BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejarah
tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan di
masa mendatang. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan masa
khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan Islam pada masa itu
menjadi masa daulah, dan dalam makalah ini akan disajikan sedikit tentang masa
daulah Abbasiyah.
Dalam
peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah
peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan
ummat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada masa ini banyak
kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang Ekonomi, Politik,
dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah yang perlu untuk kita ketahui sebagai acuan semangat
bagi generasi ummat Islam bahwa peradaban ummat Islam itu pernah memperoleh
masa keemasan yang melampaui kesuksesan negara-negara Eropa. Dengan kita
mengetahui bahwa dahulu peradaban ummat Islam itu diakui oleh seluruh dunia,
maka akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai
sejarah peradaban ummat Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa
keemasan itu kembali nantinya oleh generasi ummat Islam saat ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang lahirnya
dinasti abasiyyah ?
2. Bagaimana perkembangan politik yang telah dicapai
dinasti abbasiyah?
3. Bagaimana perkembangan ilmu
pengetahuan dan peradapan dinasti abbasiyah?
4. Apa saja factor yang mempengaruhi
kemajuan dan kemunduran dinansti abbasiyah ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui Sejarah Berdirinya
Dinasti Abasiyyah
2. Mengetahui perkembangan politik dan
Ilmu Pengetahuan Dinasti Abasiyyah
3. Mengetahui faktor-faktor kemajuan
dan kemunduran dinasti abbasiyah
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah berdirinya dinasti
abbasiyah
Kekuasaan dinasti bani abbas, atau khilafah
abbasiyah disebutkan melanjutkan kekuasaaan dinasti umayyah. Dinamakan khilafah
abbasiyah karena pendiri dan penguasa dinasti ini berasal dari nama keluarga
Bani Hasyim, yakni seleluhur dengan nabi Muhammad SAW yang diambil dari nama paman
beliau al Abbas. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al Shaffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Kekuasaan dinasti abbasiyah
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang yaitu selama lima abad dari tahun
132-656 H (750 M-1258 M).
Sekitar
awal abad ke-8 (720 M), kebencian terhadap pemerintahan dinasti umayyah telah
tersebar luas. Kelompok-kelompok yang merasa tidak puas bermunculan, antara
lain :
a.
Kelompok muslim
non-arab (mawali) yang memprotes kedudukan mereka sebagai warga kelas dua di
bawah warga muslim arab.
b.
Kelompok syiah
dan khawarij
c.
Kelompok muslim
arab di mekah, madinah dan irak.
d.
Kelompok muslim
yang saleh, baik arab maupun non-arab
Kelompok-kelompok tersebut membentuk suatu kekuatan
gabungan yang dikoordinasi oleh keturunan abbas, paman nabi Muhammad saw.
Perubahan politik turunan abbas ini dipelapori Muhammad bin ali bin Abdullah
bin abbas.
Peluang emas yang dimiliki bani abbasiyah unuk
merebut pemerintahan bani umayyah itu terjadi pada masa khalifah marwan bin
muhammad (127-132 H/745-750 M) yakni khalifah bani umayyah terakhir. Gerakan
bani Abbasiyah menyusun dan merencanakan kegiatannya di al Humaynah, tiga kota
dijadikan sebagai pusat kegiatan, yaitu :
a.
Humaymah sebagai
pusat perencanaan organisasi, humaymah merupakan tempat yang tentram, bermukim
di kota itu kekuarga bani hasyim, baik dari kalangan pendukung ali maupun
keluarga bani abbas
b.
Kuffah sebagai
kota penghubung, penduduk kuffah adalah wilayah penganut aliran syiah, yang
selalu bergolak dan ditindas oleh bani umayyah
c.
Khurasan sebagai
pusat gerakan praktis. Khurasan memiliki warga pemberani, kuat fisik, teguh
pendirian, tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung terhadap
kepercayaan yang menyimpang disanalah diharapkan dakwah kaum abbasiyah mendapat
dukungan.
Langkah
langkah bani abbas untuk mendirikan bani abbasiyah adalah :
1.
