Total Tayangan Halaman

Jumat, 09 Desember 2016

Makalah " Islam di Indonesia"



BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Proses Islamisasi di Indonesia
Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagangpedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan.
Proses Islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik, ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia.
Penyebaran Islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Secara umum ada dua proses yang mungkin telah terjadi. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama islam kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia yang telah memeluk agama islam tinggal secara tetap di suatu wilayah Indonesia .Ruang ligkup kajian sejarah islam, Indonesai sejak abad 14 sampai abad ke19 yang menjadi perhatian para sejarawan adalah bagaimana proses masuknya islam di Asia Tenggara termasuk nusantara, darimana asal islam, siapa yang membawa serta pengaruh yang dihasilkan akibat Islamisasi tersebut.
Pijnappel mengemukakan bahwa asal Islam adalah dari Gujarat/Malabar, yang dibawa oleh Orang-orang yang bermadzhab syafi’i yang berimigarasi dan menetap di wilayah India. Snouck Hurgronje, menerangkan islam datang ke nusantara pada abad ke-12, yan berasal dari anak benua India, dan di bawa oleh Para pedagang yang sebagai perantara perdagangan Timur Tengah dengan nusantara datang ke dunia Melayu, kemudian di susul dengan orang-orang arab yang kebanyakan keturunan Nabi. Moquette, menerangkan bahwa islam berasal dari Gujarat, yang di bawa oleh Para pengimpor batu nisan dari gujarat dengan mengimpor batu nisan ini maka orang nusantara mengambil islam.
2.2.1        Proses Islamisasi di Nusantara
Menurut Hasan Muarif Ambary ada tiga tahap proses islami­sasi di Nusantara. Pertama, fase kehadiran para pedagang muslim (abad ke-1 sampai ke-4 H). Sejak permulaan abad Masehi kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara. Akan tetapi apakah ada data tentang masuknya penduduk asli ke dalam Islam? Meskipun ada dugaan bahwa dalam abad ke-1 sampai ke-4 H terdapat hubungan perkawinan antara pe­dagang muslim dengan penduduk setempat, sehingga mereka memeluk agama Islam. Pada abad ke 1-4 H / 7-10 M Jawa tidak disebut-sebut sebagai tempat persinggahan pedagang. Mengenai adanya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik dengan angka tahun 475 H/1082 M bentuk maesan dan jiratnya menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M. Fatimi berpendapat bahwa nisan itu ditulis oleh orang Syiah dan ia bukan seorang muslim Jawa, tetapi seorang pendatang yang sebelumnya bermukim di timur jauh.
1.    Proses Islamisasi di Sumatera
     Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam.
     Adanya berita dari Marcopolo yang mengatakan bahwa ketika ia mengunjungi Sumatera penduduk Sumatera Utara beragama Hindu kecuali Ferlec yang sudah beragama Islam dan adanya batu nisan kubur di Aceh dengan nama Sultan Al Malik al-Saleh yang berangka tahun wafat 1297 M menandakan bahwa Islam sudah tumbuh dan berkembang di wilayah Sumatera. Adapun teori yang mengatakan Islam masuk Indonesia abad ke-7 M, tidak lebih realitas “masuknya” yang dibawa oleh para pedagang muslim karena dalam perjalanan pelayaran dagang mereka ke dan dari Cina selalu singgah.
2.    Proses Islamisasi di Jawa
    Sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, di Jawa telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan kerajaan-kerajaan Budha yang cukup kokoh dan tangguh, bahkan sampai saat ini hasil peradabannya masih dapat disaksikan. Misalnya, candi Borobudur yang merupakan peninggalan Budha Mahayana dan kelompok candi Roro Jonggrang di desa Prambanan dan peninggalan-peninggalan lainnya yang tersebar di Jawa.Setelah agama Islam datang di Jawa dan Kerajaan Majapahit semakin merosot pengaruhnya di masyarakat, terjadilah pergeseran di bidang politik.
     Menurut Sartono, Islamisasi menunjukkan suatu proses yang terjadi cepat, terutama sebagai hasil dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar agama Islam di Jawa. Di samping kewibawaan rohaniah, para wali juga berpengaruh dalam bidang politik, bahkan ada yang memegang pemerintahan. Otoritas kharismatis mereka merupakan ancaman bagi raja-raja Hindu di pedalaman.
2.2.2        Persilangan Budaya di Nusantara
Indonesia secara tepat digambarkan Bung Karno sebagai “taman sari dunia”.  Sebagai “negara kepulauan” terbesar di dunia, yang membujur di titik strategis persilangan antarbenua dan antarsamudera, dengan daya tarik kekayaan sumberdaya yang berlimpah, Indonesia sejak lama menjadi titik-temu penjelajahan bahari yang membawa berbagai arus peradaban.
Menurut Denys Lombard (1996: I, 1), “Sungguh tak ada satu pun tempat di dunia ini—kecuali mungkin Asia Tengah—yang, seperti Nusantara, menjadi tempat kehadiran hampir semua kebudayaan besar dunia, berdampingan atau lebur menjadi satu.” Dia melukiskan adanya beberapa ‘nebula sosial-budaya’ yang secara kuat mempengaruhi peradaban Nusantara (secara khusus Jawa): Indianisasi, jaringan Asia (Islam dan China), serta arus pembaratan. 
Pengaruh Indianisasi (Hindu-Budha) mulai dirasakan pada abad ke-5, bersama kemunculan dua kerajaan yang terkenal, Kerajaan Mulawarman di Kalimantan Timur dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat sebagai pengikut setia Wisnu, yang kemudian berkembang secara luas dan dalam hingga seribu tahun kemudian (abad ke-15), terutama di Sumatra, Jawa dan Bali. Struktur konsentris kosmologi India berpengaruh pada mentalitas orang-orang di wilayah tersebut, terlebih di Jawa dan Bali, seperti tampak pada cara berfikir dan sistem tata susila, juga dalam upacara-upacara dan ungkapan seni.
