Total Tayangan Halaman

Minggu, 04 Desember 2016

Makalah " Masa Daulat Abbasiyah"



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan di masa mendatang. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan Islam pada masa itu menjadi masa daulah, dan dalam makalah ini akan disajikan sedikit tentang masa daulah Abbasiyah.
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah yang perlu untuk kita ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa peradaban ummat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui  kesuksesan negara-negara Eropa. Dengan kita mengetahui bahwa dahulu peradaban ummat Islam itu diakui oleh seluruh dunia,  maka akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai sejarah peradaban ummat Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa keemasan itu kembali nantinya oleh generasi ummat Islam saat ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang lahirnya dinasti abasiyyah ?
2.      Bagaimana  perkembangan politik yang telah dicapai dinasti abbasiyah?
3.      Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan dan peradapan dinasti abbasiyah?
4.      Apa saja factor yang mempengaruhi kemajuan dan kemunduran dinansti abbasiyah ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui Sejarah Berdirinya Dinasti Abasiyyah
2.      Mengetahui perkembangan politik dan Ilmu Pengetahuan Dinasti Abasiyyah
3.      Mengetahui faktor-faktor kemajuan dan kemunduran dinasti abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah berdirinya dinasti abbasiyah
Kekuasaan dinasti bani abbas, atau khilafah abbasiyah disebutkan melanjutkan kekuasaaan dinasti umayyah. Dinamakan khilafah abbasiyah karena pendiri dan penguasa dinasti ini berasal dari nama keluarga Bani Hasyim, yakni seleluhur dengan nabi Muhammad SAW yang diambil dari nama paman beliau al Abbas. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al Shaffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Kekuasaan dinasti abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang yaitu selama lima abad dari tahun 132-656 H (750 M-1258 M).
            Sekitar awal abad ke-8 (720 M), kebencian terhadap pemerintahan dinasti umayyah telah tersebar luas. Kelompok-kelompok yang merasa tidak puas bermunculan, antara lain :
a.       Kelompok muslim non-arab (mawali) yang memprotes kedudukan mereka sebagai warga kelas dua di bawah warga muslim arab.
b.      Kelompok syiah dan khawarij
c.       Kelompok muslim arab di mekah, madinah dan irak.
d.      Kelompok muslim yang saleh, baik arab maupun non-arab
Kelompok-kelompok tersebut membentuk suatu kekuatan gabungan yang dikoordinasi oleh keturunan abbas, paman nabi Muhammad saw. Perubahan politik turunan abbas ini dipelapori Muhammad bin ali bin Abdullah bin abbas.
Peluang emas yang dimiliki bani abbasiyah unuk merebut pemerintahan bani umayyah itu terjadi pada masa khalifah marwan bin muhammad (127-132 H/745-750 M) yakni khalifah bani umayyah terakhir. Gerakan bani Abbasiyah menyusun dan merencanakan kegiatannya di al Humaynah, tiga kota dijadikan sebagai pusat kegiatan, yaitu :
a.       Humaymah sebagai pusat perencanaan organisasi, humaymah merupakan tempat yang tentram, bermukim di kota itu kekuarga bani hasyim, baik dari kalangan pendukung ali maupun keluarga bani abbas
b.      Kuffah sebagai kota penghubung, penduduk kuffah adalah wilayah penganut aliran syiah, yang selalu bergolak dan ditindas oleh bani umayyah
c.       Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. Khurasan memiliki warga pemberani, kuat fisik, teguh pendirian, tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung terhadap kepercayaan yang menyimpang disanalah diharapkan dakwah kaum abbasiyah mendapat dukungan.
Langkah langkah bani abbas untuk mendirikan bani abbasiyah adalah :
1.      Membentuk gerakan bawah tanah. Dengan tokohnya antara lain : Muhammad al abbas, Ibrahim al imam, abu muslim al khurasani, abu abbas as saffah dan abu ja’afar al Mansur
2.      Menerapkan politik bersahabat, artinya turunan abbas tidak memperlihatkan sikap bermusuhan dengan bani umayyah.
3.      Menggunakan nama bani hasyim (ahlulbait)
4.      Menetapakan khurasan sebagai pusat kegiatan gerakan bani abbas yang dipimpin oleh abu muslim al khurasani.
Strategi tersebut berhasil menghimpun kekuatan besar. Dalam perjuangannya melemahkan bani umayyah, bani abbasiyah menerapkan cara kepemimpinan yang bersifat kolektif namn tertutup dengan gerakan bawah tanah.
Pada tahun 132 H/750 M berkuasalah daulah abbasiyah menggantikan daulah umayyah yang telah hancur di damaskus.
2.2 Perkembangan Politik Dinasti Abbasiyah