Membentuk
gerakan bawah tanah. Dengan tokohnya antara lain : Muhammad al abbas, Ibrahim
al imam, abu muslim al khurasani, abu abbas as saffah dan abu ja’afar al Mansur
2.
Menerapkan
politik bersahabat, artinya turunan abbas tidak memperlihatkan sikap bermusuhan
dengan bani umayyah.
3.
Menggunakan nama
bani hasyim (ahlulbait)
4.
Menetapakan
khurasan sebagai pusat kegiatan gerakan bani abbas yang dipimpin oleh abu
muslim al khurasani.
Strategi tersebut berhasil menghimpun kekuatan
besar. Dalam perjuangannya melemahkan bani umayyah, bani abbasiyah menerapkan
cara kepemimpinan yang bersifat kolektif namn tertutup dengan gerakan bawah
tanah.
Pada tahun 132 H/750 M berkuasalah daulah abbasiyah
menggantikan daulah umayyah yang telah hancur di damaskus.
2.2 Perkembangan
Politik Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah didirikan secara
revolusioner dengan menggunakan jasa orang-orang khurasan dalam hal ini Abu
Muslim al-Khurasany yang telah berhasil mengumpulkan para pendukungnya dari
kaum muawiyah yang merasa tertekan dan tersisihkan dari kekuasaan para penguasa
dinasty Umayyah yang telah menjadikan kasta Arab sebagai kasta tertinggi dalam
daulahnya dan kaum persia menjadi pembantu-pembantu orang-orang Arab. Pada masa
pemerintahan Khalifah pertama Abbasiyah terdapat tiga orang pembantunya yang
memiliki kekuasaan setelah khalifah mereka adalah Abu Muslim sang pemimpin
revolusi Abbasiyah menguasai seluruh wilayah Timur, Abu Ja‟far al-Mansur
(saudara al-Saffah) menguasai wilayah Jazirah, Armenia, dan Irak, dan Abd Allah
bin Aly (paman al-Saffah) menguasai Syam. Berkat keijakan politik yang dibangun
oleh khalifah pada masa Dinasti Abbasiyah kehidupan masyarakat serta gaya hidup
masyarakat yang lebih baik. Salah satu dampak positif dari kebijakan khalifah
terhadap kebebasan wanita berkarya sehingga banyak wanita yang memberikan
sumbangan prestasi terhadap negara. Kebijakan ini terjadi pada pemerintahan
Dinasti Abbasiyah, disamping itu kedudukan budak dan mantan budak lebih
bergeser pada derajat yang lebih baik. Khusus dibidang perdagangan dan
Industri, kebijakan khalifah dalam melibatkan jaringan perdagana Internasional.
Perdagangan paling awal adalah dengan melibatkan orang kristen dan yahudi
sementara pada masa berikutnya lebih melibatkan orang-orang Islam arab yang
pandai berdagang. Kebijakan ini ditetapkan mengingat luasnya wilayah kekuasaan
khalifah. Kebijakan lain yang juga ditetapkan oleh khalifah adalah
mengembangkan industri pertanian, islamisasi kerajaan dan sebagainya.
Tatanan
negeri dibawa pemerintahan Dinasti Abbasiyah membawa pengarung besar terhadap
peradaban dunia karena sistem politiknya yang luarbiasa tertata rapi. Mulai
dari penataan sumber pemasukan Negara, penyetaraan dan penguatan biro-biro
pemerintahan, penguatan sistem organisasi militer serta penguatan administrasi
wilayah pemerintahan. Berangkat dari sistem politik itulah sehingga Dinasti
Abbasiyah berkembang dengan pesatnya, bahkan tercatat dalam sejarah islam
sebagai Dinasti terlama yaitu selama 5 abad lebih. Inilah catatan pada tinta
emas sejarah islam yang berhasil ditorehkan oleh kekhalifaan Dinasti Abbasiyah
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai
sistem politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan
oleh Daulah Bani Abbasiyah antara lain :
a.
Para Khalifah tetap dari
Arab, sementara para menteri gubernur, panglima perang dan pegawai lainnya
banyak dipilih dari keturunan Persia dan Mawali
b.
Kota Bagdad ditetapkan
sebagai ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi dan
kebudayaan.
c.
Kebebasan berfikir dan
berpendapat mendapat porsi yang tinggi.
d.