Pengaruh Islamisasi mulai dirasakan secara kuat pada abad ke-13, dengan kemunculan kerajaan-kerajaan Islam awal seperti Kerajaan Samudera-Pasai di sekitar Aceh. Dari ujung Barat Nusantara, pengaruh Islam secara cepat meluas ke bagian Timur meresapi wilayah-wilayah yang sebelumnya dipengaruhi Hindu-Budha, yang akselarasinya dipercepat justru oleh penetrasi kekuatan-kekuatan Eropa di Nusantara sejak abad ke-16. Kehadiran Islam membawa perubahan penting dalam pandangan dunia (world view) dan etos masyarakat Nusantara, terutama, pada mulanya, bagi masyarakat wilayah pesisir. Islam meratakan jalan bagi modernitas dengan memunculkan masyarakat perkotaan dengan konsepsi ‘kesetaraan’ dalam hubungan antarmanusia, konsepsi ‘pribadi’ (nafs, personne) yang mengarah pada pertanggungjawaban individu, serta konsepsi waktu (sejarah) yang ‘linear’, menggantikan konsepsi sejarah yang melingkar (Lombard, 1996: II, 149-242). 
Pengaruh China hampir bersamaan dan saling meresapi (osmosis) dengan pengaruh Islam, yang mulai dirasakan setidaknya sejak abad ke-14 (zaman Dinasti Ming di China), ketika imigran-imigran baru dari Fujian dan Guangdong tiba di Nusantara, dan segera membaur ke dalam struktur sosial-budaya yang ada tanpa hambatan berarti (Coppel, 1983). Kehadiran anasir China berperan penting dalam memperkenalkan dan mengembangkan teknik produksi berbagai komoditi (gula, arak dan lain-lain), pemanfaatan laut untuk perikanan, pembudidayaan tiram dan udang, dan pembuatan garam, pengadopsian teknik serta perlengkapan perdagangan, gaya hidup  (arsitektur, perhiasan, hiburan,  tontonan, beladiri, dan romannya), peran sosial-budaya klenteng serta keterlibatan ulama keturunan China dalam proses Islamisasi (Lombard, 1996: II, 243-337).
Pengaruh pembaratan diperkenalkan oleh kehadiran Portugis pada abad ke-16, disusul oleh Belanda dan Inggris. Tetapi aktor utamanya tak pelak lagi adalah Belanda. Sejak kedatangan armada pertama Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada 1596, yang disusul oleh operasi ’Serikat Perseroan Hindia Belanda’ (VOC) sejak 1602, secara berangsur proses pembaratan mulai dirasakan. Dengan jatuhnya VOC pada tahun 1799,  hegemoni atas Hindia diserahkan dari ‘perusahaan-swasta-kolonial’ kepada imperium negara-kolonial. Negara kolonial Belanda mulai menancapkan pengaruhnya setelah kekuasaan sementara Inggris selama perang Napoleon (1811-1816).
Sejak itu, sebagian besar kepulauan Nusantara secara berangsur dan berbeda-beda diintegrasikan ke dalam satu wilayah kekuasaan kolonial, yang mentransformasikan pusat-pusat kekuasaan yang terpencar ke dalam suatu negara kesatuan kolonial.  Intensifikasi proses pembaratan terjadi selama masa rezim ‘Liberal’ pada paruh kedua abad ke-19 yang dilanjutkan oleh rezim ‘Politik Etis’ pada awal ke-20 (Latif, 2005).
Pengaruh pembaratan membawa mentalitas modern yang telah dibuka oleh pengaruh Islam menuju perkembangan yang lebih luas dan dalam. Pada bidang sosial-ekonomi, pengaruh Barat memunculkan sistem perkebunan, perusahaan dan perbankan modern, pemakaian besi, perkembangan angkutan, khususnya kereta api, dan pengobatan modern. Pada bidang sosial-politik, pengaruhnya dirasakan pada modernisasi tata-kelola negara dan masyarakat, klub sosial, organisasi, dan bahasa politik modern. Pada bidang sosial-budaya, pengaruhnya tampak pada kehadiran lembaga pendidikan dan penelitian modern, perkembangan tulisan latin, percetakan dan pers, dan gaya hidup (Lombard, 1996: I).
Sedemikian ramainya penetrasi global silih berganti, sehingga Nusantara sebagai tempat persilangan jalan (carrefour) tidak pernah sempat berkembang tanpa gangguan dan pengaruh dari luar. Akan tetapi, seperti dikatakan oleh Denys Lombard (1996), situasi demikian tidak perlu dipandang sebagai kerugian. Posisi sebuah negeri pada persilangan jalan, pada titik pertemuan berbagai dunia dan kebudayaan, jika dikelola secara baik, mungkin dalam evolusi sejarahnya bisa membawa keuntungan, kalau bukan syarat untuk terjadinya peradaban agung.
Salah satu contoh silang budaya Indonesia Tiongkok di bidang seni musik:
1.      Gambang kromong terdapat banyak lagu Tionghoa. Perkembangan music itu erat kaitannya dengan warga Tionghoa di Jakarta pada abad ke 18 yang bernama Nie Fugong. Justru atas prakarsa Nie lah, Gambang Kromong telah menyerap irama lagu-lagu Tionghoa.
Kemudian, Gambang Kromong mengiringi tidak saja lagu-lagu lama Jakarta, tapi juga lagu-lagu baru. Gambang Kromong tak dapat dipisahkan pula dengan music lenong. Namun, Gambang Kromong semakin terdesak seiring bertambah besarnya pengaruh music barat. Kawula muda kurang menunjukan minat terhadap Gambang Kromong. Dan, instrument yang digunakan di samping gambang, yakni alat-alat music Tingkok lain seperti qin dan erhu (rebab berdawai dua) berangsur-angsur digantikan oleh alat-alat music barat, seperti bilao, bass, dan suling; kadang-kadang bahkan menggunakan saksofon, terompet dan alat-alat music barat lainnya.
2.      Musik Ujung Pandang
3.      Lagu Indonesia di gemari Rakyat Tiongkok
Pada masa kini, salah satu lagu Indonesia yang paling awal popular di tingkok adalah “Bengawan Solo” yang sangat merdu iramannya. Komponis lagu itu, Gesang ketikan berkunjung di Tiongkok pada tahun 1963 pernah memberikan bimbingan kepada musisi muda Tiongkok untuk memainkan music tersebut. Lagu ini sangat digemari rakyat Tiongkok.
2.2.3        Bukti-bukti Peninggalan Islam di Indonesia
1.      Masjid Agung Banten (bangun beratap tumpang)
2.      Masjid Demak (dibangun para wali)
3.      Karya seni  atau kaligrafi 
4.      Nisan Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan bertuliskan bahasa dan huruf Arab, yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M).
5.      Karya sastra
Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim menghasilkan beberapa karya sastra antara lain berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab.Bukti-bukti peninggalan syair yang ada di nusantara antara lain:
a.    Syair Perahu,karya Hamzah Fanzuriyang hidup di aceh pada masa pemerintahan sultan Alaidin Riayat Syah Syidil Mukam II (1589-1604),Syair ini berisi pengajaran tentang adap.
b.    Syair Kompeni Walanda,yang di dalamnya berisitentang riwayat Nabi.

