Total Tayangan Halaman

Minggu, 04 Desember 2016

Makalah " Tiga Kerajaan Besar pada Zaman Pertengahan "



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara mughal, kekuatan politik islam mengalami kemunduran secara drastic. Dan keadaan umat islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya 3 kerajaan besar ,Usmani di Turki,Mughal di India,Syafawi di Persia,
           Awal berdirinya kerajaan syafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabila ,sebuah kota di Ardabeijan .Tarekat ini diberi nama  Tarekat Syafawiyah ,penddirinya Sufi Al Din (1252-1334).    
           Sedangkan kerajaan Mughal berdiri seperempat abad setelah sesudah berdirinya kerajaan syafawi .Awal kekuasaan islam di wilayah india terjadi pada khalifah Al walid dari dinasti Bani Umayyah .Penaklukan Bani Umayyah ini dibawah pimpinan Muahammad Ibnu Qasim .
B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana sejarah peradaban islam pada masa kerajaan syafawiyah dan mughal .
2.      Bagaimana proses kepemimpinan pada masa kerajaan syafawiyah dan mughal .
3.      Bagaimana fase kemajuan dan kemunduran kerajaan syafawiyah dan mughal .

C.     Tujuan Penulisan

-          Untuk mengetahui proses kepeimpinan pada masa kerajaan syafawiyah dan mughal .
-          Untuk mengetahui apakah pada masa itu ada hasil kepemimpinan 2 kerajaan tersebut





























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kerajaan Syafawiyah   
1.       Sejarah Peradaban Kerajaan Safawiyah
Dinasti Safawi di Persia berkuasa antara tahun 1520-1722 M. Dinasti Safawi merupakan kerajaan Islam di Persia yang cukup besar. Awalnya Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan terekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota Azerbaijan. Tarekat ini di beri nama tarekat Safawi, yang diambil dari nama pendirinya, yaitu Shafi Ad-Din (1252-1334).[1][1]
Ada dua pendapat yang berbeda tentang etimologi/asal usul dari nama Safawi. Amir ali berpendapat bahwa safawi berasal dari kata Shafi yaitu, gelar yang diberikan kepada nenek moyang raja-raja Safawinya, yaitu Shafi ad-DinIshak Al-Ardabily (1225-1334), seorang pendiri dan pemimpin tarikat Safawiyah. Ia menyatakan bahwa para musafir, pedagang, dan penulis eropa selalu menyebut raja-raja Safiwiyah dengan gelar Shafi agung. Adupun P.M. Holt berpendapat bahwa Safawiyah berasal dari kata Safi, yaitu bagian dari nama Safi Ad-Din Al-Ardabily. Meskipun ia tidak mengemukakan alasan, secara gramatika bahasa Arab, pendapat inilah yang dipandang lebih tepat.[2][2]
Sebelum menjadi kerajaan, Safawi mengalami 2 fase pertumbuhan pertama fase dimana safawi bergerak dibidang keagamaan (cultural) dan kedua sebagai gerakan politik (struktural).
Pada tahun 1301 - 1447 M gerakan Safawi masih murni gerakan keagamaan dengan tarekat Safawiyah sebagai sarana, tarekat ini mempunyai pengikut yang sangat besar hal ini terjadi karena pada saat itu, umat umumnya hidup dalam suasana apatis dan pasrah melihat anarki politik yang berkecamuk. Hanya dengan kehidupan keagamaan lewat sufisme, mereka mendapat persaudaraan tarekat, dan mereka merasa aman dalam menjalin persaudaraan antar muslim.