Ilmu pengetahuan dianggap
sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk
menjalankan tugasnya dalam pemerintah.
Selain
sistem politik yang diterapkan diatas, pemerintahan Abasiyyah periode I juga
mengembangkan kebijakan-kebijakan politik diantaranya adalah.
a.
Memindahkan ibu kota dari
Damaskus ke Bagdad
b. Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c.
Merangkul orang-orang
persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abasiyyah memberi peluang dan
kesempatan yang besar kepada kaum Mawali
d.
Menumpas
pemberontakan-pemberontakan
e. Menghapus politik kasta
Dalam menjalankan
pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh wazir
(perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat.Wizaraat ini
dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh
dan tak terbatas), waziraat ini memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk
penggantinya. Kedua, wizaraat tanfidz (memiliki kekuasaan eksekutif
saja) wizaraat ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan perintah
khalifah dan mengikuti arahannya.
Model pemerintahan
Model pemerintahan yang diterapkan oleh Abasiyyah bisa
dikatakan asimilasi dari berbagai unsur. Ini terlihat jelas dari adanya
periodesasi atau tahapan pemerintahan Abasiyyah. Ciri-ciri yang menonjol pada
masa pemerintahan Abasiyyah yang tidak terdapat di zaman Umayyah adalah
A.
Dengan berpindahnya ibu
kota ke Bagdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh arab,
sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode
pertama dan ketiga pemerintahan Abaasiyyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat
kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa turki sangat dominan dalam
politik dan pemerintahan dinasti ini.
B. Dalam penyelenggaraan negara, pada Bani Abbasiyyah jabatan
wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam
pemerintahan Bani Umayyah.
C. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada maasa pemerintahan
Bani Abbas, sebelumnya belum ada tentara yang profesional.
Perbedaan dan
persamaan model pemerintaha masa dinasti bani Abasiyyah dan bani umayyah. Dapat
dilihat dari tabel berikut :
|
Bani
Abbasiyah
|
Bani
umayyah
|
persamaan
|
Menerapkan
sistem warisan pada prosespemilihan khalifah
|
|
perbedaan
|
Adanya unsur non Arab dalam sistem
pemerintahannya adanya pengaruh Persi dan Turki
|
Adanya dominasi unsur Arab
|
Semakin komplitnya struktur
pemerintahan
|
Sangat terbatas karena lebih fokus
pada upaya ekspansi
|
|
Profesionalisme tentara mulai
tertata
|
Belum tertata secara profesional
dalam bidang ketentaraan
|
2.3 Perkembangan
kebudayaan dan ilmu
A. Perkembangan kebudayaan
islam
Perkembangan
kebudayaan islam berjalan seiring dengan penyebaraan agama islam. Pada masa
bani abbasiyah wilayah pemerintahan islam meluas sampai ke spanyol barat dan
india di timur. Selama beberapa ratus tahun, banyak orang-orang non-islam yang
masuk islam karena tertarik dengan kemajuan islam. Contohnya adalah penduduk
mesir, suriah, palestina, persia, aljazira, maroko, Libya,Tunisia, dan spanyol.
B. Perkembangan Ilmu
Pengetahuan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pada
masa Dinasti Abbasiyah kehidupan peradaban Islam sangat maju, sehingga pada
masa itu dikatakan sebagai jaman keemasan Islam. Kaum muslimin sudah sampai
pada puncak kemuliaan, baik kekayaan, bidang kekuasaan, politik, ekonomi, dan
keuangan lebih lagi dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, baik
pengetahuan agama dan pengetahuan umum mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Berbagai ilmu telah lahir. Hal ini dikarenakan antara lain:
1.
Penelitian-penelitian dan
kajian-kajian tentang ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh para kaum muslimin
itu sendiri,
2. Penerjemahan buku berbahasa asing seperti halnya Yunani, Mesir,
Persia, India, dan lain-lain ke dalam bahasa Arab dengan sangat gencar.
Buku-buku yang diterjemahkan antara lain: ilmu kedokteran, kimia, ilmu alam,
mantiq (logika), filasat al jabar, ilmu falak, matematika, seni, dan lain-lain.
