Total Tayangan Halaman

Kamis, 27 Oktober 2016

Masa Pemerintahan USMAN BIN AFFAN dan ALI BIN ABU THOLIB





BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ali adalah putra Abi Thalib ibn Muthalib, ia adalah sepupu Nabi Muhammad SAW. Yang kemudian menjadi menantunya, karena menikahi putru Nabi Muhammad SAW, Fatimah. Ia telah ikut bersama Rosululloh SAW. Sejak bahaya kelaparan mengancam kota Makkah dan tinggal dirumahnya. Ia masuk islam pada usia yang masih sangat muda dan ermasuk orang pertama masuk islam golongan pria. Ia juga seorang yang pandai, bijaksana, sehingga menjadi penasihat pada zaman khalifah Abu Bakar, Umar, dan Usman. Ali mendapati julukan Pintunya Ilmu, karena Ali lama tinggal bersama Rosulullah. Ia juga pandai dalam menirukan segala gerak gerik Rosulullah. Ali bin Abi Thalib mengikuti hampir semua peperangan pada zaman Nabi Muhammad Saw. Kecuali peperangan dimasa Abu Bakar dan Ali juga tidak sempat membaiat Abu Bakar karena ia sedang mengurus pemakaman Rosulullah Saw bersama Ahlu bait lainnya.

B.     Rumusan Masalah

1.        Bagaimana proses pemilihan Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib?

2.      Bagaimana prestasi kepemimpinan Utsman bin Affan 6 tahun pertama?

3.      Bagaimana permasalahan pada masa Ali bin Abi Thalib (Perang Jamal, Perang Shiffin, Perang Nahrawah) ?

C.    Tujuan Makalah

1.      Memahami kekhalifahan Usman bin Affan

2.      Memahami kekhalifahan Ali bin Abi Thalib

3.      Mngetahui sejarah khilafah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib

4.      Mengetahui sejarah-sejarah khulafaur rasyidin




BAB II

PEMBAHASAN



1


A. Khalifah Utsman bin Affan

Utsman bin Affan memilki nama lengkap Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abdul Manaf. Utsmaan bin Affan lahir pada tahun 576 M di Thaif, 6 tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW. Utsman bin Affan adalah keturunan dari bani Umayyah yang kaya raya dan dermawan. Utsman masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan Rasulullah SAW, karena sama-sama keturunan Abdu Manaf, lebih tepatnya ayah Rasulullah, Abdullah bin Abdul Muthalib adalah saudara kandung dari nenek Utsman bin Affan yaitu Ummu Hukaim.


1. Proses pemilihan Utsman bin Affan

Sebelum meninggalnya khalifah kedua yakni Umar bin Khattab, beliau telah menunjuk enam anggota dewan syura untuk memusyawarahkan pemilihan khalifah sepeninggalnya. Beliau berwasiat agar memilih satu diantara enam calon tersebut. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin

Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Zubair bin Al-Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Mereka bermusyawarah selama tiga hari. Musyawarah yang dilakukan oleh majelis syura akhirnya membuahkan hasil. Pada awalnya, musyawarah yang tidak kunjung mufakat, atau hasil suara seimbang, maka Abdurrahman bin Auf selaku ketua majelis memberi kesempatan kepada 3 calon khalifah yang suara terbanyak untuk memberi suara, yaitu Zubair, Ali, dan Utsman. Zubair memilih Utsman, Ali memilih Utsman, dan Utsman memilih Ali. Meskipun suara terbanyak dari calon khalifah jatuh pada Utsman, namun Abdurrahman tidak serta merta membai’at

Utsman.

Pada saat pagi hari ia berdiri setelah kaum Muslimin memenuhi masjid, enam anggota syura berkumpul semuanya, Abdurrahman bin Auf bersyahadat dan berkata kepada Ali, “Wahai Ali, aku telah berkeliling menghimpun pendapat dari berbagai kalangan, dan mereka memilih Utsman, aku berharap engkau dapat menerima ketetapan ini.” Dalam riwayat lain menyebutkan bahwa Abdurrahman berkata kepada Ali, “Engkau punya hubungan kerabat dengan Rasululah dan sebagaimana diketahui, engkau lebih dulu masuk Islam. Demi Allah, jika aku memilihmu, engkai pasti akan berbuat adil, dan jika aku memilih Utsman, engkau

2

pasti akan patuh dan taat.” Lalu disusul dengan berkata kepada sahabat lainnya.

