman bin Affan, kota madinah dilanda ketegangan
dan kericuhan.sebab kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali supaya
bersedia di baiat menjadi khalifah. Walikota madinah, Al-ghafiqi ibnu harb,
mencari-cari orang yang pantas untuk dibaiat sebagai kholifah. Akhirnya kaum
pemberontak yang turun tangan untuk mendatangi para sahabat senior satu persatu
yang ada di kota madinah, seperti Ali bin abi tholib, Thalhah, Zubair, Saad bin
abi waqqash, dan abdulloh bin umar bin khattab agar mereka mau untuk di baiat
menjadi khalifah, namun mereka menolak. , akhirnya pemberontak menetapkan bahwa
yang paling bertanggung jawab adalah penduduk madinah dan mereka memberikan
waktu selama dua hari kepada penduduk madinah untuk segera mencari siapa orang
yang tepat menggantikannya. orang madinah mendatangi Ali dan langsung
membaiatnya, dan mereka berkata, bahwa Ali telah menyaksikan rahmat yang
diturunkan oleh Alloh bersama islam dan karena saat ini kota menghadapi ujian
yang sangat berat berupa konflik antara berbagai kota. Maka dari itu mereka
memberikan kepercayaan penuh kepada ali untuk memimpin negara yang telah kosong
dari pemerintahan karena terbunuhnya kholifah Utsman bin Affan. Meskipun Ali
bersikeras menolak, mereka tetap membaiat Ali.tindakan tersebut didukung oleh
kaum syiah dan khawarij dan orang-orang yang membaiat Ali, diantaranya
Thalhah,Zubair, Abdulloh bin Umar, dan Sa’ad ibn Abi
waqqash. Ali dibaiat pada hari Jum’at 5 zulhijjah 35 hijriah. Mengenai Thalhah
dan Zubair diriwayatkan, mereka berba’iat secara terpaksa. Riwayat lain
mengatakan, mereka bersedia membai’at Ali jika mereka nanti diangkat menjadi
gubernurdi Kufah dan Bashrah.
Dengan demikian, Ali tidak dibaiat oleh kaum muslimin secara
aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu berada di kota madinah, dan
mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukan baru. Salah seorang tokoh yang yang
menolak untuk membaiat Ali dan menunjukan sifat konfrontatif adalh Muawiyah bin
Abu Sufyan, keluarga Utsman Bin Affan. Setelah itu Ali di baiat di masjid
nabawi dan ia menyampaikan pidato penerimaan jabatannya.
2. Peperangan pada masa Ali bin Abi Thalib
7
perang Jamal atau perang Unta adalah perang antara Khalifah Ali melawan
Aisyah. Perang Jamal ini trjadi pada tanggal 11 Jumadil Akhir, 36 H atau
Desember 657 M yang waktunya tidak sampai sehari. Awalnya, Muawwiyah bin Abu
Sufyan, seorang Gubernur Syam yang tidak membaiat Ali sebagai Khalifah. Dia
menuntut darah Utsman kepada Ali, sedangkan Ali tidak menjadikan masalah ini
sebagai prioritas karena kondisinya yang masih sangat labil. Oleh karenanya,
orang-orang Syam tidak taat lagi kepada Ali, dan Muawwiyah memisahkan diri dari
kekhalifannya. Maka Ali segera menetapkan untuk memeranginya, berangkatlah Ali
beserta pasukan ke Kuffah, beliau telah memindahkan pusat pemerintahan dari
Madinah ke Kuffah. Ali keluar dari Madinah menuju Kuffah dengan membawa sekitar
tujuh ratus pasukan dan pasukan ini menjadi tujuh ribu orang. Sementara itu,
penduduk Basrah sedang menunggu mereka datang dan pasukan mereka mencapai dua
puluh ribu orang, sedangkan jumlah pasukan Aisyah sekitar tiga puluh ribu
orang. Pada saat itu Aisyah yang disertai oleh Zubair dan Thalhah serta kaum
Muslimin dari Makkah juga menuju Basrah untuk menetap disana. Mereka sampai di
sana dan menguasai Basrah. Bahkan mereka berhasil meringkus para pembunuh
Utsman, mereka mengirimkan surat ke beberapa wilayah untuk melakukan hal yang
sama. Keduanya hampir saja melakukan kesepakatan damai, namun Abdullah bin
Saba’ beserta pengikutnya yang menyimpang marasa ketakutan dan mereka berpikir
pertempuran harus terjadi antara kedua pasukan. Setelah Amr mengambil kuda,
cincin dan senjata Zubair, kemudian ia mengabarkan kepada Ali ia
telah membunuh
Zubair, khalifah Ali sangat sedih mendengar hal tesebut. Thalhah pun akhirnya
gugur dalam peperangan itu. Pertempuran terjadi demikian sengitnya di depan
Unta yang membawa tandu Aisyah, pasukan Basrah kalah dalam peperangan ini. Ali
memperlakukan Aisyah dengan baik dan mengembalikannya ke Makkah. Pada perang
Jamal ini banyak kaum muslimin yang terbunuh, sebagian sejarahwan menyabutkan
ada sekitar sepuluh ribu orang yang terbunuh. Peperangan ini merupakan salah
satu tragedi yang paling menyedihkan dalam sejarah umat Islam yang sebelumnya
tidak pernah
8
terjadi
hari seburuk ini karena Ali bertempur melawan Aisyah yang tidak lain adalah
istri dari Rasulullah sekaligus ibu mertuanya. Selain itu juga dua sahabat Nabi
yaitu Thalhah dan Zubair yang gugur dalal peperangan itu.