Penerjemahan
dan penelitian tersebut pada umumnya dilakukan pada masa pemerintahan Abu
Ja‟far, Harun ar-Rasyid, al-Makmum, dan Mahdi.
Khalifah Harun
ar-Rasyid sangat serius dalam memajukan pengetahuan tersebut. Beliau mendirikan
lembaga ilmu pengetahun yang diberi nama BAITUL HIKMAH sebagai pusat
penerjemahan, penelitian, dan pengkajian ilmu perpustakaan serta lembaga
pendidikan (Perguruan Tinggi).
Dengan
begitu kaum muslimin dapat mempelajari berbagai ilmu dalam bahasa Arab. Dan
hasilnya bermunculan sarjana-sarjana besar muslim dari berbagai disiplin ilmu
yang sangat terkenal juga ulama-ulama besar yang sangat tersohor seperti halnya
Imam Abu Hanafi-Imam Malik-Imam Syafei-Imam Hambali, Imam Bukhari, dan Imam
Muslim.
Ilmu
pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para
khalifah dan pembesar lainnya membuka peluang seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah sendiri pada umumnya adalah
ulama-ulama yang mencintai ilmu, menghormati para sarjana dan memuliakan para
pujangga
Mereka
benar-benar menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, mereka mempraktikkan syariat
Islam: bahwa tinggi rendahnya derajat dan martabat seseorang tergantung pada
banyak sedikitnya pengetahuan yang ia miliki di samping ketakwaannya pada Allah
swt. Allah berfirman dalam QS al
mujaddalah/58:11 Artinya :”Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang
yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa
derajat. (QS Al Mujaddalah/58:11).
Para
khalifah dalam memandang ilmu pengetahuan sangat menghargai dan memuliakannya.
Oleh karena itu, mereka membuka peluang seluas-luasnya terhadap pengembangan
ilmu pengetahuan kepada seluruh mahasiswa baik dari kalangan Islam maupun
kalangan lainnya. Para khalifah sendiri pada umumnya seorang ulama yang
mencintai ilmu, menghormati sarjana dan para pujangga. . Kebebasan berfikir
sangat dijunjung tinggi. Para sarjana (ulama) dibebaskan untuk berijtihad
mengembangkan daya intelektualnya dan bebas dari belenggu taqlid. Hal ini
menjadikan ilmu pengetahuan umum atau agama berkembang sangat tinggi. Sebagai
bukti antara lain:
1.
Dibentuk Korps Ulama yang
anggotanya terdiri dari berbagai negara dan berbagai agama yang bertugas
menerjemahkan, membahas, dan menyusun sisa-sisa kebudayaan kuno, sehingga pada
masa itu muncullah tokoh-tokoh muslim yang menyebarluaskan agama Islam dan
menghasilkan karya-karya yang besar.
2.
Didirikanlah Baitul Hikmah
sebagai pusat penterjemahan, penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan baik
agama maupun umum.
3.
Didirikan Majelis Munazarat
yaitu suatu tempat berkumpulnya para sarjana muslim, untuk membahas ilmu
pengetahuan, para sarjana muslim diberi kebabasan berfikir atas ilmu
pengetahuan tersebut.
Kemajuan
dan perkembangan ilmu pengetahuan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah sangat
pesat, sehingga lahir beberapa ilmu dalam agama Islam, antara lain sebagai
berikut.
a. Ilmu Hadis
Ilmu
hadis adalah ilmu yang mempelajari tentang hadis dari sunat, perawinya, isi,
dll. Pada masa itu bermunculan ahli-ahli hadis yang besar dan terkenal beserta
hasil karyanya, antara lain:
1.
Imam Bukhari, lahir di
Bukharo 194 H di Bagdad, kitabnya yang termasyur adalah al-Jami‟us sahih dan
terkenal dengan sahih Bukhari.
2.
Imam Muslim wafat tahun 216
H di Naisabur. Kitabnya Jami‟us dan terkenal dengan „Sahih Muslim”.
3.
Abu Dawud dengan kitab
hadisnya berjudul “Sunan Abu Dawud”.
4.
Ibnu Majah dengan kitab
hadisnya Sunan Ibnu Majah.
5.