Pada fase pertama ini gerakan tarekat Safawi tidak mencampuri masalah politik sehingga dia berjalan dengan aman dan lancar baik pada masa Ilkhan maupun pada masa penjarahan Timur Lenk.  Dan dalam fase ini gerakan Safawi mempunyai dua corak, pertama bernuansa Sunni yaitu pada masa pimpinan Safiuddin Ishaq ( 1301 - 1344) dan anaknya Sadruddin Musa (1344 - 1399), kedua berubah menjadi Syiah pada masa Khawaja Ali (1399 - 1427). Perubahan ini terjadi karena ada kemungkinan bertambahnya pengikut Safawi di kalangan syiah sehingga kepemimpinannya berusaha menyusuaian diri dengan aliran manyoritas pendukungnya.
Nama Safawi itu terus dipertahankan sampai terekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan, yakni kerajaan Safawi.
Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Shafi Ad-Din merupakan keturunan dari Imam Syiah yang keenam, Musa Al-Kazihim. Gurunya bernama Syaikh Tajuddin Ibrahim Zahidin (1216 – 1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Dikarenakan prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, Safi Ad-Din diambil menantun oleh gurunya tersebut. Shafi Ad-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “Ahli-ahli bid’ah” tarekat yang dipimpim Shafi Ad- Addin ini semakin penting terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan kenamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria, dan Anatolia. Di negeri-negeri diluar Ardabil, Shafi Ad-Din menempatkan seorang wakil untuk memimpin murid-muridnya. Wakil tersebut diberi gelar Khalifah. Kerajaan ini mengatakan Syi’ah sebagai mazhab Negara.[3][3] Safi al Din adalah keturunan dari Imam Syi’ah yang ketujuh Musa Al-Khazim. Oleh karena itu dia masih keturunan Rasulullah dari garis puterinya Siti fatimah.
Kecenderungan memasuki dunia politik secara kongkrit tampak pada masa kepemimpinan junaidi (1447-1460 M). dinasti Shafawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasaan kegiatan ini menimbulkaan konflik antara junaidi dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik tersebut Junaidi kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Ditempat baru ini ia mendapatkan perlindungan dari penguasa Diar Bakr, Ak. Koyunlu (domba putih), juga suatu suku bangsa Turki.
Selama dalam pengasingannya, Junaidi tidak tinggal diam, ia justru dapat menghimpun kegiatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan Uzun Hasan. Ia juga berhasil mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan.
Tapi usaha Junaid masih mengalami kegagalan dalam meraih ambisinya karena selalu gagal dalam menaklukkan beberapa daerah seperti Ardabil dan Chircasia, bahkan dalam tahun 1460 M mati terbunuh. Kemudian digantikan anaknya yang bernama Haidar, tapi belum berhasil juga. Sebelum meninggal, Haidar menunjuk adiknya yang paling kecil bernama Ismail.
Ismail yang masih remaja itu berusaha memanfaatkan kedudukannya sebagai mursyid Safawiyah dan pemimpin gerakan Safawiyah untuk mengonsolidasikan kekuatan politiknya. Secara sembunyi-sembunyi, ia menjalin hubungan erat dengan para pengikutnya yang tersebar luas dimana-mana. Hanya dalam waktu kurang lebih lima tahun, ia berhasil menyatukan berbagai elemen kekuatan politik yang cukup besar, sehingga ia mulai mengadakan perhitungan dengan musuh-musuh Safawiyah selama ini, seperti penguasa Syirwan dan Ak Kayunlu yang telah membunuh beberapa orang pemimpin Safawi sebelumnya.
Kerajaan Safawi secara resmi berdiri di Persia pada 1501 M/907, tatkala Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syah di Tabriz, dan menjadikan Syiah Itsna Asyariah sebagai ideologi negara. Namun event sejarah yang penting ini tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa itu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang yakni kurang lebih dua abad.
Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbasy dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbasy terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota AK Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I.
Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) .
Bahkan tidak sampai di situ saja, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani. Ismail berusaha merebut dan mengadakan ekspansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514 M), tetapi dalam peperangan ini Ismail I mengalami kekalahan malah Turki Usmani yang di pimpin oleh sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.
Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya dia berubah, dia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan Safawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Safawi antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizibash[4][9].
Keadaan ini baru dapat diatasi pada masa pemerintahan raja Abbas I. Langkah-langkah yang ditempuh  oleh Abbas I untuk memperbaiki situasi adalah :
1.    Menghilang dominasi pasukan Qizilbasy atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru yang beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
2.    Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Unar, Usman) dalam khotbah Jumatnya.
Usaha-usaha tersebut terbukti membawa hasil yang baik dan membuat kerajaan Safawi kembali kuat. Kemudian Abbas I meluaskan wilayahnya dengan merebut kembali daerah yang telah lepas dari Safawi maupun mencari daerah baru. Abbas I berhasil menguasai Herat (1598 M), Marw dan Balkh. Kemudian Abbas I mulai menyerang kerajaan Turki Usmani dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwani, Ganja, Baghdad, Nakhchivan, Erivan dan Tiflis. Kemudian pada 1622 M Abbas I berhasil menguasai kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pelabuhan Bandar Abbas.
      Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi :
  1. Isma'il I (1501-1524 M)  
  2. Tahmasp I (1524-1576 M) 
  3. Isma'il II (1576-1577 M) 
  4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M) 
  5.  Abbas I (1587-1628 M) 
  6. Safi Mirza (1628-1642 M) 
  7. Abbas II (1642-1667 M) 
  8. Sulaiman (1667-1694 M) 
  9. Husein I (1694-1722 M) 
  10. Tahmasp II (1722-1732 M) 
  11.  Abbas III (1732-1736 M)
Kerajaan Safawi mempunyai pola pemerintahan yang teokratik, sebab para penguasa bukan saja mengaku sebagai keturunan Ali, namun juga mengklaim berstatus sebagai titisan para Imam Syi’ah, bahkan Ismail I mengaku sebagai penjelmaan Tuhan, sinar ketuhanan dari imam yang tersembunyi, dan imam Mahdi. Ia memakai gelar Bayangan Tuhan di Bumi, meniru gelar yang dipakai oleh raja-raja Persia. Dengan sistem teoraksi ala Syi’ah tersebut, kemudian dipadukan dengan sistem tarekat, kerajaan Safawi memiliki kemudahan dalam melakukan konsolidasi pemerintahan. Akan tetapi, dengan sistem itu pula ia menghadapi persoalan yang cukup krusial.
Dalam menjalankan tugasnya, kepala Negara terutama pada masa-masa awal memiliki kemudahan-kemudahan tertentu disamping menghadapi persoalan yang cukup krusial. Ini berkaitan dengan posisi mereka . di satu sisi ia adalah mursyidi kamil (pembimbing spiritual yang sempurna) dan di sisi lain adalah padisyah (raja). Ketundukan dari para bawahan dan rakyatnya sebagai pengikut tarekat, sebagaimana terjadi dalam tarekat lain, hampir tanpa reserve (cadangan). Hal ini sangat memudahkan raja dalam melakukan konsolidasi pemerintahannya. Sementara itu, dalam kepercayaan tarekat kesempurnaan yang ada pada mursyidi kamil tak tergoyahkan. Oleh karena itu para pengikut tarekat tidak dapat menerima kenyataan ketika pemimpinnya dikalahkan oleh lawannya. Ini terjadi ketika pasukan Qizilbasy dikalahkan oleh pasukan Turki Usmani pada pertempuran di Chaldiran pada tahun 1514 M. Mereka mengalami shock keagamaan yang berat, karena menurut kepercayaan mereka pemimpin mereka tak bisa terkalahkan.
2.       Masa Kejayaan Kerajaan Safawi
Kondisi kerajaan Safawi yang memprihatinkan itu baru bisa diatasi setelah raja Safawi kelima, Abbas I naik tahta (1588-1628 M). Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka memulihkan kerajaan Safawi adalah:
1. Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan Sircassia.
2. Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan jalan menyerahkan wilayah Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji tidak akan menghina tiga Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar dan Usman) dalam khutbahkhutbah Jum'at. Sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas menyerahkan saudara sepupunya Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil mengatasi gejolak politik dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan sekaligus berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang pernah direbut oleh kerajaan lain seperti Tabriz, Sirwan dan sebagainya yang sebelumnya lepas direbut oleh kerajaan usmani.

Kemajuan yang di capai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik, melainkan bidang lainnya juga mangalami kemajuan. Kemajuan-kemajaun itu antara lain :
1. Bidang Ekonomi
Kemajuan ekonomi pada masa itu bermula dengan penguasaan atas kepulauan Hurmuz dan pelabuhan Gumrun yang diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan demikian Safawiyah menguasai jalur perdagangan antara Barat dan Timur. Di samping sector perdagangan, Safawiyah juga mengalami kemajuan dalam bidang pertanian, terutama hasil pertanian dari daerah Bulan Sabit yang sangat subur (Fertille Crescent).
2. Bidang Ilmu Pengatahuan
Sepanjang sejarah Islam Persia di kenal sebagai bangsa yang telah berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sejumlah ilmuan yang selalu hadir di majlis istana yaitu Baha al-Dina al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar al-Din al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad al-Baqir Ibn Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog dan seorang yang pernah pernah mengadakan observasi tentang kehidupan lebah (Brockelmann, 1974:503-504).
3. Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Kemajuan bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini. Sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memanjang diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, permadani dan benda seni lainnya.
3.      Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan safawi
Kemunduran pemerintahan pusat telah berlangsung sepeninggal Abbas l. Setelah Abbas I tidak ada seorang pun yang memiliki visi ataun kecakapan sebagaimana Abbas, lebih- lebih setelah perjanjian dengan pihak Usmani pada tahun 1639, pasukan militer Safawiyah terbengkalai dan terpecah menjadi sejumlah resimen kecil dan lemah. Pada akhir abad tujuh belas, pasukan militer Safawiyah tidak lagi menjadi sebuah mesin militer yang berguna. Adminitrasi pusat juga mengalami perpecahan, dan beberpa prosedur penertiban pajak dan distribusi pendapatan negara menjadi tidak terkendalikan. Melemahnya pemerintahan pusat memungkinkan bangkitnya sejumlah pemberontakan otoritas Safawiyah. Pada abad delapan belas Iran telah dilanda kondisi anarkis. Di antara pihak yang memperebutkan kekuasaan politik yang paling besar adalah rezim Afghan,Afshar, Zand, dan Qajar. Pada tahun 1724, Ghalzai Afghan mengambil alih kekuasaan atas Isfahan. Selanjutnya Iran diserang oleh Usmani dan bangsa Rusia yang berbatasan dengannya.
Pemberontakan bangsa Afghan tersebut terjadi pertama kali pada tahun 1709 M ,dibawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di Heart, suku Ardabil di Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti oleh Mir mahmud dan ia dapat memperasatukan pasukan Ardabil, sehimgga ia mampu merebut negri-negri Afghan dari kekuasaan Safawi.
Karna desakan dan ancaman Mir Mahmud,Syah Husain akhirnya mengakui kekuasaan Mir Mahmud dan mengangkatnya menjadi gubernur di Qandahar dengan gelar Husai Quli Khan (budak husain).dengan pengakuan ini,Mir mahmud makin leluasa bergerak sehingga tahun 1721 M, ia dapat merebut Kirman dan tak lama kemudian ia menyerang Isfahan dan memaksa Syah Husain menyerah tanpa syarat. Pada tanggal 12 oktober 1722 M Syah Husain menyerah dan 25 oktober Mir Mahmud memasuki kota Isfahan dengan penuh kemenangan.