Setelah Abdurrahman berkata kepada Utsman, beliau berkata, “Aku akan membaiatmu atas nama sunnah Allah dan Rasul-Nya, juga kedua khalifah sesudahnya.” Lalu Utsman menjawab, “Baiklah.”

Abdurrahman bin Auf langsung membaiatnya dan disusul oleh sahabat dan semua kaum muslimin. Dengan demikian Utsman telah sah menjadi khalifah ketiga dan disepakati oleh semua umat muslim.

2.      Prestasi Kepemimpinan Utsman

Setelah menjabat sebagai khalifah, Utsman bin Affan melakukan ekspedisiuntuk mendapatkan wilayah baru agar semakin besarnya wilayah dan kekuasaan Islam, dengan berhasilnya khalifah Umar bin Khattab dalam menstabilitaskan politik dalam negeri, maka itu suatu jalan yang dapat mempermudah Utsman dalam perluasan wilayah. Perluasan wilayah tersebut memunculkan situasi politik yang baru dan belum pernah dialami oleh umat Islam terutama khalifah dalam memimpin, dan banyak hal baru yang harus diantisipasi oleh khalifah untuk menyatukan umatnya yang terdiri dari berbagai suku dan bangsa. Karena setiap kelompok umat memiliki gaya bahasa yang berbeda timbul lah persoalan dalam qiraah Al-Qur’an, karena seiring berkembangnya zaman dan perbedaan latar belakang sosial, persoalan itu semakin meruncing dan berujung pada persoalan akidah. Seorang sahabat bernama Hudzaifah melihat banyak perbedaan pendapat mengenai qiraah Al-
Qur’an setelah umat muslim menaklukan Armenia dan Azerbejian. Karena itu

Hudzaifah segera menghadap kepada Utsman dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, segera satukan umat ini sebelum mereka terpecah belah karena Al-

Kitab seperti terpecahnya kaum Yahudi dan Nasrani.”[3] Perselisihan tersebut semakin runcing, hingga ada yang mendustakan, saling menyalahkan dan mengafirkan. Hal ini sulit dipantau oleh penguasa karena jauh dari Madinah pusat pemerintahan. Kenyataan itu mendorong Utsman untuk berijtihad. Pada akhir 24 H, Utsman mengumpulkan para sahabat dan empat penghafal Al-

Qur’an yang masyhur dan baik hafalannya, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, mereka diminta untuk menyusun mushaf yang akan menjadi rujukan semua umat Islam. Panitia kodifikasi bekerja dengan sangat teliti, sehingga menghasilkan mushaf yang

3

rapi dan sistematis. Awalnya mereka mengumpulkan lembaran-lembaran

Qur’an yang ada pada sahabat, dan menjadikan mushaf Hafshah sebagai rujukan. Kemudian mereka menyusun satu mushaf utama. Mereka mengambil lafal-lafal yang mutawatir daripada yang ahad, dan mereka menghimpun qiraah-qiraah dari berbagai umat dan memilihnya yang dianggap paling dipercaya dan disepakati bersama. Pada akhirnya mushaf Utsmani selesai disusun, dan Utsman memperintahkan agar mushaf tersebut disebar luaskan dan mushaf selain mushaf utama diperintahkan untuk dibakar.[4] Mushaf Utsmani tersebut dapat memadamkan perselisihan umat mengenai bacaan Al-
Qur’an.