At-Tirmidzi sebagai
kitabnya Sunan Tirmidzi
6. Dan lain-lain.
b. Ilmu Tafsir
Ilmu
tafsir adalah ilmu yang menjelaskan tentang makna/kandungan ayat Al-Qur‟an.
Sebab-sebab turunnya ayat/Asbabun nuzulnya, hukumnya, dan lain-lain. Adapun
ahli tafsir yang termasyur ketika itu antara lain:
1.
Abu Jarir at-Tabari dengan
tafsirnya Al-Qur‟anul Azim sebanyak 30 juz.
2. Abu Muslim Muhammad bin Bahr Isfahany (mu‟tazilah), tafsirnya
berjumlah 14 jilid.
c. Ilmu Fikih
Ilmu
fikih yaitu ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum Islam (segala sesuatu
yang diwajibkan, dimakruhkan, dibolehkan, dan yang diharamkan oleh agama
Islam).
d. Filsafat Islam
Filsafat Islam adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan
akal budi mengenai hakikat segala sesuatu yang ada, sebab asal hukumnya atau
ketentuan-ketentuannya berdasarkan Al-Qur‟an dan hadis. Manfaat filsafat Islam
adalah untuk menemukan hakikat segala sesuatu sebagai ciptaan Allah dan
merupakan bukti kebesaran-Nya. Allah swt. berfirman: Artinya: “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (Q.S. Ali-„Imran/3:
190).
e. Ilmu Tasawuf
Ilmu
tasawuf yaitu ilmu yang mengajarkan cara-cara membersihkan hati, pikiran, dan
ucapan dari sifat yang tercela sehingga tumbuh rasa taqwa dan dekat kepada
Allah swt. Untuk dapat mencapai kebahagiaan abadi (bersih lahir dan batin).
Orang muslim yang menjalani kehidupan tasawuf disebut sufi.
f. Sejarah
Sejarah
ialah ilmu yang mempelajari tentang berbagai peristiwa masa lampau yang
meliputi waktu dan tempat peristiwa itu terjadi, pelakunya, peristiwanya dan
disusun secara sistematis. Dengan mempelajari sejarah seseorang dapat mengambil
pelajaran, manfaat, dan hikmahnya dari peristiwa tersebut. Allah swt. berfirman
dalam Surah Yusuf ayat 111 : Artinya: “Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu
terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Yusuf/12: 111)
g. Kedokteran
Pada
masa Dinasti Abbasiyah kedokteran mengalami perkembangan dan kemajuan,
khususnya tatkala pemerintahan Harun ar-Rasyid dan khalifah-khalifah besar
sesudahnya. Pada waktu itu sekolah-sekolah tinggi kedokteran didirikan sehingga
banyak mencetak sarjana kedokteran.
h. Matematika
Para tokohnya antara
lain:
1. Al-Khawarizmi (194-266 H). Beliau telah menyusun buku Aljabar
dan menemukan angka nol (0). Angka 1-9 berasal dari Hindu, yang telah
dikembangkan oleh umat Islam (Arab).
2. Umar Khayam. Buku karyanya adalah Treatise On Algebra dan buku
ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis.
i. Astronomi
Astronomi
ilmu yang mempelajari perjalanan matahari, bumi, bulan, dan bintang-bintang
serta planet-planet yang lain. Tokoh-tokohnya antara lain:
1.
Abu Mansur al-Falaqi
2. Jabir al-Batani, beliau pencipta alat teropong bintang yang
pertama.
Ilmuwan/Tokoh-Tokoh
Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
a. Ahli
Filsafat Islam antara lain:
1.
Al-Kindi (185-252 H/805-873
M), terkenal dengan sebutan „Filosof Arab‟, beliau menerjemahkan buku-buku
asing ke dalam bahasa Arab. Bermacam-macam ilmu telah dikajinya, terutama
filsafat. Al-Kindi bukan hanya filosof, tetapi juga ahli ilmu matematika,
astronomi, farmakologi, dan sebagainya.
2.