2.2    Pertumbuhan Lembaga Sosial dan Politik (Kerajaan-kerajaan)
Awalnya pemerintah kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda. Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan. Pengaruh politik Islam yang semakin kuat serta posisi ekonomi Indonesia yang berkembang, akibat pelayaran internasional dengan pedagang muslim Arab, membuat pemerintah Portugis dan Belanda mulai tergoda untuk menjalin hubungan dengan penguasa pedagang di Indonesia (Asia Tenggara). Lambat laun mereka berkeinginan menguasai Indonesia dengan cara permainan politik. Dengan pengalaman itu, orang Islam bangkit dengan menggunakantaktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan membangunorganisasi. Akibat dari situasi ini timbullah perkumpulan-perkumpulan politik  baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. SepertiBudi Utomo, Serikat Islam, Taman Siswa, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, dan lain-lain.

2.3    Perkembangan Peradaban
Ketika Islam datang, sebenarnya kepulauan nusantara (Indonesia) sudah mempunyai peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh dari peradaban hindu-budha di India. Meskipun demikian Islam cepat menyebar.Hal ini disebbkan Islam yang dibawa oleh kaum pedagang maupun para Da’idan ulama masa awal, mereka semua menyiarkan suatu rangkaian ajaran dancara serta gaya gaya hidup yang secara kuantitatif lebih maju dari peradabanyang ada. Bukti-bukti Perkembangan peradaban dan keagamaan di Indonesia adalah:
a.    Sebelum Kemerdekaan
Sebelum Indonesia merdeka Islam telah berkembang danmempunyai peradaban yang mencerminkan kemuliaan agama Islam,diantaranya adalah:
1.      Adanya birokrasi keagamaan, dimana kedudukan ulama sebagai penasehat raja, terutama dalam bidang keagamaan terdapat dikerajaan-kerajaan Islam.
2.      Ulama dan ilmu-ilmu keagamaan
Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan Islam di Indonesia terletak di pundak para ulama. Ada dua cara yang dilakukan paraulama dalam pengembangan ilmu-ilmu keagamaan, yaitu: membentuk kader-kader ulama dan menyebarkan karya-karya ke berbagai tempat yang jauh.
3.      Adanya arsitek bangunan yang menghasilkan seni-seni bangunan yang bercorak Islam seperti masjid, ukiran, candi dansebagainya.
b.      Setelah Kemerdekaan
1.      Berdirinya departemen agama
2.      Berdirinya lembaga-lembaga pendidikan
3.      Adanya hukum Islam
4.      Terlaksananya haji
5.      Berdirinya majelis ulama Indonesia (MUI)         










BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Proses islamisasi tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi lebih merupakan proses berkesinambungan yang selain mempengaruhi masa kini, juga masa yang akan datang.Islam telah dipengaruhi oleh lingkungannya, tempat Islam ber-pijak dan berkembang. Di samping itu, Islam juga menjadi tra-disi tersendiri yang tertanam dalam konteks.
Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme.
Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan bangsawan menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya, terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.





DAFTAR PUSTAKA
.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modem (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1991), him.
 Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (Bandung: Mizan, 2002) hlm.20-21
] P.A. Hosein Djadjadiningrat, “Islam di Indonesia”, dalam Kennet Morgan, ed., Islam Djalan Mutlak, terj. Abu Salamah, ddk. (Djakarta : PT. Pembangunan, 1963), hlm. 99-140
Buku Silang Budaya Tiongkok Indonesia – Prof Kong Yuanzhi

Minggu, 04 Desember 2016

Makalah " KERAJAAN - KERAJAAN KECIL di BARAT BAGHDAD "




A.    Latar Belakang

Wilayah kekuasaan Abbbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Persia, Turki dan India. Penyebab mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutankekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.
Dalam peradapan umat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah peradapan Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan umat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang ekonomi, politil, dan ilmu pengetahuan.
Hal ini perlu diketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa peradapan ummat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui kesuksesan Negara-negara eropa. Dengan mengetahui bahwa dahulu peradapan umat Islam itu diakui oleh seluru dunia, maka akan memotivasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan tentang sejarah peradapan umat Islam bahkan untuk mengulangi masa keemasan tersebut.[1]  
Daerah-daerah kecil dinasti Abbasiyah, banyak yang melepaskan dan memerdekakan diri dari pemerintahan. Setelah memerdekakan diri dari kekuasaan Abbasiyah, kebanyak dari mereka membangun dan menjadikan wilayah tersebut menjadi dinasti-dinasti kecil yang berdiri secara independen dan berusaha untuk meluaskan wilayah kekuasaan dengan menaklukkan daerah-daerah sekitarnya. Mereka melepaskan diri dengan cara, pertama, seoranmg pemimpin lokal suatu  pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti dinasti Idrisiyah, kedua seorang yang ditunjuk oleh khalifah dan kedudukannya semakin bertambah kuat












B.     Dinasti-dinasti Kecil di Barat Baghdad
1.      Idrisi di Maroko (172 H/789 M)
a.      Kemunculan Bani Idrisi
Setelah Imam Ali bin Abi Thalib terbunuh, keturunan Ali r.a terus berjuang memperoleh kekuasaan. Diantaranya adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Imam Husen Ibn Ali di Madinah pada zaman dinasti Umayah. Dalam perang tersebut, Imam Husen terbunuh di Karbala,[1] dan salah seorang keluarganya, Idris Ibn Abdillah, melarikan diri ke Mesir dan bergabung dengan Ishaq Ibn „Abd al-Hamid (kepala suku Awraba). Kemudian Idris Ibn Abd Allah dibaiat oleh suku Awraba di Maroko sebagai pemimpin mereka,[2] kemudian diikuti oleh kabilah-kabilah lain yang menghuni kawasan yang sekarang dikenal dengan Marakisy, maka berdirilah dinasti Idrisi di Maroko. [3]
Akan tetapi, keberhasilan Muhammad Ibn Idris membuat khalifah Harun al-Rasyid di Baghdad merasa khawatir. Oleh karena itu, khalifah Harun al-Rasyid mengutus seorang mata-mata yang bernama Sulaiman Jarir. Mata-mata ini kemudian berhasil membunuh Muhammad Ibn Idris pada tahun 175 H/791 M.[4]

b.      Keunggulan Bani Idrisi
Muhammad Ibn Idris sukses memimpin masyarakat di Maroko sehingga memiliki tentara dan juga dapat melakukan ekspansi ke wilayah lain.[5] Banyak hal yang sudah dihasilkan oleh Idris I dan Idris II putranya dalam membangun Idrisiyah, diantaranya:
Idris I dan putranya Idris II telah berhasil mempersatukan suku-suku BarBr, imigran-Imigran Arab yang berasal dari Spanyol dan Tripolitania di bawah satu kekuasaan politik. mampu membangun Kota Fez sebagai pusat perdgangan. Pusat Kota Suci, tempat tinggal kaum Shorfa (orang-orang terhormat keturunan Nabi dari Hasan dan Hussein bin Ali bin Abi Thalib. Didirikan Mesjid Fathima dan Universitas Qairawan yang terkenal. Di samping itu, pertahanan dan keamanan cukup kuat, terbukti adanya Idris dan pasukannya dapat menahan pasukan Romawi dan mempertahankan wilayahnya.
Sepanjang pemerintahan Yahya I, Fez telah mencapai puncak kemakmurannya dengan menjadi salah satu pusat perdagangan yang menghubungkan antara Afrika dan Eropa. Selama pemerintahan Yahya yang damai, banyak imigran dari Andalusia dan daerah Afrika lainnya berdatangan ke Fez. Kota ini lalu berkembang dengan pesat, baik dari segi penduduk maupun pembangunan gedung-gedungnya. Di antara gedung yang dibangun pada masa itu ialah dua masjid, Qarawiyyin dan Andalusia, yang didirikan pada tahun 859 M. Kota Fez kemudian dianggap sebagai kota suci, tempat tinggal kaum syorfah (kaum syurafa’ atau orang-orang mulia) keturunan istimewa Nabi.
Ira M. Lapidus mengatakan, bahwa meskipun wilayah pemerintahannya relatif kecil, Dinasti Idrisiyah merupakan negara Maroko-Islam yang pertama, dan merupakan pusat perjuangan Islam yang aktif.
c.       Kemunduran dan Kehancuran Bani Idrisi
Salah satu penyebab kemunduran Dinasti Idrisiyah adalah karena kelemahan pemerintahnya yang tidak dapat dipungkiri. Kelemahan itu kelihatan pada ketidakmampuan mengontrol daerah-daerah pedalaman dan pesisir. Akibat dari kelemahan itu, Dinasti Idrisiyah sama sekali tidak mampu, baik secara geografis maupun ideologis untuk memperlebar wilayah perbatasan yang telah dirintis dan dikoordinasi oleh Idris I.[6] Kondisi chaos ini diperparah dengan terjadinya pemberontakan kaum Khawarij melawan pemerintahan Idrisiyah yang Syi’ah. Perdagangan menjadi berkurang, kemakmuran mengalami decline, kemelaratan merajalela di mana-mana. Selanjutnya, pada tahun 881 sebuah gempa bumi yang dahsyat melanda negara, menghancurkan bangunan-bangunan dan mengubur banyak penduduk di bawah puing-puing bangunan, sementara itu ketakutan dan penyakit melanda desa-desa. Saat itu sungguh menjadi era miring bagi pemerintahan Dinasti Idrisiyah, sehingga para sejarahwan pun sulit menentukan tahun yang pasti pada pemerintahan Idrisiyah antara Yahya I dan Yahya IV.
Pada tahun 922, tiba-tiba Fatimiyah memutuskan untuk memecat Yahya IV dan memasukkan wilayah Magrib kedalam kekuasaannya, yang mengakhiri masa kekuasaan Dinasti Idrisiyah yang telah memerintah di Afrika Utara selama sekitar seratus empat puluh tahun. [7] Juga di antara faktor yang membawa kepada surutnya kekuasaan Dinasti Idrisiyah adalah setelah Khalifah Harun al-Rasyid mengangkat Ibrahim bin Aglab sebagai gubernur Afrika Utara yang beraliran Sunni. Ibrahim bin Aglab sengaja diangkat oleh Khalifah Harun al-Rasyid untuk membendung bahaya Dinasti Idrisiyah dan kaum Khawarij.