 Dinasti Abbasiyah didirikan secara revolusioner dengan menggunakan jasa orang-orang khurasan dalam hal ini Abu Muslim al-Khurasany yang telah berhasil mengumpulkan para pendukungnya dari kaum muawiyah yang merasa tertekan dan tersisihkan dari kekuasaan para penguasa dinasty Umayyah yang telah menjadikan kasta Arab sebagai kasta tertinggi dalam daulahnya dan kaum persia menjadi pembantu-pembantu orang-orang Arab. Pada masa pemerintahan Khalifah pertama Abbasiyah terdapat tiga orang pembantunya yang memiliki kekuasaan setelah khalifah mereka adalah Abu Muslim sang pemimpin revolusi Abbasiyah menguasai seluruh wilayah Timur, Abu Ja‟far al-Mansur (saudara al-Saffah) menguasai wilayah Jazirah, Armenia, dan Irak, dan Abd Allah bin Aly (paman al-Saffah) menguasai Syam. Berkat keijakan politik yang dibangun oleh khalifah pada masa Dinasti Abbasiyah kehidupan masyarakat serta gaya hidup masyarakat yang lebih baik. Salah satu dampak positif dari kebijakan khalifah terhadap kebebasan wanita berkarya sehingga banyak wanita yang memberikan sumbangan prestasi terhadap negara. Kebijakan ini terjadi pada pemerintahan Dinasti Abbasiyah, disamping itu kedudukan budak dan mantan budak lebih bergeser pada derajat yang lebih baik. Khusus dibidang perdagangan dan Industri, kebijakan khalifah dalam melibatkan jaringan perdagana Internasional. Perdagangan paling awal adalah dengan melibatkan orang kristen dan yahudi sementara pada masa berikutnya lebih melibatkan orang-orang Islam arab yang pandai berdagang. Kebijakan ini ditetapkan mengingat luasnya wilayah kekuasaan khalifah. Kebijakan lain yang juga ditetapkan oleh khalifah adalah mengembangkan industri pertanian, islamisasi kerajaan dan sebagainya.
Tatanan negeri dibawa pemerintahan Dinasti Abbasiyah membawa pengarung besar terhadap peradaban dunia karena sistem politiknya yang luarbiasa tertata rapi. Mulai dari penataan sumber pemasukan Negara, penyetaraan dan penguatan biro-biro pemerintahan, penguatan sistem organisasi militer serta penguatan administrasi wilayah pemerintahan. Berangkat dari sistem politik itulah sehingga Dinasti Abbasiyah berkembang dengan pesatnya, bahkan tercatat dalam sejarah islam sebagai Dinasti terlama yaitu selama 5 abad lebih. Inilah catatan pada tinta emas sejarah islam yang berhasil ditorehkan oleh kekhalifaan Dinasti Abbasiyah Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah antara lain :
a.    Para Khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri gubernur, panglima perang dan pegawai lainnya banyak dipilih dari keturunan Persia dan Mawali
b.   Kota Bagdad ditetapkan sebagai ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi dan kebudayaan.
c.    Kebebasan berfikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi.
d.   Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
e.    Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.

Selain sistem politik yang diterapkan diatas, pemerintahan Abasiyyah periode I juga mengembangkan kebijakan-kebijakan politik diantaranya adalah.
a.    Memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Bagdad
b.   Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c.    Merangkul orang-orang persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abasiyyah memberi peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum Mawali
d.   Menumpas pemberontakan-pemberontakan
e.    Menghapus politik kasta

Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat.Wizaraat ini dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas), waziraat ini memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk penggantinya. Kedua, wizaraat tanfidz (memiliki kekuasaan eksekutif saja) wizaraat ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan perintah khalifah dan mengikuti arahannya.

Model pemerintahan
Model pemerintahan yang diterapkan oleh Abasiyyah bisa dikatakan asimilasi dari berbagai unsur. Ini terlihat jelas dari adanya periodesasi atau tahapan pemerintahan Abasiyyah. Ciri-ciri yang menonjol pada masa pemerintahan Abasiyyah yang tidak terdapat di zaman Umayyah adalah
A.    Dengan berpindahnya ibu kota ke Bagdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh arab, sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abaasiyyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
B.     Dalam penyelenggaraan negara, pada Bani Abbasiyyah jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
C.     Ketentaraan profesional baru terbentuk pada maasa pemerintahan Bani Abbas, sebelumnya belum ada tentara yang profesional.