Al Farabi (180-260 H/780 –
863 M), beliau menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Al Farabi
banyak menulis buku mengenai logika, matematika, fisika, metafisika, kimia,
etika, dan sebagainya. Filsafatnya mengenai logika antara lain dalam bukunya
“Syakh Kitab al Ibarah Li Aristo”, menjelaskan logika adalah ilmu tentang
pedoman yang dapat menegakkan pikiran dan dapat menunjukkannya kepada
kebenaran. Dia diberi gelar guru besar kedua, setelah Aristoteles yang menjadi
guru besar pertama. Buah karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa.
3. Ibnu Sina (Abdullah bin Sina) (370 - 480H/980 - 1060 M). Di
Eropa dikenal dengan nama Avicena. Sejak kecil ia telah belajar bahasa Arab,
geometri, fisika, logika, teolog Islam, ilmu-ilmu kedokteran dan Islam. Beliau
seorang dokter di kota Hamazan, Persia, yang aktif mengadakan penelitian
tentang berbagai macam jenis penyakit. Beliau juga terkenal dengan idenya
mengenai faham serba wujud atau wahdatul wujud, juga ahli fisika dan ahli jiwa.
Pada usia 17 tahun ia sangat terkenal. Karangan Ibnu Sina berjumlah lebih dari
dua ratus buku, yang terkenal antara lain: 1. Asy Syifa, buku ini adalah buku
filsafat, terdiri atas empat bagian yaitu logika, fisika, matematika, dan
metafisika. 2. Al-Qanun atau Canon of Medicine. Menurut penyebutan orang-orang
barat, buku ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan pernah menjadi
buku standar untuk Universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ke-17.
4. Ibnu Rusyd. Dilahirkan di Cardova pada tahun 250 H/1126 M dan
meninggal dunia tahun 675 H/1198 M. Dia dikenal di Eropa dengan nama Averoes.
Dia adalah ahli filsafat yang dikenal dengan sebutan bapak Rasionalisme. Dia
juga ahli ilmu hayat, ilmu fisika, ilmu falak, ilmu akhlak dan juga ilmu
kedokteran, ilmu fikih. Karyanya antara lain: a. Fasul Maqal fima Baina al
Hikmati Wasyari‟at Minal Ittisal. b. Bidayatul Mujtahid c. Tahafutut Tahafud d.
Fikih. Karangan beliau hingga kini masih banyak dijumpai di perpustakaan Eropa
dan Amerika.
b. Ahli
Kedokteran Muslim
1.
Hunain Ibnu Iskak, lahir
pada tahun 809 M dan meninggal pada tahun 874 M. Beliau adalah dokter spesialis
mata, karyanya adalah buku-buku tentang berbagai penyakit, dan banyak
menerjemahkan buku-buku kedokteran yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.
2. Ibnu Sina, di samping filosof juga sebagai tokoh kedokteran,
bukunya yang sangat terkenal di bidang kedokteran adalah Al-Qanun Fi Al-tib
dijadikan buku pedoman kedokteran di Universitas-universitas Eropa maupun
negara-negara Islam.
c. Ahli Sejarah
1.
Ibnu Qutaibah (828 M – 889
M) dengan hasil karyanya Uyun Al Akhbar yang berisi sejarah politik
negeri-negeri Islam.
2.
At-Thabari (839 M – 923 M)
menulis tentang sejarah para rasul dan raja-raja.
3. Ibnu Khaldun (1332 M – 1406 M) hasil karyanya Al Ihbar banyaknya
7 jilid dan setiap jilidnya berisi 500 halaman.
d. Ahli Fikih
1. Imam Abu Hanifah (80 – 150 H/700 – 767 M) beliau menyusun
madzhabnya yaitu madzhab Hanafi.
2.
Imam Malik Bin Anas, lahir
di Madinah tahun 93 H/788 M dan meninggal di Hijaz pada tahun 170 H/788 M,
beliau menyusun madzhab Maliki.
3.
Imam Syafii nama lengkapnya
Muhammad bin Idris bin Syafi‟i (150 – 204 H/767 – 802 M), sewaktu berumur 7
tahun sudah hafal Al Quran dan menyusun madzhabnya yaitu madzhab Syafi‟i.