Musuh-musuh Islam sangat gembira mendengar berita meniggalnya khalifah Umar bin Khattab, karena beliau dikenal dengan kegagahannya dan keberaniannya melawan musuh. Padahal khalifah penggantinya tidak kalah pemberani, yaitu Utsman bin Affan dengan sebutan Syaikh Al-Mujahiddin. Utsman menaklukan wilayah baru dengan membagi ekspedisi menjadi dua bagian, yaitu wilayah timur dan barat. Wilayah timur diawali dengan gerakan ke Azerbejian pada 24 H, dengan mengutus sepuluh ribu pasukan Kufah. Sebab pemberangkatan ini adalah penduduk Azerbeijan membatalkan perjanjian pada masa Umar bin Khattab. Dengan mengetahui bahwa Utsman mengutus pasukan yang dipimpin oleh Salman bin Rabiah al-Bahili, sebagian penduduk Azerbeijan segera mendatangi Al-Walid dan meminta damai. Usai melumpuhkan Azerbeijan, Salman bin Rabiah dengan 12.000 pasukan bergerak menuju Armenia dan berhasil melumpuhkannya. Lalu wilayah Rayy tidak luput dari Khilafah Utsman, beliau memerintahkan Abu Musa Asy’ari, wali Kufah saat itu, untuk memadamkan pemberontakan di Rayy, dan akhirnya berhasil. Setelah al-Walid pulang ke Mosul, dari menjalankan misi di Azerbeijan, beliau langsung diperintahkan untuk membantu saudara muslim di Syria dalam melawan Romawi, yaitu melalui surat dari Utsman bin Affan. Delapan ribu pasukan bergabung dengan pasukan Syria dipimpin oleh Habib bin Maslamah, dan pasukan Kufah sendiri dipimpin oleh Salman bin Rabiah. Dan akhirnya mereka pulang berhasil membawa sandera, rampasan perang, dan berhasil melumpuhkan musuh. Dan penaklukan yang terakhir adalah penaklukan di wilayah Afrika, tepatnya di Tunisia dan sekitarnya, saat itu pasukan muslim berjumlah 20.000 dipimpin oleh Abdullah bin Sa’d, dalam

4

barisan juga ikut serta Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair, melawan pasukan musuh yang sangat banyak, yaitu 120.000 dan ada yang meriwayatkan 200.000 yang dipimpin oleh raja mereka, yaitu Gregor. Dengan berbagai taktik dari Abdullah bin Zubair, akhrinya beliau sendiri dapat menerobos masuk ke kediaman Gregor dengan menyamar, dan terjadilah peperangan antara raja Gregor dengan Abdullah bin Zubair di dalam markas musuh, dan akhirnya Abdullah bin Zubair dapat memenggal kepalanya. Mengetahui itu, pasukan musuh lari bercerai-berai ketakutan dan dikejar oleh pasukan muslim, ada yang dibunuh dan ditawan. Dalam kemenangan itu, pasukan muslim mendapat banyak rampasan perang.

3.      Kekacauan bidang poitik

Kemakmuran dan pengaruhnya pada masyarakat :

Kenikmatan dan kemakmuran yang dirasakan oleh umat Islam pada masa Utsman bin Affan akan sangat mempengaruhi bagi kehidupan umat Islam itu sendiri. Sebab kemakmuran membawa umat Islam dengan kesibukan urusan dunia dan terpesona dengan kenikmatan tersebut.

Karakter Perubahan Sosial Pada Masa Pemerintahan Utsman bin Affan

Telah terjadi perubahan sosial di dalam kehidupan umat Islam yang mulai memperlihatkan tanda-tandanya yang semakin kuat. Hingga muncullah tragedi yang memilukan yang dimulai sejak pertengahan masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Puncak trgedi tersebut adalah terjadinya pemberontakan dan pembangkangan terhadap pemerintahan yang berkuasa hingga menyebabkan khalifah Utsman bin Affan terbunuh.