Perbedaan dan persamaan model pemerintaha masa dinasti bani Abasiyyah dan bani umayyah. Dapat dilihat dari tabel berikut :

Bani Abbasiyah
Bani umayyah
persamaan
Menerapkan sistem warisan pada prosespemilihan khalifah




perbedaan
Adanya unsur non Arab dalam sistem pemerintahannya adanya pengaruh Persi dan Turki
Adanya dominasi unsur Arab
Semakin komplitnya struktur pemerintahan
Sangat terbatas karena lebih fokus pada upaya ekspansi
Profesionalisme tentara mulai tertata
Belum tertata secara profesional dalam bidang ketentaraan

2.3 Perkembangan kebudayaan dan ilmu

A.     Perkembangan kebudayaan islam
Perkembangan kebudayaan islam berjalan seiring dengan penyebaraan agama islam. Pada masa bani abbasiyah wilayah pemerintahan islam meluas sampai ke spanyol barat dan india di timur. Selama beberapa ratus tahun, banyak orang-orang non-islam yang masuk islam karena tertarik dengan kemajuan islam. Contohnya adalah penduduk mesir, suriah, palestina, persia, aljazira, maroko, Libya,Tunisia, dan spanyol.
B.     Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pada masa Dinasti Abbasiyah kehidupan peradaban Islam sangat maju, sehingga pada masa itu dikatakan sebagai jaman keemasan Islam. Kaum muslimin sudah sampai pada puncak kemuliaan, baik kekayaan, bidang kekuasaan, politik, ekonomi, dan keuangan lebih lagi dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan agama dan pengetahuan umum mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berbagai ilmu telah lahir. Hal ini dikarenakan antara lain:
1.   Penelitian-penelitian dan kajian-kajian tentang ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh para kaum muslimin itu sendiri,
2.   Penerjemahan buku berbahasa asing seperti halnya Yunani, Mesir, Persia, India, dan lain-lain ke dalam bahasa Arab dengan sangat gencar. Buku-buku yang diterjemahkan antara lain: ilmu kedokteran, kimia, ilmu alam, mantiq (logika), filasat al jabar, ilmu falak, matematika, seni, dan lain-lain.

Penerjemahan dan penelitian tersebut pada umumnya dilakukan pada masa pemerintahan Abu Ja‟far, Harun ar-Rasyid, al-Makmum, dan Mahdi.
Khalifah Harun ar-Rasyid sangat serius dalam memajukan pengetahuan tersebut. Beliau mendirikan lembaga ilmu pengetahun yang diberi nama BAITUL HIKMAH sebagai pusat penerjemahan, penelitian, dan pengkajian ilmu perpustakaan serta lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi).
Dengan begitu kaum muslimin dapat mempelajari berbagai ilmu dalam bahasa Arab. Dan hasilnya bermunculan sarjana-sarjana besar muslim dari berbagai disiplin ilmu yang sangat terkenal juga ulama-ulama besar yang sangat tersohor seperti halnya Imam Abu Hanafi-Imam Malik-Imam Syafei-Imam Hambali, Imam Bukhari, dan Imam Muslim.
Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para khalifah dan pembesar lainnya membuka peluang seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah sendiri pada umumnya adalah ulama-ulama yang mencintai ilmu, menghormati para sarjana dan memuliakan para pujangga
Mereka benar-benar menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, mereka mempraktikkan syariat Islam: bahwa tinggi rendahnya derajat dan martabat seseorang tergantung pada banyak sedikitnya pengetahuan yang ia miliki di samping ketakwaannya pada Allah swt.  Allah berfirman dalam QS al mujaddalah/58:11 Artinya :”Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat. (QS Al Mujaddalah/58:11).
Para khalifah dalam memandang ilmu pengetahuan sangat menghargai dan memuliakannya. Oleh karena itu, mereka membuka peluang seluas-luasnya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan kepada seluruh mahasiswa baik dari kalangan Islam maupun kalangan lainnya. Para khalifah sendiri pada umumnya seorang ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana dan para pujangga. . Kebebasan berfikir sangat dijunjung tinggi. Para sarjana (ulama) dibebaskan untuk berijtihad mengembangkan daya intelektualnya dan bebas dari belenggu taqlid. Hal ini menjadikan ilmu pengetahuan umum atau agama berkembang sangat tinggi. Sebagai bukti antara lain:
1.         Dibentuk Korps Ulama yang anggotanya terdiri dari berbagai negara dan berbagai agama yang bertugas menerjemahkan, membahas, dan menyusun sisa-sisa kebudayaan kuno, sehingga pada masa itu muncullah tokoh-tokoh muslim yang menyebarluaskan agama Islam dan menghasilkan karya-karya yang besar.
2.         Didirikanlah Baitul Hikmah sebagai pusat penterjemahan, penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan baik agama maupun umum.
3.         Didirikan Majelis Munazarat yaitu suatu tempat berkumpulnya para sarjana muslim, untuk membahas ilmu pengetahuan, para sarjana muslim diberi kebabasan berfikir atas ilmu pengetahuan tersebut.
      Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah sangat pesat, sehingga lahir beberapa ilmu dalam agama Islam, antara lain sebagai berikut.