4. Imam Hambali (164 – 241 H/780 – 855 M), beliau menyusun
madzhabnya, yaitu madzhab Hambali. Para mujtahidin mencurahkan segala
kemampuannya untuk mendapatkan ilmu-ilmu praktis dalam syariat Islam sehingga
umat Islam dengan mudah melaksanakannya.
e. Ahli Tasawuf
1. Rabi‟ah Adawiyah
(lahir di Baghdad tahun 714 M ajaran tasawufnya dinamakan „Mahabbah‟.
2. Abu Hamid bin
Muhammad bin ahmad Ghozali (1059– 111 M) - hasil karyanya yang terkenal adalah
„Ihya Ulumuddin‟.
3.
Abdul Farid Zunnu Al Misri, lahir tahun 156 H/773 M – 245 H/860 M), beliau
dapat membaca Hieroglif yang ditinggalkan di zaman Firaun (Mesir).
2.4
Faktor kemajuan ilmu pengetahuan dan peradapan islam
Puncak
kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809
M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam
keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga
pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga India.
Pada
masanya hidup pula para filsuf, pujangga, ahli baca Al-Qur’an, dan para ulama
di bidang Agama. Didirikan Perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah,
didalamnya orang dapat membaca , menulis, dan berdiskusi.
Pada
masanya pula berkembang Ilmu Pengetahuan Agama , seperti Ilmu Al-Qur’an,
Qira’at, Hadis, Fiqh, Ilmu kalam, Bahasa dan Sastra. Empat mazhab Fiqh tumbuh
dan berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Di samping itu pula berkembang ilmu
filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, dsb.
Lembaga
pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan
sangat pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik
sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak masa Dinasti Bani Umayyah,
maupun sebagai bahasa lmu pengetahuan.
Faktor-faktor penyebab berkembang pesatnya Ilmu Pengetahuan Agama dan
Syari’at di masa pemerintahan Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1)
Para penguasanya cinta kepada ilmu dan banyak memberikan
motivasi kuat kepada para ilmuan untuk melakukan kajian-kajian ilmiah dalam
berbagai disiplin ilmu. Baik ilmu agama dan syari’at (Al Ulum al- Naqliyah)
yang merupakan fondasi kehidupan, maupun ilmu-ilmu umum (Al Ulum al-Aqliyah)
yang merupakan penopang kehidupan. Adalah Al Ma’mun, khalifah pengganti
Al-Rasyid, dikenal sebagi khalifah yang sanagt cinta kepada ilmu.
2)
Sikap dan kebijaksanaan para penguasanya dalam mengatasi
segala persoalan, termasuk dalam sikap politiknya. Sebab sikap politik dinasti
Abbasiyah berbeda dengan sikap politik yang dijalankan pemerintahan Bani
Umayyah. Dinasti Umayyah sangat fanatik terhadap keturunan Arab (Arab
Orientid), tetapi dinasti Abbasiyah lebih bersifat demokratis, meskipun tampuk
pemerintahan masih tetap berada di tangan khalifah dari keturunan Arab.
Penyediaan sarana dan prasarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
3)
Terjadinya asimilasi antar bangsa Arab dengan
bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu
pengetahuan.
2.5 Faktor penyebab
kemunduran bani abbasiyah :
A.
Faktor intern
1.
Kemewahan hidup
dikalangan penguasa.
Perkembangan
peradapan dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai dinasti abbasiyah
pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup daripada
pendahulunya. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional asal
turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.
2. Perebutan
kekuassan antara keluarga bani abbasiyah
Perubutan
kekusaan dimulai sejak masa al-ma’mun dengan al-amin. Ditambah dengan masuknya
unsur turki dan parsi. Setelah al mutawakkil wafat, pergantian khalifah terjadi
secara tidak wajar. Dari kedua belas khalifah pada periode kedua dinasti
abbasiyah, hanya empat orang khalifah yang wafat dengan wajar, selebihnya, para
khalifah itu wafat karena dibunuh atau diracun atau diturunkan secara paksa.
3.
Konflik keagamaan
Sejak
terjadinya konflik antara muawiyah dan khalifah ali yang berakhir dengan
lahirnya tiga kelompok umat : pengikut muawiyah, syiah dan khawarij, ketiga
kelompok ini senatiasa berebut pengaruh. Yang senatiasa berpengaruh pada masa
kekhalifahan muawiyah maupun masa kekhalifahan abbasiyah adalah kelompok sunni
dan syiah. Walaupun pada masa-masa tertentu antara kelompok sunni dan syiah
saling mendukung, misalnya pada masa peerintahan buwaihi, antara kedua kelompok
tak pernah ada satu kesepakatan.