Penggunaan Berbagai Strategi untuk Membangkitkan Kemarahan Rakyat:

Di antara strategi paling efektif untuk membangkitkan kemarahan umat Islam adalah mempropagandakan berbagai isu tentang pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Ide untuk melakukan fitnah terhadap pemerintahan khalifah Utsman bin Affan adalah Abdullah bin Saba’. Abdullah bin Saba’ dan pengikutnya melakukan fitnah kepada umat Islam agar tidak setuju dengan pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Abdullah bin Saba’ menginginkan agar Utsman bin Affan turun dari jabatannya menjadi khalifah. Utsman bin Affan menjadi khalifah yang paling lama menjabat yaitu 12 tahun. Kebijakan


5

yang dilakukannya membawa kemajuan umat Islam kemasa keemasannya. Pada akhir kekuasaan pemerintahan Utsman bin Affan banyak pegawai pemerintahan yang mulai melakukan tindakan yang merugikan. Usia Utsman yang sudah mencapai 80 tahun merupakan salah satu faktor yang menjadi kehancuran Utsman bin Affan dalam pemerintahan Islam. Fitnah yang menjadikannya salah satu orang yang bersalah dan dianggap tidak layak menjadi khalifah adalah salah satu faktor yang juga mengakibatkan terbunuhnya Utsman bin Affan. Fitnah tersebut mencoreng nama baik Utsman bin Affan sebagai khalifah yang baik dan dermawan. Kerusuhan politik pada akhir pemerintahan Utsman bin Affan akhirnya menjadikannya korban yang dipersalahkan.










B. Khalifah Ali bin Abi Thalib

Ali adalah putra Abi Thalib ibn Muthalib, ia adalah sepupu Nabi Muhammad SAW. Yang kemudian menjadi menantunya, karena menikahi putra Nabi Muhammad SAW, Fatimah. Ia telah ikut bersama Rosululloh SAW. Sejak bahaya kelaparan mengancam kota Makkah dan tinggal dirumahnya. Ia masuk islam pada usia yang masih sangat muda dan termasuk orang pertama masuk islam golongan pria. Ia juga seorang yang pandai, bijaksana, sehingga menjadi penasihat pada zaman khalifah Abu Bakar, Umar, dan Usman. Pernah suatu saat ada seorang wanita bertanya kepada Aisyah salah seorang istri Rosululloh Saw, tentang batas menutup aurat yang harus ditutupi bagi seorang perempuan, namu Aisyah justru menyuruh wanita tersebut bertanya kepada Ali. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa Ali adalah rujukan kedua setelah Rosululah Saw. Ali juga mempunyai julukan Pintunya Ilmu, karena Ali lama tinggal bersama Rosulullah. Ia juga pandai dalam menirukan segala gerak gerik Rosulullah. Ali bin Abi Thalib mengikuti hampir semua peperangan pada zaman Nabi Muhammad Saw.

1. Proses pemilihan Ali bin Abi Thalib



6

Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah sebelumnya. Setelah pembunuhan khalifah Utsman bin Affan, kota madinah dilanda ketegangan dan kericuhan.sebab kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali supaya bersedia di baiat menjadi khalifah. Walikota madinah, Al-ghafiqi ibnu harb, mencari-cari orang yang pantas untuk dibaiat sebagai kholifah. Akhirnya kaum pemberontak yang turun tangan untuk mendatangi para sahabat senior satu persatu yang ada di kota madinah, seperti Ali bin abi tholib, Thalhah, Zubair, Saad bin abi waqqash, dan abdulloh bin umar bin khattab agar mereka mau untuk di baiat menjadi khalifah, namun mereka menolak. , akhirnya pemberontak menetapkan bahwa yang paling bertanggung jawab adalah penduduk madinah dan mereka memberikan waktu selama dua hari kepada penduduk madinah untuk segera mencari siapa orang yang tepat menggantikannya. orang madinah mendatangi Ali dan langsung membaiatnya, dan mereka berkata, bahwa Ali telah menyaksikan rahmat yang diturunkan oleh Alloh bersama islam dan karena saat ini kota menghadapi ujian yang sangat berat berupa konflik antara berbagai kota. Maka dari itu mereka memberikan kepercayaan penuh kepada ali untuk memimpin negara yang telah kosong dari pemerintahan karena terbunuhnya kholifah Utsman bin Affan. Meskipun Ali bersikeras menolak, mereka tetap membaiat Ali.tindakan tersebut didukung oleh kaum syiah dan khawarij dan orang-orang yang membaiat Ali, diantaranya

Thalhah,Zubair, Abdulloh bin Umar, dan Sa’ad ibn Abi waqqash. Ali dibaiat pada hari Jum’at 5 zulhijjah 35 hijriah. Mengenai Thalhah dan Zubair diriwayatkan, mereka berba’iat secara terpaksa. Riwayat lain mengatakan, mereka bersedia membai’at Ali jika mereka nanti diangkat menjadi gubernurdi Kufah dan Bashrah.