a. Ilmu Hadis
      Ilmu hadis adalah ilmu yang mempelajari tentang hadis dari sunat, perawinya, isi, dll. Pada masa itu bermunculan ahli-ahli hadis yang besar dan terkenal beserta hasil karyanya, antara lain:
1.      Imam Bukhari, lahir di Bukharo 194 H di Bagdad, kitabnya yang termasyur adalah al-Jami‟us sahih dan terkenal dengan sahih Bukhari.
2.      Imam Muslim wafat tahun 216 H di Naisabur. Kitabnya Jami‟us dan terkenal dengan „Sahih Muslim”.
3.      Abu Dawud dengan kitab hadisnya berjudul “Sunan Abu Dawud”.
4.      Ibnu Majah dengan kitab hadisnya Sunan Ibnu Majah.
5.      At-Tirmidzi sebagai kitabnya Sunan Tirmidzi
6.      Dan lain-lain.
b. Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir adalah ilmu yang menjelaskan tentang makna/kandungan ayat Al-Qur‟an. Sebab-sebab turunnya ayat/Asbabun nuzulnya, hukumnya, dan lain-lain. Adapun ahli tafsir yang termasyur ketika itu antara lain:
1.      Abu Jarir at-Tabari dengan tafsirnya Al-Qur‟anul Azim sebanyak 30 juz.
2.      Abu Muslim Muhammad bin Bahr Isfahany (mu‟tazilah), tafsirnya berjumlah 14 jilid.

c. Ilmu Fikih
Ilmu fikih yaitu ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum Islam (segala sesuatu yang diwajibkan, dimakruhkan, dibolehkan, dan yang diharamkan oleh agama Islam).

d.      Filsafat Islam
Filsafat Islam adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala sesuatu yang ada, sebab asal hukumnya atau ketentuan-ketentuannya berdasarkan Al-Qur‟an dan hadis. Manfaat filsafat Islam adalah untuk menemukan hakikat segala sesuatu sebagai ciptaan Allah dan merupakan bukti kebesaran-Nya. Allah swt. berfirman: Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (Q.S. Ali-„Imran/3: 190).

e. Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf yaitu ilmu yang mengajarkan cara-cara membersihkan hati, pikiran, dan ucapan dari sifat yang tercela sehingga tumbuh rasa taqwa dan dekat kepada Allah swt. Untuk dapat mencapai kebahagiaan abadi (bersih lahir dan batin). Orang muslim yang menjalani kehidupan tasawuf disebut sufi.

f. Sejarah
Sejarah ialah ilmu yang mempelajari tentang berbagai peristiwa masa lampau yang meliputi waktu dan tempat peristiwa itu terjadi, pelakunya, peristiwanya dan disusun secara sistematis. Dengan mempelajari sejarah seseorang dapat mengambil pelajaran, manfaat, dan hikmahnya dari peristiwa tersebut. Allah swt. berfirman dalam Surah Yusuf ayat 111 : Artinya: “Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Yusuf/12: 111)
g. Kedokteran
Pada masa Dinasti Abbasiyah kedokteran mengalami perkembangan dan kemajuan, khususnya tatkala pemerintahan Harun ar-Rasyid dan khalifah-khalifah besar sesudahnya. Pada waktu itu sekolah-sekolah tinggi kedokteran didirikan sehingga banyak mencetak sarjana kedokteran.