2.      Dinasti Aghlabi di Tunis (184-296 H/800-908 M)
a.       Kemunculan Dinasti Aghlabi
Dinasti Aghlabiyah[8] adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama kurang lebih l00 tahun (800-909 M). [9] Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibnu Aghlab.[10] Awal mula terbentuknya Dinasti tersebut yaitu ketika Harun ar-Rasyid menempatkan balatentara di Ifrikiyah di bawah pimpinan al-Aglab.[11] Sehingga berdirilah Dinasti kecil (Aghlabiyah) yang berpusat di Ifrikiah yang mempunyai hak otonomi penuh. Meskipun demikian masih tetap mengakui akan kekhalifahan Baghdad.[12]
Pendiri Dinasti ini adalah Ibrahim ibn al-Aghlab pada tahun 800 M. Pada tahun itu Ibrahim diberi provinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh Harun al-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya  40.000 dinar dan meliputi hak-hak otonom yang besar.[13] Untuk menaklukkan wilayah baru dibutuhkan suatu proses yang panjang dan perjuangan yang besar, namun tidak seperti Ifriqiyyah yang sifatnya adalah pemberian. [14]
b.      Keunggulan Bani Aghlabiyah
Pemerintahan Aghlabiyah pertama berhasil memadamkan gejolak yang muncul dari Kharijiyah Barbar di wilayah mereka. Kemudian di bawah Ziyadatullah I, Aglabiyah dapat merebut pulau yang terdekat dari Tunisia, yaitu Sisilia dari tangan Byzantium 827 M, dipimpin oleh panglima Asad bin Furat.[15]
Kemudian Aglabiyah melanjutkan serangan-serangannya ke pulau lainnya dan pantai-pantai di Eropa, termasuk berhasil menaklukan kota-kota pantai Italia Brindisi (836/221 H.) Napoli (837M), Calabria (838 M), Toronto (840 M ), Bari (840 M), dan Benevento (840 M).[16] Pasukan Aglabiyah juga berhasil menguasai kota Regusa di pantai Yugoslavia (890 M), Pulau Malta (869 M), menyerang pulau Corsika dan Mayorka, bahkan mengusai kota Portofino di pantai Barat Italia (890), kota Athena di Yunani-pun berada dalam jangkauan penyerangan mereka. Dengan keberhasilan penaklukan-penaklukan tersebut, menjadikan Dinasti Aglabiyah kaya raya, para penguasa bersemangat membagun Tunisia dan Sisilia. Ziyadatullah I membangun masjid Agung Qairuan, sedangkan Amir Ahmad membangun masjid Agung Tunis dan juga membangun hampir 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara. Tidak cukup itu, jalan-jalan, pos-pos, armada angkutan, irigasi untuk pertanian (khususnya di Tunisia Selatan, yang tanahnya kurang subur), demikian pula perkembangan arsitektur, ilmu, seni dan kehidupan keberagamaan.  Selain sebagai ibu kota Dinasti Aghlabiyah, Qoiruan juga sebagai pusat penting munculnya mazhab Maliki, tempat berkumpulnya ulama-ulama terkemuka, seperti Sahnun yang wafat (854 M) pengarang mudawwanat, kitab fiqih Maliki, Yusuf bin Yahya, yang wafat (901 M), Abu Zakariah al-Kinani, yang wafat (902 M), dan Isa bin Muslim, wafat (908 M). Karya-karya para ulama-ulama pada masa Dinasti Aghlabiyah ini tersimpan baik di Masjid Agung Qairuan. [17]
c.        Kemunduran Dinasti Aghlabiyah
Menjelang akhir abad IX, posisi Aghlabiah di Ifqriqiyah menjadi merosot. Hal ini disebabkan karena amir terakhirnya yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan (berfoya-foya), dan seluruh pembesarnya tertarik pada Syi’ah, juga propaganda Syi’iah,  Abu Abdullah. Perintis Fatimiyah, Mahdi Ubaidillah mempunyai pengaruh yang cukup besar di Barbar, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan militer, dan Dinasti Aghlabiyah dikalahkan oleh Fatimiyah (909 M), Ziyadatullah III di usir ke Mesir setelah melakukan upaya-upaya yang sia-sia demi untuk mendapatkan bantuan dari Abbasiah untuk menyelamatkan Aghlabiah.[18]

3.      Dinasti Thulun di Mesir (254-292 H/868-905 M)
a.       Kemunculan Dinasti Thuluniyah
Pendiri Dinasti Thulun yang berumur pendek (Daulah 868-905) di Mesir dan Suriah adalah Ahmad Ibn Thulun.Bakbak adalah seorang pemimpin militer yang berkebangsaan Turki yang diberi jabatan wali (setingkat gubernur) untuk kawasan Mesir oleh al-Mutaz (862-866 M) dari dinasti Bani Abbas. Bakbak kemudian memberikan jabatan tersebut kepada asistennya, Ahmad Ibn Thulun[19] pada tahun 254 H/868 m. Di bawah kepemimpina Thulun, Mesir[20] menjadi wilayah yang merdeka dari pemerintahan Abasiyah di Baghdad. Tuluniyah adalah sebuah dinasti yang muncul dan berkuasa di Mesir dan Suriah, independent dari khalifah-khalifah Abbasiyah.[21]
b.      Keunggulan Dinasti Thuluniyah
Pada waktu itu, dibangun Mesjid Jami Ibn Thulun[22] yang masih terpelihara sampai sekarang, dan Fusthath dijadikan pusat pemerintahan. Puncak dinasti Thuluniah di Mesir adalah pada zaman Khumariyah Ibn Ahmad Ibn Thulun (270-282 H/884-895 M). selain masjid Ahmad ibn Thulun, [23] Peninggalan dinasti Thuluniyyah yang lain adalah situs arkeologis berupa saluran air (al-qanâthir) Ahmad ibn Thulun[24], dan  al-Bimaristan atau al-Maristan.[25]. Seperti perawatan saluran air dan perbaikan menara di Alexandria. Salah satu bangunan Islam yang lainnya yang terhitung istimewa adalah istana khumarawih (844-895), bangunan yang ditinggali anak sekaligus penerus ahma.[26]
c.       Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Thuluniyah
. Setelah Khumariyah meninggal, terjadi konflik internal yang menghancurkan ekonomi dan militer Thuluniyah. Dalam situasi konflik internal Thuluniah, dinasti Abasiyah berhasil menundukan Dinasti Thulun.[27] Kematian Khumarawih pada 895 (282H) Merupakan awal kemunduran dinasti itu. Persaingan yang hebat antara unsure-unsur pembesar dinasti telah memecah persatuan dalam dinasti. Amir yang ketiga, Abu al-Asakir bin khumarawih, dilawan oleh sebagian pasukannya dan dapat disingkirkan (896/283 H) Adiknya yang baru berusia 14 tahun, Harun bin Khumarawih, diangkat sebagai amir yang keempat. Akan tetapi kelemahan sudah sedemikian rupa, sehingga wilayah syam dapat direbut oleh pasukan Qaramitah. Amirnya yang kelima , Syaiban bin Ahmad bin thulun, hanya 12 hari saja memerintah, Karna ia menyerah ketangan pasukan Bani Abbas yang menyerang Mesirpada 905 (292H), dan demikian berakhirlah riwayat dinasti thuluniyah.[28]