Dengan demikian, Ali tidak dibaiat oleh kaum muslimin secara aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu berada di kota madinah, dan mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukan baru. Salah seorang tokoh yang yang menolak untuk membaiat Ali dan menunjukan sifat konfrontatif adalh Muawiyah bin Abu Sufyan, keluarga Utsman Bin Affan. Setelah itu Ali di baiat di masjid nabawi dan ia menyampaikan pidato penerimaan jabatannya.


2. Peperangan pada masa Ali bin Abi Thalib




7

perang Jamal atau perang Unta adalah perang antara Khalifah Ali melawan Aisyah. Perang Jamal ini trjadi pada tanggal 11 Jumadil Akhir, 36 H atau Desember 657 M yang waktunya tidak sampai sehari. Awalnya, Muawwiyah bin Abu Sufyan, seorang Gubernur Syam yang tidak membaiat Ali sebagai Khalifah. Dia menuntut darah Utsman kepada Ali, sedangkan Ali tidak menjadikan masalah ini sebagai prioritas karena kondisinya yang masih sangat labil. Oleh karenanya, orang-orang Syam tidak taat lagi kepada Ali, dan Muawwiyah memisahkan diri dari kekhalifannya. Maka Ali segera menetapkan untuk memeranginya, berangkatlah Ali beserta pasukan ke Kuffah, beliau telah memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Kuffah. Ali keluar dari Madinah menuju Kuffah dengan membawa sekitar tujuh ratus pasukan dan pasukan ini menjadi tujuh ribu orang. Sementara itu, penduduk Basrah sedang menunggu mereka datang dan pasukan mereka mencapai dua puluh ribu orang, sedangkan jumlah pasukan Aisyah sekitar tiga puluh ribu orang. Pada saat itu Aisyah yang disertai oleh Zubair dan Thalhah serta kaum Muslimin dari Makkah juga menuju Basrah untuk menetap disana. Mereka sampai di sana dan menguasai Basrah. Bahkan mereka berhasil meringkus para pembunuh Utsman, mereka mengirimkan surat ke beberapa wilayah untuk melakukan hal yang sama. Keduanya hampir saja melakukan kesepakatan damai, namun Abdullah bin Saba’ beserta pengikutnya yang menyimpang marasa ketakutan dan mereka berpikir pertempuran harus terjadi antara kedua pasukan. Setelah Amr mengambil kuda, cincin dan senjata Zubair, kemudian ia mengabarkan kepada Ali ia

telah membunuh Zubair, khalifah Ali sangat sedih mendengar hal tesebut. Thalhah pun akhirnya gugur dalam peperangan itu. Pertempuran terjadi demikian sengitnya di depan Unta yang membawa tandu Aisyah, pasukan Basrah kalah dalam peperangan ini. Ali memperlakukan Aisyah dengan baik dan mengembalikannya ke Makkah. Pada perang Jamal ini banyak kaum muslimin yang terbunuh, sebagian sejarahwan menyabutkan ada sekitar sepuluh ribu orang yang terbunuh. Peperangan ini merupakan salah satu tragedi yang paling menyedihkan dalam sejarah umat Islam yang sebelumnya tidak pernah

8

terjadi hari seburuk ini karena Ali bertempur melawan Aisyah yang tidak lain adalah istri dari Rasulullah sekaligus ibu mertuanya. Selain itu juga dua sahabat Nabi yaitu Thalhah dan Zubair yang gugur dalal peperangan itu.