B.
Faktor Ekstern
1.
Banyaknya pemerintahan
Banyaknya
daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah, akibat kebijakan yang lebih
menekankan pada pembinaan perdapan dan kebudayaan
islam, secara real, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubenur-gubenur
yang bersangkutan, akibatnya provinsi-provinsi tersebut banyak yang melepaskan
diri dari genggaman penguasa bani abbas. Adapun cara provinsi-provinsi tersebut
melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad adalah : pertama, seorang pemimpin lokal
memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti
daulah umayah di spanyol dan idrisiyah di maroko. Kedua, seorang yang ditunjuk
menjadi gubenur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, kemudian
melepaskan diri, seperti daulah aglabiyah di Tunisia dan thahiriyah di kurasan.
2.
Dominasi bangsa
turki
Sejak abad kesembilan,
kekuatan militer abbasiyah mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa
abbasiyah mempekerjakan orang-orang professional di bidang kemiliteran,
khususnya tentara turki , kemudia mengangkatnya menjadi panglima-panglima.
Pengangkatan anggota militer inilah, dalam perkembangan selanjutnya, yang
mengancam kekuasaan khalifah. Tentara turki berhasil merebut kekuasaan tersebut
3.
Dominasi bangsa
persia
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dinamakan
khalifah bani abbasiyah karena para pendiri dan peguasanya adalah keturunan al
abbas paman nabi Muhammad saw. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al saffah
ibn Muhammad ibn ali ibn Abdullah ibn abbas. Berdirinya dinasti ini tidak
terlepas dari keamburadulan dinasti sebelumnya, dinasti umayyah. Pada mulanya
ibu kota negara adalah al hasyimiyyah dekat kuffah. Namun untuk lebih memantapkan
dan menjaga stabilitas negara al Mansur memindahkan ibu kota negara ke Baghdad.
Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti abbasiyah berada di tengah-tengah
bangsa Persia. Al Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya.
Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga exsekutif
dan yudikatif.
Puncak perkembangan dinasti
abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa bani abbasiyah
sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan islam. Dalam
bidang pendidikan misalnya di awal islam, lembaga pendidikan sudah mulai
berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa
pemerintahan bani abbasiyah dengan berdirinya perpustakaan dan akademik. Pada
beberapa dekade terakhir, daulah abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama
dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawa pada perpecahan yang menjadi
akhir sejarah daulah abbasiyah.
B.
Saran
Dari penjelasan
diatas kita sebagai umat islam dapat mengambil pelajaran. Bahwa seharusnya kita
yang hidup pada zaman modern bisa meneruskan perjuangan para ilmuwan zaman
daulah abbasiyah dahulu. Sebaliknya, kita juga dapat belajar dari
kekurangan-kekurangan yang ada pada dinasti besar ini gar tidak sampai terjadi
pada diri kita, dan anak cucu kita. Mereka telah dibutakan oleh kekuasaan,
sehingga mereka tega membantai hamper seluruh keluarga dinasti umayyah yang
notabennya adalah sesame umat islam. Selain itu kecerobohan yang terjadi pada
masa dinasti umayyah terulang lagi pada masa dinasti abbasiyah yang menyebabkan
runtuhnya kekuasaan dinasti abbasiyah. Kebiasaan penguasa berfoya-foya
menyebabkan runtuhnya kekuasaan yang telah susah payah mereka dirikan.
Daftar Pustaka
Munir amin, samsul.2015.Sejarah peradapan islam.jakarta:Amzah.
Nizar,samsul.2011.sejarah peradapan islam.jakarta:kencana.
Supriyadi,dedi.2008.Sejarah peradapan islam.bandung:cv
putaka setia.
Syu’ub,Muhammad.sejarah bani abbasiyah.:PT bulan bintang
Yatim,badri.2013.Sejarah peradapan islam.jakarta:rajawalipers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ngan luppa comment yy