4.      Dinasti Samani (261-389 H./874-999 M)
a.      Kemunculan Dinasti Samani
Orang-orang Alawiy yang tersingkir dari struktur pemerintahan Abbasiyah pasca pemberontakan Abu As-Saraya (814-815 M) membangun kembali masa kejayaan Islam di kawasan Transoksania. Asad Ibn abdullah ibn Saman diberi kewenangan oleh al-Ma’mun untuk memimpin daerah Transoxiana. Nashr bin Ahmad Samani[29]  (874-892 M), gubernur Transoksania, adalah orang yang pertama kali merintis kekuasaan Dinasti Saman.[30] Wilayah kekuasaannya, pertama kali, meliputi Khurasan dan Transoksania. Kemudian dinasti kecil ini menaklukan wilayah-wilayah di sekitarnya sehingga berhasil menguasai Transoxiana, Khurasan, Sajistan, Karman, Jurjan, Rayy, dan Tabaristan. Dinasti Samani berkuasa hingga Khurasan setelah berhasil membantu Khalifah Abasiaah (al-Mutaddid) menangkap dan memenjarakan Amr Ibn al-Laits (khlaifah dinasti Safari terakhir).[31] Dinasti ini berbeda dengan dinasti kecil lain yang berada di sebelah barat Baghdad, dinasti ini tetap tunduk kepada kepemimpinan khalifah Abbasiyyah.
b.      Masa Keemasan Dinasti Samani
Puncak kejayaan Dinasti Saman pada masa kekuasaan Nashr bin Ahmad bin Ismail Samani (914-943 M). Dia berhasil menguasai wilayah Sijistan, Isfahan, Karman, Jurjan, Ray, Tabaristan, dan Transoksania. Kekuasaannya kemudian membentang luas sampai di belahan timur pusat Dinasti Abbasiyah. Dalam sejarah Samaniyah terdapat dua belas khalifah yang memerintah secara berurutan.[32]
Pada masa kekuasaan Nashr bin Ahmad bin Ismail Samani, istana Dinasti Saman menjadi pusat kekuasaan sekaligus pengembangan ilmu pengetahuan. Salah seorang pejabat istana Dinasti Saman, Muhammad Yusuf Al-Khawarizmi (wafat 997 M), yang dikenal sebagai pakar matematika dan astronomi, menyumbangkan gagasannya lewat karya ensiklopedi Mafatih Al-‘Ilm. Pada waktu itu, lahir ulama besar yang melahirkan karya-karya besar. Diantara mereka adalah Umar Khayyam[33], Zakaria al-Razi,[34] dan al-Farabi[35]. Dinasti ini telah berhasil menciptakan kota Bukhara dan Samarkan sebagai kota budaya dan kota ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di seluruh dunia, sehingga kota ini dapat menyaingi kota-kota lain, seperti Baghdad dan Cordova. Dinasti ini juga telah berhasil mengembangkan perekonomian dengan baik.[36]
Selain mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, rezim Saman juga membangun perpustakaan-perpustakaan di beberapa kota. Dampaknya cukup signifikan. Salah seorang Ilmuwan Muslim lahir pada masa dinasti ini. Fakhruddin Al-Razi, ilmuwan muslim terkemuka menulis karya Al-Manshuri, yang didedikasikan secara khusus kepada Abu Shaleh Al-Manshur, seorang kemenakan penguasa Dinasti Saman. Di samping pengembangan ilmu pengetahuan, sastra dan kebudayaan Persia bercorak Islam mencapai puncak kejayaannya. Ahmad Ad-Daqiqi salah seorang pujangga besar Persia menulis karya Shah Namah (Kitab Para Raja) berisi 60.000 bait kisah moral dan teladan, yang didedikasikan kepada Nuh bin Manshur (976-997 M), salah seorang penguasa dinasti ini. Karya Ahmad Daqiqi ini kemudian disempurnakan oleh Ahmad Al-Firdausi.[37]  Kota pentingnya ialah Syiraz[38], Bukhara[39], dan Samarkand[40].

c.       Masa Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Samani
Pada sa’at dinasti mencapai kejayaannya, banyak imigran Turki yang menduduki posisi penting dalam pemerintahan, namun bersebab dari tingginya fanatic kesukuan pada dinasti ini, akhirnya mereka para imigran Turki yang menduduki jabatan penting dalam pemerintahan tersebut banyak yang dicopot, langkah-langkah inilah yang menyebabkan kehancuran dinasti ini, karena mereka tidak terima dengan perlakuan tersebut, sehingga mereka mengadakan penyerangan sampai mereka berhasil melumpuhkan dinasti ini.
Dinasti Saman terlalu lemah untuk meredam pemberontakan pada masa Ismail bin Nuh II (1001-1005 M).[41] Rezim Saman kemudian berkoalisi dengan para penguasa di Mosul (Dinasti Hamdan), tetapi justru malah memicu konflik internal yang berakhir damai. Secara berangsur-angsur, Dinasti Saman terus melemah. Kekuasaannya harus berhadapan dengan Dinasti Buwaihi yang menguasai Persia, Ray, dan Irak. Ismail bin Nuh II terbunuh pada tahun 1005 M. Inilah akhir episode kekuasaan orang-orang Alawiy di wilayah Transoksania.[42]