Perang Shiffin adalah peperangan yang terjadi pada tahun 37 H antara sayyidina Ali muawwiyah disatu tempat di irak dan berbatasan dengan Syiria yang bernama shiffin, perang ini di sebabkan komplain Muawwiyah atas ketidak beresan penyelesaian kasus pembunuhan Utsman, dan di dukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaannya. Untuk mengatasi pertentangan antara dirinya dengan Muawiyah, Ali berusaha mengedepankan perdamaian dengan Muawwiyah. Ali menulis surat kepada Muawwiyah sebagai sarana untuk mencari solusi damai. Muharram telah tiba, bulan ini mengharuskan mereka mengadakan gencatan senjata sampai habisnya bulan Muharram. Peperangan sudah tidak dapat dihindarkan dan berlangsung dengan serunya, korban mulai berjatuhan dari pihak Ali maupun Muawiyah. Pihak Ali mulai menguasai peperangan, melihat pasukannya hampir mengalami kekalahan, Muawiyah meminta pendapat Amru untuk menyusun taktik selanjutnya. Amru mengusulkan agar Muawiyah memegang Al-Qur’an sebagai tanda menghentikan perang dan hukum Al-Qur’an yang akan menentukan selanjutnya. Peristiwa tersebut disebut dengan Tahkim atau Arbitase, yang mana ada perwakilan dari Ali maupun Muawiyyah. Perwakilan dari Ali adalah Abu Musa Al Asy’ari sedangkan perwakilan dari Muawiyyah adalah Amr bin Ash. Dari tahkim itu di sepakati ada gencatan senjata dan penurunan kepemimpinan Ali dan Muawiyyah. Namun dalam Tahkim da Kelicikan yang dilakukan oleh pihak Muawiyyah yaitu Amr bin Ash. Diperkirakan korban yang ditimbulkan cukup besar, dari pihak Ali gugur dua puluh lima ribu orang, dan pihak Muawiyah empat puluh ribu orang.

Perang Nahrawan. Orang Khawarij adalah orang yang berada dipihak Ali yang melakukan pemberontakan kepada Ali setelah terjadinya arbitrase dan mencopotnya dari kekuasaannya dengan alasan bahwa


9

dia menerima tahkim. Anehnya kebanyakan dari mereka telah mendesak Ali untuk menerima tahkim tersebut. Namun, setelah itu meminta Ali untuk memerangi Muawiyah kembali. Di situ terjadi perdebatan yang sangat panjang tentang berbagai persoalan yang mereka tidak terima atas kebijakan khalifah Ali bib Abi Thalib. Diantara perdebatan-perdebatan itu adalah persoalan tentang kenapa Ali membebaskan Aisyah?, dan kenapa Ali juga tidak mengambil harta rampasan perang (ghanimmah) dari perang jamal, dan masih banyak lagi perdebatan-perdebatan pada masa itu. Beliau menjelaskan kesalahan jalan yang mereka tempuh dengan segala cara. Kaum Ali disibukkan dengan melawan Khawarij yang jumlahnya sekitar dua belas ribu orang. Dikatakan dalam sebuah riwayat bahwa pasukan Ali yang gugur hanya dua orang, namun ada juga yang mengatakan pasukan ali yang terbunuh berjumlah sembilan orang, sampai saat ini belum tau kebenaran aslinya. Pasukan Khawarij dikalahkan oleh pasukan Ali bin Abi Thalib ketika bertempur di Nahrawan. Setelah perang Nahrawan, meskipun mendapat kemenangan besar pasukan Ali bin Abi Thalib di landa kelemahan dan perpecahan.

3. Peristiwa Tahkim

Konflik politik antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah ibnu Abi Sufyan diakhiri dengan tahkim.dari pihak Ali diutus seorang ulama yang terkenal sangat ujur dan tidak “cerdik” dalam politik, yaitu Abu Musa Al-

‘asyari. Sebaliknya, dari pihak muawiyah bin abu sufyan diutus orang yang terkenal sangat “cerdik ” berpolitik, yaitu Amr bin Ash.