Perang Shiffin adalah peperangan yang
terjadi pada tahun 37 H antara sayyidina Ali muawwiyah disatu tempat di
irak dan berbatasan dengan Syiria yang bernama shiffin, perang ini di sebabkan
komplain Muawwiyah atas ketidak beresan penyelesaian kasus pembunuhan Utsman,
dan di dukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan
kedudukan dan kejayaannya. Untuk mengatasi pertentangan antara dirinya dengan
Muawiyah, Ali berusaha mengedepankan perdamaian dengan Muawwiyah. Ali menulis
surat kepada Muawwiyah sebagai sarana untuk mencari solusi damai. Muharram
telah tiba, bulan ini mengharuskan mereka mengadakan gencatan senjata sampai
habisnya bulan Muharram. Peperangan sudah tidak dapat dihindarkan dan
berlangsung dengan serunya, korban mulai berjatuhan dari pihak Ali maupun
Muawiyah. Pihak Ali mulai menguasai peperangan, melihat pasukannya hampir
mengalami kekalahan, Muawiyah meminta pendapat Amru untuk menyusun taktik
selanjutnya. Amru mengusulkan agar Muawiyah memegang Al-Qur’an sebagai tanda
menghentikan perang dan hukum Al-Qur’an yang akan menentukan selanjutnya.
Peristiwa tersebut disebut dengan Tahkim atau Arbitase, yang mana ada
perwakilan dari Ali maupun Muawiyyah. Perwakilan dari Ali adalah Abu Musa Al
Asy’ari sedangkan perwakilan dari Muawiyyah adalah Amr bin Ash. Dari tahkim itu
di sepakati ada gencatan senjata dan penurunan kepemimpinan Ali dan Muawiyyah.
Namun dalam Tahkim da Kelicikan yang dilakukan oleh pihak Muawiyyah yaitu Amr
bin Ash. Diperkirakan korban yang ditimbulkan cukup besar, dari pihak Ali gugur
dua puluh lima ribu orang, dan pihak Muawiyah empat puluh ribu orang.
Perang
Nahrawan. Orang Khawarij
adalah orang yang berada dipihak Ali yang melakukan pemberontakan kepada
Ali setelah terjadinya arbitrase dan mencopotnya dari kekuasaannya dengan
alasan bahwa
9
dia
menerima tahkim. Anehnya kebanyakan dari mereka telah mendesak Ali untuk
menerima tahkim tersebut. Namun, setelah itu meminta Ali untuk memerangi
Muawiyah kembali. Di situ terjadi perdebatan yang sangat panjang tentang
berbagai persoalan yang mereka tidak terima atas kebijakan khalifah Ali bib Abi
Thalib. Diantara perdebatan-perdebatan itu adalah persoalan tentang kenapa Ali
membebaskan Aisyah?, dan kenapa Ali juga tidak mengambil harta rampasan perang
(ghanimmah) dari perang jamal, dan masih banyak lagi perdebatan-perdebatan pada
masa itu. Beliau menjelaskan kesalahan jalan yang mereka tempuh dengan segala
cara. Kaum Ali disibukkan dengan melawan Khawarij yang jumlahnya sekitar dua
belas ribu orang. Dikatakan dalam sebuah riwayat bahwa pasukan Ali yang gugur
hanya dua orang, namun ada juga yang mengatakan pasukan ali yang terbunuh
berjumlah sembilan orang, sampai saat ini belum tau kebenaran aslinya. Pasukan
Khawarij dikalahkan oleh pasukan Ali bin Abi Thalib ketika bertempur di
Nahrawan. Setelah perang Nahrawan, meskipun mendapat kemenangan besar pasukan
Ali bin Abi Thalib di landa kelemahan dan perpecahan.
3. Peristiwa Tahkim
Konflik politik antara Ali bin
Abi Thalib dengan Muawiyah ibnu Abi Sufyan diakhiri dengan tahkim.dari pihak
Ali diutus seorang ulama yang terkenal sangat ujur dan tidak “cerdik” dalam
politik, yaitu Abu Musa Al-
‘asyari. Sebaliknya, dari pihak muawiyah bin abu sufyan
diutus orang yang terkenal sangat “cerdik ” berpolitik, yaitu Amr bin Ash.