h. Matematika
Para tokohnya antara lain:
1.   Al-Khawarizmi (194-266 H). Beliau telah menyusun buku Aljabar dan menemukan angka nol (0). Angka 1-9 berasal dari Hindu, yang telah dikembangkan oleh umat Islam (Arab).
2.   Umar Khayam. Buku karyanya adalah Treatise On Algebra dan buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis.
i. Astronomi
Astronomi ilmu yang mempelajari perjalanan matahari, bumi, bulan, dan bintang-bintang serta planet-planet yang lain. Tokoh-tokohnya antara lain:
1.   Abu Mansur al-Falaqi
2.   Jabir al-Batani, beliau pencipta alat teropong bintang yang pertama.

Ilmuwan/Tokoh-Tokoh Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
a. Ahli Filsafat Islam antara lain:
1.       Al-Kindi (185-252 H/805-873 M), terkenal dengan sebutan „Filosof Arab‟, beliau menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Bermacam-macam ilmu telah dikajinya, terutama filsafat. Al-Kindi bukan hanya filosof, tetapi juga ahli ilmu matematika, astronomi, farmakologi, dan sebagainya.
2.       Al Farabi (180-260 H/780 – 863 M), beliau menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Al Farabi banyak menulis buku mengenai logika, matematika, fisika, metafisika, kimia, etika, dan sebagainya. Filsafatnya mengenai logika antara lain dalam bukunya “Syakh Kitab al Ibarah Li Aristo”, menjelaskan logika adalah ilmu tentang pedoman yang dapat menegakkan pikiran dan dapat menunjukkannya kepada kebenaran. Dia diberi gelar guru besar kedua, setelah Aristoteles yang menjadi guru besar pertama. Buah karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa.
3.       Ibnu Sina (Abdullah bin Sina) (370 - 480H/980 - 1060 M). Di Eropa dikenal dengan nama Avicena. Sejak kecil ia telah belajar bahasa Arab, geometri, fisika, logika, teolog Islam, ilmu-ilmu kedokteran dan Islam. Beliau seorang dokter di kota Hamazan, Persia, yang aktif mengadakan penelitian tentang berbagai macam jenis penyakit. Beliau juga terkenal dengan idenya mengenai faham serba wujud atau wahdatul wujud, juga ahli fisika dan ahli jiwa. Pada usia 17 tahun ia sangat terkenal. Karangan Ibnu Sina berjumlah lebih dari dua ratus buku, yang terkenal antara lain: 1. Asy Syifa, buku ini adalah buku filsafat, terdiri atas empat bagian yaitu logika, fisika, matematika, dan metafisika. 2. Al-Qanun atau Canon of Medicine. Menurut penyebutan orang-orang barat, buku ini pernah diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan pernah menjadi buku standar untuk Universitas-universitas Eropa sampai akhir abad ke-17.
4.       Ibnu Rusyd. Dilahirkan di Cardova pada tahun 250 H/1126 M dan meninggal dunia tahun 675 H/1198 M. Dia dikenal di Eropa dengan nama Averoes. Dia adalah ahli filsafat yang dikenal dengan sebutan bapak Rasionalisme. Dia juga ahli ilmu hayat, ilmu fisika, ilmu falak, ilmu akhlak dan juga ilmu kedokteran, ilmu fikih. Karyanya antara lain: a. Fasul Maqal fima Baina al Hikmati Wasyari‟at Minal Ittisal. b. Bidayatul Mujtahid c. Tahafutut Tahafud d. Fikih. Karangan beliau hingga kini masih banyak dijumpai di perpustakaan Eropa dan Amerika.
b. Ahli Kedokteran Muslim
1.      Hunain Ibnu Iskak, lahir pada tahun 809 M dan meninggal pada tahun 874 M. Beliau adalah dokter spesialis mata, karyanya adalah buku-buku tentang berbagai penyakit, dan banyak menerjemahkan buku-buku kedokteran yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.
2.      Ibnu Sina, di samping filosof juga sebagai tokoh kedokteran, bukunya yang sangat terkenal di bidang kedokteran adalah Al-Qanun Fi Al-tib dijadikan buku pedoman kedokteran di Universitas-universitas Eropa maupun negara-negara Islam.