5.       Dinasti Hamdani di Jazirah Arabia
a.      Kemunculan Dinasti Hamdani
Pada waktu dinasti Ikhsidiyah berkuasa di sebelah utara Mesir muncul pula dinasti lain sebagai saingannya, yaitu dinasti Hamdaniyah yang Syi’i.[43] Dinasti ini didirikan oleh Hamdan Ibn Hamdun Ibn al-Harits, seorang amir dari suku Taghlib, yang didirikan adalah pada akhir abad ketiga hijriah.[44] Wilayah kekuasaan dinasti ini terbagi dua bagian, yaitu wilayah kekuasaan di Mosul dan wilayah kekuasaan di Halb ( Aleppo ). [45]
b.      Keunggulan Dinasti Thulun
Pada tahun 944, dinasti ini berhasil menaklukan Syuriah dan bertahan sampai tahun 1003 M. Abu Hayja diangkat menjadi gubernur Mosul oleh al-Muktafi. Berdirinya dinasti Hamdani di Syuriah bersamaan dengan bangkitnya Byzantium di Macedonia. Oleh karena itu, sebagian besar waktunya digunakan untuk mempertahankan wilayah dari serangan Byzantium. Wilayah kekuasaan di Aleppo, terkenal sebagai pelindung kesusastraan Arab dan Ilmu Pengetahuan. Pada masa itu pula muncul tokoh- tokoh cendekiawan besar seperti Abi al Fath dan Utsman Ibn Jinny yang menggeluti bidang Nahwu, Abu Thayyib al Mutannabi, abu Firas Husain Ibn Nashr ad daulah, Abu A’la al Ma’ari, dan Syaif  ad Daulah sendiri yang mendalami ilmu sastra, serta lahir pula filosof besar, yaitu Al- Farabi.[46]
c.       Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Hamdani           
            Mengenai jatuhnya dinasti ini terdapat beberapa faktor. Pertama, meskipun dinasti ini berkuasa di daerah yang cukup subur dan makmur serta memiliki pusat perdagangan yang strategis, sikap kebaduiannya yang tidak bertanggung jawab dan destruktif tetap ia jalankan sehingga rakyat menderita. Kedua, bangkitnya kembali Dinasti Bizantium di bawah kekuasaan Macedonia menyebabkan dinasti Hamdaniyah tidak bisa menghindari invasi serangan Bizantium yang energik sehingga Aleppo dan Himsh terlepas dari kekuasaannya. Ketiga, kebijakan ekspansionis Fatimiyah ke Suriah bagian selatan, sampai mengakibatkan terbunuhnya Said ad Daulah yang tengah memegang tampuk kekuasaan Hamdaniyah. Hingga dinasti ini jatuh ke tangan dinasti Fatimiyah.[47]

6.      Dinasti Ikhsyidi (934-967 M)
a.      Kemuculan Dinasti Ikhsidy
Dinasti ini didirikan oleh Muhammad Ibn Thugi (Turki) yang diberi gelar al- Ikhsidi (pangeran) pada tahun 934 M setelah berakhirnya dinasti Thulun. Muhammad Ibn Thugi berhasil mempertahankan sungai Nil dari serangan Fatimiah yang berpusat di Afrika Utara. [48]  Sebagai imbalan atas keberhasilan tersebut, Khalifah al-Radhi (932-934 M) dari dinasti Bani Abbas mengangkatnya sebagai gubernur Mesir. Dinasti ini berkuasa antara tahun 934 sampai 941 M. [49]

b.      Keunggulan Dinasty Ikhsidy
Setelah dua tahun berkuasa di Mesir, dinasti ini berhasil menundukan Syiria, Palestina, Mekkah, dan Madinah.[50] Pada zaman Ikhsyidi, di Mesir didirikan Syuq al-Wariigin, tempat melakukan pengkajian dan pengembangan intelektual. Pada masa dinasti Iksidiyah ini pula terjadi peningkatan dalam dunia keilmuan dan gairah intelektual, seperti mengadakan diskusi- diskusi keagamaan yang berpusat di masjid- masjid. Sewaktu Iksidi wafat, kedua putranya belum dewasa. Oleh karena itu, kekuasaan dilimpahkan kepada gurunya, Kafur al Ikhsidi. Kafur memproklamirkan diri sebagai wali. Berkat kepandaian Kafur, gerak maju Fathimi di sepanjang pantai Afrika Utara dapt ditahan, begitu pula dinasti Hamdani di Syiria Utara. Pada fase ini tercatat nama besar di bidang intelektual, Muhammad Ibn al-Tamimi, Abu Ishaq al-Marwaji, Abu Amr Amr al-Hindi. Disamping itu, mereka juga meninggalkan istana al-Mukhtar, taman Bustan al-Kafur, dan Maidan al-Ikhsyd (sebuah gelanggang). Di samping itu, dinasti ini mewariskan bangunan- bangunan megah seperti sebuah Istana al Mukhtar di Raudah dan taman yang dikenal dengan Bustan al Kafuri.[51]
c.       Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Ikhsidiyah
Hanya setelah meninggalnya Kafur, Iksidiyah menjadi dinasti yang lemah. Pada masa itu, Abu al Fawarisaris Ahmad Ibn Ali yang menerima tahta setelah Kafur tidak bertahan lama karena kepemimpinannya yang sangat lemah. Sehingga serangan yang terus menerus dilancarkan oleh Fatimiyah terhadap pemerintahnnya membuat dinasti ini tidak berdaya dan tidak mampu mempertahankan kekuasaannya di Mesir. Sehingga dinasti ini dapat ditaklukkan oleh Fatimiyah.  

7.      Dinasti al-Murabitun Atau al-Murawiyah
a.      Kemunculan dinasti al-Murabitun
Dinasti Murabbitun berdiri pada tahun 479-540 H. yang berkuasa di Maghribi. Nama Murabbitun berkaitan erat dengan nama tempat tinngal mereka (ribat,semacam madrasah). Mereka biasa juga diberi sebutan al-mulassimun (pemakai kerudung sampai menutupi wajah).

b.      Keunggulan dinasti Murabitun
Yahya bin Ibrahim, berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Wadi Dara, dan kerajaan Sijil Mast yang dikuasai oleh Mas’ud bin Wanuddin.[52] Ketika Yahya bin Umar meninggal Dunia, jabatannya diganti oleh saudaranya, Abu Bakar bin Umar[53],
Pada tahun 1062 M, Yusuf bin tasyfin mendirikan ibu kota di Maroko. Dia berhasil menaklukkan Fez (1070 M) dan Tangier (1078 M). Pada tahun 1080-1082 M, ia berhasil meluaskan wilayah sampai ke Al Jazair. Dia mengangkat para pejabat Al-Murabithun untuk menduduki jabatan Gubernur pada wilayah taklukannya, sementara ia memerintah di Maroko. Yusuf bin Tasfin meninggalkan Afrika pada tahun 1086 M dan memperoleh kemenangan besar atas Alfonso VI (Raja Castile Leon) dan Yusuf bin Tasfin mendapat dukungan dari Muluk At-Thawa’if dalam pertempuran di Zallaqah. Ketika Yusuf bin Tasfin meninggal Dunia, ia mewariskan kepada anaknya, Abu Yusuf bin Tasyfin. Warisan itu berupa kerajaan yang luas dan besar terdiri dari negeri-negeri Maghrib, bagian Afrika dan Spanyol. Ali ibn Yusuf melanjutkan politik pendahulunya dan berhasil mengalahkan anak Alfonso VI (1108 M). Kemudian ia ke Andalusia merampas Talavera Dela Rein.
c.       Kemunduran dan kehancuran dinasti Murabbitun
Lambat laun Dinasti Al- Murabithun mengalami kemunduran dalam memperluas wilayah. Kemudian Ali mengalami kekalahan pertempuran di Cuhera (1129 M). kemudain ia mengangkat anaknya Tasyfin bin Ali menjadi Gubernur Granada dan Almeria. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menguatkan moral kaum Murabithun untuk mempertahankan serangan dari raja Alfonso VII. Masa terahir Dinasti Al-Murabithun tatkala dikalahkan oleh Dinasti Muwahiddun yang dipimpin oleh Abdul Mun’im. Dinasti Muwahiddun menaklukkan Maroko pada tahun 1146-1147 M yang ditandai dengan terbunuhnya penguasa Al-Murabithun yang terakhir, Ishak bin Ali.