Dalam tahkim tersebut, pihak
Ali Bin abi thalib dirugikan oleh pihak muawiyah bin abu sufyan karena
kecerdikan Amr bin Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al asyari. Pendukung ali
kemudian terpecah menjadi dua,kelompok, kelompok pertama adalah mereka yang
secara terpaksa menghadapi hasil tahkim dan mereka tetap setia kepada Ali bin
abi thalib. Sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok yang menolakhasil
tahkim dan dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali bin abi thalib dan menyatak
keluar dari golongan Ali yang kemudian melakukan pergerakan perlawanan terhadap
semua pihak yang terlibat dalam tahkim. Dalam mengeluarka statement politiknya,
khawarij nampaknya tidak lagi berada dalam jalur
10
politik, tetapi beradadalam
wilayah atau jalur teologi atau kalam yang merupakan fondasi bagi keberagamaan
umat islam. Khawarij dinilai keluar dari politik, karena menilai kafir terhadap
orang-orang yang telah terlibat dalam menerima tahkim seperti utsman bin affan,
al bin abi thalib, muawiyah, Abu Musa al Asy’ari dan Amr bin Ash. Kondisi
kerepotan khalifah dalam menyelesaikan kaum khawarij (yang keluar dari golongan
ali) digunakn muawiyah untuk merebut mesir. Padahal, mesir dapat dikatakan
sebagai sumber kemakmuran dan ekonomi dari pihak Ali.
Penyelesaian melalui kompromi
dengan Muawiyah itu sebenarnya merupakan kegagalan bagi Ali karena menyetujui
perdamaian dengan Muawiyah. Hal ini menjadikan kharisma kholifah
menurun.pemberontakan yang hebat pula dari Thalhah dan zubair memperlemah
kedudukan Ali dan memperkuat kekuasaan muawiyah.pemberontakan-pemberontakan
juga terjadi di mesir, bashrah, dan syiriah untuk mendapat kemerdekaan. Dalam
hal ini khalifah Ali harus memulihkan kembali ketertiban dalam imperium.
Terutama kaum khawarij yang tiap hari sangat memperlemah kekuatannya dan
terus-menerus menyibukkannya. Ali hanyalah seorang jenderal dan prajurit yang
gagah berani, sedangkan muawiyah adalah seorag diplomat. Dan ia juga seorang
poltikus yang pintar. Dia memainkan kelicikan apabila keberanian tidak
berhasil. Dengan cerdik, ia memanfaatkan pembunuhan khalifah utsman bin affan
untuk menjatuhkan nama dan membantu memperlicin rencananya.
BAB III
PENUTUP
11
Kesimpulan :
a. Utsman bin affan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
pada masa khalifah utsman bin affan pembaiatan dirinya dilakukan melalui
pemilihn salah satu diantara 6 orang Ahlu syuro yaitu
Ali bin abi thalib, utsman bin affan, Sa’ad bin abi waqqash, Abdurrahman
bin auf, zubair bain awwam, dan tholhah bin ubaidillah, merupakan kejadian
pertama dalam sjarah kekhalifahan umat islam. Saat beliau menjadi khalifah
usianya 70 tahun, dan menjadi khalifah selama 12 tahun. Prestasi terbsar yang
dicapai khalifah utsman adalah pembukuan al qur’an. Gaya kepemimpinannya utsman
bin affan dikenal sebagai seorang pemimpin yang familiardan humanis. Namun gaya
kepemimpinan yang begitulah berdampk kurang baik, yakni munculnya nepotisme.
b. Ali bin abi thalib.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa khilafah Ali bin Abi Thalib
bisa dikatakan tidak stabil pemerintahannya. Karena banyak
pemberontakan-pemberontakan, baik dari luar maupun dari dalam. Dari
pemberontakan-pemberontakan itu muncul peperangan yang tak diinginkan, karena
peperangan yang terjadi adalah perang saudara sesama umat muslim. Diantara
perang yang muncul pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib adalah Perang
Jamal(perang unta) di sebut perang unta karena sewaktu perang Aisyah
menunggangi unta sewaktu berperang melawan Ali. Perang Jamal adalah peperangan
antara Ali dan Aisyah yang tak lain adalah salah satu istri Rosulullah
sekaligus ibu mertua Ali. Yang kedua adalah Perang Shiffin yang berakhir dengan
Arbitase atau biasa disebut dengan Tahkim. Perang yang ketiga adalah Perang
Nahrawan, peperangan itu terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Kaum Khawarij,
dikarenakan kaum khawarij pemerintah Ali.
DAFTAR PUSTAKA
12
13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ngan luppa comment yy