c. Ahli Sejarah
1.      Ibnu Qutaibah (828 M – 889 M) dengan hasil karyanya Uyun Al Akhbar yang berisi sejarah politik negeri-negeri Islam.
2.      At-Thabari (839 M – 923 M) menulis tentang sejarah para rasul dan raja-raja.
3.      Ibnu Khaldun (1332 M – 1406 M) hasil karyanya Al Ihbar banyaknya 7 jilid dan setiap jilidnya berisi 500 halaman.

d. Ahli Fikih
1.      Imam Abu Hanifah (80 – 150 H/700 – 767 M) beliau menyusun madzhabnya yaitu madzhab Hanafi.
2.      Imam Malik Bin Anas, lahir di Madinah tahun 93 H/788 M dan meninggal di Hijaz pada tahun 170 H/788 M, beliau menyusun madzhab Maliki.
3.      Imam Syafii nama lengkapnya Muhammad bin Idris bin Syafi‟i (150 – 204 H/767 – 802 M), sewaktu berumur 7 tahun sudah hafal Al Quran dan menyusun madzhabnya yaitu madzhab Syafi‟i.
4.      Imam Hambali (164 – 241 H/780 – 855 M), beliau menyusun madzhabnya, yaitu madzhab Hambali. Para mujtahidin mencurahkan segala kemampuannya untuk mendapatkan ilmu-ilmu praktis dalam syariat Islam sehingga umat Islam dengan mudah melaksanakannya.
e. Ahli Tasawuf
1. Rabi‟ah Adawiyah (lahir di Baghdad tahun 714 M ajaran tasawufnya dinamakan „Mahabbah‟.
2. Abu Hamid bin Muhammad bin ahmad Ghozali (1059– 111 M) - hasil karyanya yang terkenal adalah „Ihya Ulumuddin‟.
3. Abdul Farid Zunnu Al Misri, lahir tahun 156 H/773 M – 245 H/860 M), beliau dapat membaca Hieroglif yang ditinggalkan di zaman Firaun (Mesir).

2.4 Faktor kemajuan ilmu pengetahuan dan peradapan islam
            Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga India.
            Pada masanya hidup pula para filsuf, pujangga, ahli baca Al-Qur’an, dan para ulama di bidang Agama. Didirikan Perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah, didalamnya orang dapat membaca , menulis, dan berdiskusi.
            Pada masanya pula berkembang Ilmu Pengetahuan Agama , seperti Ilmu Al-Qur’an, Qira’at, Hadis, Fiqh, Ilmu kalam, Bahasa dan Sastra. Empat mazhab Fiqh tumbuh dan berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Di samping itu pula berkembang ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, dsb.
            Lembaga pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan sangat pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak masa Dinasti Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa lmu pengetahuan.

Faktor-faktor penyebab berkembang pesatnya Ilmu Pengetahuan Agama dan Syari’at di masa pemerintahan Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1)   Para penguasanya cinta kepada ilmu dan banyak memberikan motivasi kuat kepada para ilmuan untuk melakukan kajian-kajian ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu. Baik ilmu agama dan syari’at (Al Ulum al- Naqliyah) yang merupakan fondasi kehidupan, maupun ilmu-ilmu umum (Al Ulum al-Aqliyah) yang merupakan penopang kehidupan. Adalah Al Ma’mun, khalifah pengganti Al-Rasyid, dikenal sebagi khalifah yang sanagt cinta kepada ilmu.
2)   Sikap dan kebijaksanaan para penguasanya dalam mengatasi segala persoalan, termasuk dalam sikap politiknya. Sebab sikap politik dinasti Abbasiyah berbeda dengan sikap politik yang dijalankan pemerintahan Bani Umayyah. Dinasti Umayyah sangat fanatik terhadap keturunan Arab (Arab Orientid), tetapi dinasti Abbasiyah lebih bersifat demokratis, meskipun tampuk pemerintahan masih tetap berada di tangan khalifah dari keturunan Arab. Penyediaan sarana dan prasarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
3)   Terjadinya asimilasi antar bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
2.5 Faktor penyebab kemunduran bani abbasiyah :
A.         Faktor intern
1.   Kemewahan hidup dikalangan penguasa.
Perkembangan peradapan dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai dinasti abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup daripada pendahulunya. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional asal turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.
2.   Perebutan kekuassan antara keluarga bani abbasiyah
Perubutan kekusaan dimulai sejak masa al-ma’mun dengan al-amin. Ditambah dengan masuknya unsur turki dan parsi. Setelah al mutawakkil wafat, pergantian khalifah terjadi secara tidak wajar. Dari kedua belas khalifah pada periode kedua dinasti abbasiyah, hanya empat orang khalifah yang wafat dengan wajar, selebihnya, para khalifah itu wafat karena dibunuh atau diracun atau diturunkan secara paksa.
3. Konflik keagamaan
Sejak terjadinya konflik antara muawiyah dan khalifah ali yang berakhir dengan lahirnya tiga kelompok umat : pengikut muawiyah, syiah dan khawarij, ketiga kelompok ini senatiasa berebut pengaruh. Yang senatiasa berpengaruh pada masa kekhalifahan muawiyah maupun masa kekhalifahan abbasiyah adalah kelompok sunni dan syiah. Walaupun pada masa-masa tertentu antara kelompok sunni dan syiah saling mendukung, misalnya pada masa peerintahan buwaihi, antara kedua kelompok tak pernah ada satu kesepakatan.