8.      Dinasti Muwahiddun
a.      Kemunculan Dinasti Muwahidun
Muwahhiddun merupakan Dinasti Islam yang pernah berjaya di Afrika Utara selama lebih satu abad.[54] Didirikan oleh Muhammad bin Tummart.[55] Semangat perjuangan Ibn Tumart adalah menghancurkan kekuatan Murabhitun. Pada tahun 1129 M, di bawah komando Abu Muhammad Al Basyir, kaum Muwahiddun menyerang ibu kota Murabithun. Peristiwa itu terkenal dengan nama perang Buhairah. Dalam perang itu Muwahhidun kalah dan mengakibatkan meninggalnya Ibn Tumart.
b. Masa Keunggulan Dinasti Muwahhidun
Pada tahun 1163 M, Abdul Mun’im bin ‘Ali diangkat sebagai pemimpin menggantikan Ibn Tumart. Di bawah kepemimpinannya Al-Muwahiddun Meraih kemenangan. Pada tahun 1131 M Muwahiddun menguasai Nadla , Dir’ah Taigar, Fazar dan Giyasah. Pada tahun 1139 M, Muwahiddun melancarkan serangan ke pertahanan Murabithun sehingga jatuh ketangan kaum Muwahiddun. Fez kota terbesar kedua setelah Marrakech, direbut al-Muwahhidun pada tahun 1145 M. Setahun kemudian berhasil menguasai Marrakech dan menjatuhkan Murabithun. Setelah berhasil menjatuhkan Murabithun Abdul Mun’im memperluas wilayah kekuasaannya, pada tahun 1152 M Al-Jazair direbutnya. 6 tahun berikutnya wilayah Tunisia dikuasai dan 2 tahun setelah itu Tripoli jatuh ketangannya. Kekuasaannya dari Tripoli hingga ke Samudera Atlantik sebelah Barat, suatu prestasi gemilang dan belum pernah dicapai oleh Dinasti manapun di Afrika Utara. Pada tahun 1162 M, Abdul Mun’im memperluas wilayahnya ke daerah yang dikuasai orang Kristen. Pada tahun itu Abdul Mun’im wafat. Ia diganti puteranya Abu Ya’kup Yusuf Abdul Mun’im (1184 M). Ia memperluas wilayah di utara dari timur pada tahun 1169 M dibawah Abu Hafs al Muwahhidun, dia berhasil merebut Toledo.
Dalam beberapa generasi ini Muwahhidun mengalami masa kemajuan.

c. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Muwahhidun
Setelah kematian Ya’kub, Muwahhidun memasuki masa kemunduran. Bersamaan dengan kemunduran ini, pasukan Salib yang telah dikalahkan oleh Salahuddin di Palestina kembali ke Eropa dan mulai menggalang kekuatan baru dibawah pimpinan Alfonso IX. Kekuatan KRISTEN ini mengulangi serangan ke Andalusia dan kali ini mereka berhasil mengalahkan kekuatan Muslim Muwahhidun. Setelah beberapa kali mengalami kekalahan
dan akhirnya penguasa muwahhidun meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara (Maroko) pada tahun 1235 M.[56]

9.      Dinasti Kalbiyah ( 965 – 1044 M )
a.      Kemunculan dinasti Kalbiyah
Dinasti kalbiyah berkuasa selama 80 tahun. Hasan dapat menaklukkan daerah kristen di sebelah utara Sisilia, Tormina kemudian merubah nama kota itu menjadi Mu`izziyah sebagai penghormatan terhadap khalifah Fathimiyah Muiz . Sejak tahun 948 M, Khalifah Fatimiyah, Ismail Al-Mansur mengangkat Hassan Al-Kalbi sebagai emir Sicilia. Secara defakto, Emirat Sicilia terlepas dari pemerintahan Faimiyah di Mesir. Lalu digantikan Emir yang baru bernama Abu Al-Qasim (964 M – 982 M). pada masa kedua emir itu berkuasa, Muslim Sicilia bertempur dengan Bizantium. Setelah itu, kekuasaan Islam meredup seiring perebutan kekuasaan di tubuh umat Islam. Pada 1061 M, Sicilia lepas dari tangan umat Islam.
b.      Keunggulan Dinasti Kalbiyah
Peradaban Islam berkembang pada masa dinasti Kalbiyah yang berkuasa selama 80 tahun. Di bidang Fisik, Kota Palermo dihiasi dengan 150 tempat pemotongan hewan, 300 masjid, 7000 jamaah shalat jumat dan 300 sekolah guru . Di bidang Pertanian sudah menggunakan sistem pengairan , bibit unggul didatangkan dari negara timur, dan sistem penanaman bibit meniru bangsa Arab. Di bidang Perindustrian sudah mampu mengembangkan industri tambang emas, belerang, sulfur, tawas, industri perikanan, penenunan kain sutra. Di bidang Perdagangan sudah maju dan saat itu masih dikuasai orang Arab dan pelabuhan Messina menjadi kota perdagangan. Dan sudah mengadakan kharaj dan jizyah. Di bidang ilmu, perkembangan ilmu agama islam lebih menonjol dibanding dengan yang lain.[57] Di bidang Sosial dan Ekonomi mereka berhasil membangun irigasi dengan sistem Hydraulic yang didatangkan dari Persia dan sistem Siphon dari Roma. Dengan irigasi yang baik maka perkebunan dan pertanian semakin maju. Sehingga tanaman kapas, rami di Giattini , berbagai macam jeruk di ekspor
c.       Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Kalbiyah
Sejak tahun 948 M, Khalifah Fatimiyah, Ismail Al-Mansur mengangkat Hassan Al-Kalbi sebagai emir Sicilia. Secara defakto, Emirat Sicilia terlepas dari pemerintahan Faimiyah di Mesir. Lalu digantikan Emir yang baru bernama Abu Al-Qasim (964 M – 982 M). pada masa kedua emir itu berkuasa, Muslim Sicilia bertempur dengan Bizantium. Setelah itu, kekuasaan Islam meredup seiring perebutan kekuasaan di tubuh umat Islam. Pada 1061 M, Sicilia lepas dari tangan umat Islam.