Dalam tahkim tersebut, pihak Ali Bin abi thalib dirugikan oleh pihak muawiyah bin abu sufyan karena kecerdikan Amr bin Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al asyari. Pendukung ali kemudian terpecah menjadi dua,kelompok, kelompok pertama adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil tahkim dan mereka tetap setia kepada Ali bin abi thalib. Sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok yang menolakhasil tahkim dan dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali bin abi thalib dan menyatak keluar dari golongan Ali yang kemudian melakukan pergerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat dalam tahkim. Dalam mengeluarka statement politiknya, khawarij nampaknya tidak lagi berada dalam jalur

10

politik, tetapi beradadalam wilayah atau jalur teologi atau kalam yang merupakan fondasi bagi keberagamaan umat islam. Khawarij dinilai keluar dari politik, karena menilai kafir terhadap orang-orang yang telah terlibat dalam menerima tahkim seperti utsman bin affan, al bin abi thalib, muawiyah, Abu Musa al Asy’ari dan Amr bin Ash. Kondisi kerepotan khalifah dalam menyelesaikan kaum khawarij (yang keluar dari golongan ali) digunakn muawiyah untuk merebut mesir. Padahal, mesir dapat dikatakan sebagai sumber kemakmuran dan ekonomi dari pihak Ali.

Penyelesaian melalui kompromi dengan Muawiyah itu sebenarnya merupakan kegagalan bagi Ali karena menyetujui perdamaian dengan Muawiyah. Hal ini menjadikan kharisma kholifah menurun.pemberontakan yang hebat pula dari Thalhah dan zubair memperlemah kedudukan Ali dan memperkuat kekuasaan muawiyah.pemberontakan-pemberontakan juga terjadi di mesir, bashrah, dan syiriah untuk mendapat kemerdekaan. Dalam hal ini khalifah Ali harus memulihkan kembali ketertiban dalam imperium. Terutama kaum khawarij yang tiap hari sangat memperlemah kekuatannya dan terus-menerus menyibukkannya. Ali hanyalah seorang jenderal dan prajurit yang gagah berani, sedangkan muawiyah adalah seorag diplomat. Dan ia juga seorang poltikus yang pintar. Dia memainkan kelicikan apabila keberanian tidak berhasil. Dengan cerdik, ia memanfaatkan pembunuhan khalifah utsman bin affan untuk menjatuhkan nama dan membantu memperlicin rencananya.



















BAB III

PENUTUP



11



Kesimpulan :

a. Utsman bin affan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa khalifah utsman bin affan pembaiatan dirinya dilakukan melalui pemilihn salah satu diantara 6 orang Ahlu syuro yaitu
Ali bin abi thalib, utsman bin affan, Sa’ad bin abi waqqash, Abdurrahman bin auf, zubair bain awwam, dan tholhah bin ubaidillah, merupakan kejadian pertama dalam sjarah kekhalifahan umat islam. Saat beliau menjadi khalifah usianya 70 tahun, dan menjadi khalifah selama 12 tahun. Prestasi terbsar yang dicapai khalifah utsman adalah pembukuan al qur’an. Gaya kepemimpinannya utsman bin affan dikenal sebagai seorang pemimpin yang familiardan humanis. Namun gaya kepemimpinan yang begitulah berdampk kurang baik, yakni munculnya nepotisme.

b.  Ali bin abi thalib.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa khilafah Ali bin Abi Thalib bisa dikatakan tidak stabil pemerintahannya. Karena banyak pemberontakan-pemberontakan, baik dari luar maupun dari dalam. Dari pemberontakan-pemberontakan itu muncul peperangan yang tak diinginkan, karena peperangan yang terjadi adalah perang saudara sesama umat muslim. Diantara perang yang muncul pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib adalah Perang Jamal(perang unta) di sebut perang unta karena sewaktu perang Aisyah menunggangi unta sewaktu berperang melawan Ali. Perang Jamal adalah peperangan antara Ali dan Aisyah yang tak lain adalah salah satu istri Rosulullah sekaligus ibu mertua Ali. Yang kedua adalah Perang Shiffin yang berakhir dengan Arbitase atau biasa disebut dengan Tahkim. Perang yang ketiga adalah Perang Nahrawan, peperangan itu terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Kaum Khawarij, dikarenakan kaum khawarij pemerintah Ali.










DAFTAR PUSTAKA




12







































































13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ngan luppa comment yy

Mengenai Saya

Foto saya
نحن نحكم بالظواهر ويتولّى الله السرائر