Salah seorang putra Husain,bernama Tahmasp II, mendapat dukungan penuh dari suku Qazar dari Rusia,memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaanya di kota Astarabat. Tahun 1726 M, Tahmasp ll bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud,yang berkuasa di Isfahan di gempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian dinasti Syafawi mulai berkuasa. Namun,pada bulan Agustus 1732 M, Thahmasap ll dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas lll (anak Tahmasp ll) yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu,tepatnya tanggal 8 Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas lll. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan dinasti safawi di persia.
Adapun sebab- sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani
2. Terjadinya degradasi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaan Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini.
3. Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas l ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tingi.
4. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.
Selain hal tersebut di atas,pada abad 17 beberapa kalangan Ulama Syiah tidak lagi mau mengakui bahwa Safawiyah telah mewakili pemerintahan sang imam tersembunyi.pertama,Ulama mulai meragukan otoritas Syah yang berlangsung secara turun temurun tersebut sebagai penanggung jawab pertama atas ajaran islam Syiah. Kedua, selaras dengan keyakinan Syiah,bahkan semenjak masa keghaiban besar tahun 941 sang imam tersembunyi tidak lagi terwakili di muka bumi oleh Ulama.Selanjutnya Ulama menegaskan bahwasannya Mujtahid menduduki otoritas keagamaan yang tertinggi.
Kehancuran rezim ini juga di sebabkan sejumlah perubahan yang luar biasa dalam hal hubungan negara dan agama.Safawiyah semula merupakan sebuah gerakan,tetapi setelah berkuasa rezim ini justru menekan bentuk bentuk millenarian islam sufi seraya cenderung kepada pembentukan lembaga ulama negara. Safawiyah menjadikan Syiisme sebagai agama resmi Iran, dan mengeliminir pengikut sufi mereka sebagai mana yang dilakukanya terhadap ulama sunni.
Krisis abad 18 mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran pramodern. Hampir diseluruh wilayah muslim, priode pramodern yang berakhir dengan Interfensi, penaklukan bangsa eropa, dan dengan pembentukan beberapa razim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh politik bangsa eropa telah didahului dengan kehancuran Inperium Safawiyah dan dengan liberalisasi ulama. Demikianlah, Rezim safawiyah telah meninggalkan warisan kepada Iran modern berupa tradisi persia perihal sistem kerajaan yang agung, yakni sebuah rezim yang dibangun berdasarkan kekuatan uymaq atau unsur unsur kesukuan yang utama, dan mewariskan sebuah kewenangan keagamaan syiah yang kohesif, monolitik dan mandiri.














B.     Kerajaan Mughal.
1.      Sejarah Kerajaan Mughal.
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Syafawi. Jadi, diantara tiga kerajaan besar islam tersebut kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan islam pertama di anak Benua India. Awal kekuasaan islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah Al-Walid, dari dinasti Bani Umayyah. Penaklukkan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayyah dibawah pimpinan Muhammad Ibnu Qasim (Syed Muhammad Natsir, t.th.: 163)
      Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur, salah satu cucu dari Timur Lenk (Syed Muhammad Natsir, t.th.: 262). Kerajaan Mughal berdiri sejak tahun 1562 sampai tahun 1707, (Marshal G.S.Hudson, t.th.:59). Kerajaan ini memiliki sultan-sultan besar dan terkenal pada abad ke 17, yaitu Akbar (1556-1606), Jengahir (1605-1627) dengan permaisurinya Nurjannah, Syahjehan (1628-1658), dan Aurangzep (1659-1707) (lihat Syed Muhammad Natsir, t.th.:226, 272, 274, 277). Masing-masing dari ketiga kerajaan ini mempunyai masa kejayaaan sendiri baik dibidang ekonomi, budaya, maupun arsitektur.

2.      Kondisi Politik dan Sosial Kerajaan Mughal Abad ke 17.
Di masa pemerintahan Akbar tidak ada yang namanya kekerasan karena dia banyak menyatu dengan rakyat. Bahkan rakyat dari berbagai agama tidak dipandangnya sebagai orang lain, dan dirinya pun dibuatnya menjadi orang Hindustan sejati.