10.  Dinasti Fathimiyah
a.      Kemunculan Dinasti Fathimiyah
Dinasti Fatimiah didirikan oleh Ubaidillah Al Mahdi Abu Muhammad, beliau di lantik pada tahun 297 di Qairawan Maroko. Ketika Ubaidillah Al Mahdi sampai di Maroko kelompok syiah Idrisiah langsung menyambutnya dan membaiat sebagai khalifah dengan ibu kotanya Al Manshuriah. Pada tanggal 4 rabiul Akhir tahun 298 H / 911 M pengumuman pendirian Daulah Fatimiah dibuat diatas mimbar sebagai bertanda berakhirnya Daulah Aghlabiah8 (184 H-296 H / 800 M-908 M), di Negara tersebut dan Ubaidillah Al Mahdi digelar Amirul Mukminin.[58] Upaya untuk menakluki Mesir sudah dimulai semenjak tahun 301 H / 913 M namun masih gagal tetapi pada tahun 358 H / 969 M Al Mu’iz Lidinillah menyiapkan 100.000 pasukan bahkan lebih, termasuk pasukan berkuda dan kapal laut, pasukan yang dikomandoi oleh Jauhar Siqli langsung menuju Iskandariah tanpa perlawanan penduduk setempat.[59]
b.      Keunggulan  Dinasti Fathimiyah
Al Mu’iz Lidinillah membuat peraturan tentang perpajakan dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, keadaan ini membuat rakyat agak senang walau dalam kebijakan keagamaan terdapat banyak kontroversi. Maka mulailah aliran syiah di taburkan dengan leluasa dan dihilangkannya pengaruh Abbasiah yang sunni.
Daerah Kekuasaannya di Afrika meliputi Maroko, Tunisia, Mesir, di Asia meliputi Syiria, Yordania, Hijaj15. Ada pendapat yang mengatakan kekuasaannya juga meliputi Mekah, Madinah namun penulis belum menemukan data sejarah tentang hal tersebut.[60]
Pemahaman syiah pada masa Daulah Fatimiah sangatlah kental terlihat dalam kebijakan politik kenegaraannya.[61] Dalam bidang kebudayaan dan Keagamaan
Menjadikan mesjid sebagai tempat pendidikan agama walaupun yang dimaksud untuk mengembangkan ideology mereka. Jami Al Azhar mempunyai penghargaan tersendiri dari para khalifah fatimiyin, dibalik itu mereka ingin menjadikannya markas penyebaran faham syiah. Di sekitarnya dibangun rumah bagi mereka yang mengajar pada Al azhar, dari sinilah dimulainya pengajaran di jami Al Azhar. Dalam blantika dunia keilmuan, Al Azhar merupakan universitas tertua, tidak hanya di dunia Islam, namun di seluruh dunia.[62]
c.       Keruntuhan Daulah Fatimiah
Pada tahun 558 H/1163 M, panglima Asasuddin Shirkuh membawa Shalahuddin Al-Ayyubi untuk menundukkan Daulat Fatimiyah di Mesir. Usahanya berhasil. Khalifah Daulat Fatimiyah terakhir Adhid Lidinillah dipaksa oleh Asasuddin Syirkuh untuk menandatangani perjanjian.[63] Selain itu faktor lain penyebab runtuhnya dinasti Fathimiyah yakni munculnya ulama-ulama besar seperti Abu Ishaq Asy Syairazi, Ibnu Jauzi dan lain-lain dalam memberi peringatan tentang bahaya ideologi Syiah. Kembali Khilafah Abbasiah berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah dimana sebelumnya yang berkuasa adalah Dinasti Buwaih berfaham Syiah. Perlawanan masyarakat Mesir yang semakin meluas terhadap ajaran Syiah yang di bawa oleh Daulah Fatimiah Khilafah Abbasiah Al Qadir billah Amirul Mukminin pada tahun 480 H meminta Fuaqaha’ Muktazilah bertaubat dan melarang mereka mempelajari hal-hal yang bertentangan dengan Islam, termasuk juga melarang masyarakat berideologi seperti Syiah serta menjauhkan diri dari perbuatan bid’ah. Penangkapan pengikut Syiah, Qaramithah dan di umumkan diatas mimbar tentang kesesatan pahaman tersebut. Seruan dan taktik yang di buat oleh khalifah semakin membuat bani Buwaih tertekan dan lemah, sehingga membuat kekuatan Syiah berada pada taraf yang sangat lemah.

11.  Dinasti Rustamiyah 160-296
Dinasti Rustamiyah berdiri pada tahun 160-296.di Aljazair Barat yang dipelopori oleh Abdurrahman ibn Rustam yang beraliran Khawarij Ibadiyah.Keberadaan dinasti tersebut sebenarnya merupakan protes terhadap dominasi Arab yang Sunni.Ibu kotanya ialah Tahart yang berhubungan dengan kota Aures,Tripolitani dan Tunisia Selatan.Dinasti ini bersekutu dengan bani umaiyah diSpanyol karena terjepit oleh Idrisiyah yang Syi’ah di Barat dan Aglabiyah yang Sunni diTimur mereka.Dinasti ini berakhir dengan jatuhnya Tahart ke tangan para penyebar dakwah fatimiyah tahun 296.Abu Abdullah dari suku Berber Ketama,dan keluarga rustamiyah banyak dibunuh oleh penakluknya itu,sedang yang lain meloloskan diri ke selatan,Wargla.Walaupun secara politis masih berkembang dan berpengaruh dibeberapa wilayah Magrib seperti oase Mazb Aljazair,Pulau jerba di Tunisia,dan jabal Nefusa hingga kini.Tahart,dimasa Rustamiyah mengalami kemakmuran yang menakjubkan dan sebagai persinggahan diutara diantara salah satu rute-rute kafilah trans-sahara,juga merupakan pusat ilmu pengetahuan agama yang tinggi khususnya aliran khawarij untuk seluruh Afrika Utara dan bahkan diluar wilayah tersebut,seperti Oman,Zanzibar dan Afrika timur.[64]

12.  Dinasti Ziriyah Dan Hammadiyah
Dinasti Ziriyah dan Hammadiyah berdiri pada tahun 361-547 M.Di Afrika Utara sebelah Tengah (Aljazair Timur) dengan ibu kota Qairawan.Ziriyah merupakan kaum ber-ber Sanhajah,yang memberikan bantuan militer kepada ibu kota Fatimiyah al-Mahdiyah,334M.Ketika diserbu oleh pemberontak Khawarij.Khalifah Mu’izli Dinillah dari Fatimiyah memindahkan ibu kotanya ke Mesir sehingga wilayah barat banyak dikuasai oleh Ziriyah.Oleh karena luas wilayahnya itu maka dibagilah menjadi dua,yakni bagian barat diberikan kepada Hammadiyah,cabang dari Ziriyah,yang berpusat di Qal’at Bani Hammad,sedangkan ditimur tetap ada pada Ziriyah.Dinasti ini berorentasi kepada Abbasiyah,tetapi Hammadiyah loyal kepada Fatimiyah.Oleh karena itu Fatimiyah memerangi Ziriyah dan memaksanya keluar dari daratan Afrika utara,yang akhirnya jatuh ke tangan dinasti Muwahhidun.




DAFTAR PUSTAKA

Amin, Syamsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Bosworth, C.E. The Islamic Dynasties, Eidenburgh, 1980. Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Ilyas Hasan.  Bandung: Mizan anggota IKAPI.
Hasan, Ibrahim Hasan, 1988, Tarikh al-Islami,(terj) Sejarah dan Kebudayaan islam. Yogyakarta: Kota Kembang.
Hitti, Philip K. 2010. History of the Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Setia.
Johnson, Lih Doyle Paul. 1994. Teori Sosiologi: Klasik dan Modern.Terjemahan. Robert M.Z. Lawang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mufradi, Ali. 1997. Islam dan Kawasan Kebudayaa Arab. Jakarta: Wacana Ilmu.
Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah,
Nurhakim, Moh. 2004. Sejarah dan Peradaban Islam, Malang: UMM Press
Perpustakaan Nasional RI. 2002. Ensiklopedi Islam, Jakarta;Ichtiar Baru Van Hoeve,
Supriyadi, A. Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Syalabi, A.  1982. Sejarah dan Kebudayan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Al-usairy, Ahmad. at-Tarikhul Islami terj. H. Samson Rahman, MA, Jakarta : Akbar Media, 2003 Hal.262
Watt, W. Montgomery. 1988.  Islamic Political Though. terjemahan Helmy Ali dan Muntaha Azhari. Jakarta: P3M.
www.islamonline.net.
CyberMQ.com
http// akademika.dinasti-dinasti Independen.wordpress.com
http//danankBlogs_dinasti-dinasti.kecil di Baghdad. Wordpress.com.




































































Mengenai Saya

Foto saya
نحن نحكم بالظواهر ويتولّى الله السرائر