B.      Faktor Ekstern
1.             Banyaknya pemerintahan
Banyaknya daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah, akibat kebijakan yang lebih menekankan  pada pembinaan perdapan dan kebudayaan islam, secara real, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubenur-gubenur yang bersangkutan, akibatnya provinsi-provinsi tersebut banyak yang melepaskan diri dari genggaman penguasa bani abbas. Adapun cara provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad adalah : pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah umayah di spanyol dan idrisiyah di maroko. Kedua, seorang yang ditunjuk menjadi gubenur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, kemudian melepaskan diri, seperti daulah aglabiyah di Tunisia dan thahiriyah di kurasan.
2.         Dominasi bangsa turki
Sejak abad kesembilan, kekuatan militer abbasiyah mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa abbasiyah mempekerjakan orang-orang professional di bidang kemiliteran, khususnya tentara turki , kemudia mengangkatnya menjadi panglima-panglima. Pengangkatan anggota militer inilah, dalam perkembangan selanjutnya, yang mengancam kekuasaan khalifah. Tentara turki berhasil merebut kekuasaan tersebut
3.         Dominasi bangsa persia










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dinamakan khalifah bani abbasiyah karena para pendiri dan peguasanya adalah keturunan al abbas paman nabi Muhammad saw. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al saffah ibn Muhammad ibn ali ibn Abdullah ibn abbas. Berdirinya dinasti ini tidak terlepas dari keamburadulan dinasti sebelumnya, dinasti umayyah. Pada mulanya ibu kota negara adalah al hasyimiyyah dekat kuffah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara al Mansur memindahkan ibu kota negara ke Baghdad. Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga exsekutif dan yudikatif.
            Puncak perkembangan dinasti abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa bani abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan bani abbasiyah dengan berdirinya perpustakaan dan akademik. Pada beberapa dekade terakhir, daulah abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawa pada perpecahan yang menjadi akhir sejarah daulah abbasiyah.

B.     Saran
Dari penjelasan diatas kita sebagai umat islam dapat mengambil pelajaran. Bahwa seharusnya kita yang hidup pada zaman modern bisa meneruskan perjuangan para ilmuwan zaman daulah abbasiyah dahulu. Sebaliknya, kita juga dapat belajar dari kekurangan-kekurangan yang ada pada dinasti besar ini gar tidak sampai terjadi pada diri kita, dan anak cucu kita. Mereka telah dibutakan oleh kekuasaan, sehingga mereka tega membantai hamper seluruh keluarga dinasti umayyah yang notabennya adalah sesame umat islam. Selain itu kecerobohan yang terjadi pada masa dinasti umayyah terulang lagi pada masa dinasti abbasiyah yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan dinasti abbasiyah. Kebiasaan penguasa berfoya-foya menyebabkan runtuhnya kekuasaan yang telah susah payah mereka dirikan.
                           


Daftar Pustaka

Munir amin, samsul.2015.Sejarah peradapan islam.jakarta:Amzah.
Nizar,samsul.2011.sejarah peradapan islam.jakarta:kencana.
Supriyadi,dedi.2008.Sejarah peradapan islam.bandung:cv putaka setia.
Syu’ub,Muhammad.sejarah bani abbasiyah.:PT bulan bintang
Yatim,badri.2013.Sejarah peradapan islam.jakarta:rajawalipers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ngan luppa comment yy

Mengenai Saya

Foto saya
نحن نحكم بالظواهر ويتولّى الله السرائر