            Amir-amir dan sultan-ssultan islam yang selama ini berkuasa di daerahya sendiri dengan cara kesewenang-wenangan bersama dengan para raja beragama Brahmana, berkat Akbar semuanya telah mejadi tiang-tiang bagi sebuah imperium islam yang besar di Benua India. Pemerintahan tidaklah dipegangnya sendiri, tetapi dia juga membentuk menteri-menteri. Kepada pemungut pajak diarang keras untuk memaksa dan memeras. Dalam persoalan agama beliau sangat toleran, pemeluk agama hindu dihormati dan tidak dipaksa untuk memeluk agama islam. Dengan demikian, Akbar adalah seorang reforman kerajaaan Mughal yang telah menata pemerintahan dengan sistem yang lebih baik dari sistem kerajaan sebelumnya.
            Dengan adanya kebijakan seperti diatas rakyatt India simpati kepadanya dan kehidupan social masyarakat saling hormat-menghormati serta senantiasa menjunjung tinggi toleransi.



3.      Kemajuan Kerajaan Mughaal.
a.       Pengetahuan.
Akbar menjadikan tiga bahasa sebagai bahasa nasional, yaitu bahasa arab sebagai bahsa agama, bahasa turki sebagai bangsawan, dan bahasa Persia sebagai bahasa istana dan kesusastraan. Selain itu Akbar memodifikassi tiga bahasa tersebut ditambah dengan bahsa hindu dan menjadi bahasa urdu.
b.      Seni.
Karya seni yang paling menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahsa istana maupun bahasa India. Penyair India yang terkenla adalah Malik Muhammad Jayadi seorang sastrawan sufi yang menhasilkan karya besar yang berjudul Padmavat,  sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebajikan manusia.
c.       Arsiteektur.
Karya seni terbesar yang dapat dinikmati dan dicapai kerajaan Mughal adalah karya arsitektur yang indah dan megagumkan. Pada masa Akbar, dibangun Istana Fatpur di Sikri, vila, dan masjid yang indah. Pada masa Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Tajmahal di Aqra, Masjid Raya Delhi di Istana Indah, Lahore.
4.      Kemunduran dan kehancuran Kerajaan Mughal.
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam.
 Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintahan pusat memang sudah muncul, tetapi dapat diatasi. Pemberontakan itu bermula dari tindakan-tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Sepeninggal Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.[5] Putra Aurangzeb ini kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M).
 Ia menganut aliran Syi’ah. Pada masa pemerintahannya yang berjalan yang berjalan selama lima tahun, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.[6]
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Akan tetapi,
pemerintahannya oleh Zulfiqar Khan, putra Azad Khan, wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M an diganti oleh putranya, Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah apat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.
Farukh Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid, tapi tewas di tangan para pendukungnya sendiri (1719 M). Sebagai gantinya diangkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun, ia dan pendukungnya terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan Safawi di Persia. Keinginan Nadir Syah untuk menundukkan kerajaan Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan ini banyak sekali memberikan bantual kepada pemberontak Afghan di daerah Persia. Oleh karena itu, ada tahun 1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia, ia menyerang kerajaan Mughal. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia bersedia member hadiah yang sangat banyak keada Nadir Syah.
 Kerajaan Mughal baru dapat melakukan restorasi kembali, terutama setelah jabatan wazir dipegang Chin Qilich Khan yang bergelar Nizam Al-Mulk (1722-732 M) karena mendapat dukungan dari Marathas. Akan tetapi, tahun 1732 M, Nizam Al-Mulk meninggalkan Delhi menuju Hiderabat dan menetap di sana.
Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Hiderabat dikuasai Nizam Al-Mulk, Marathas dikuasai Shivaji, Rajput menyelenggarakan pemerintahan sendiri di bawah pimpinan Jai Singh dari Amber, Punjab dikuasai oleh kelompok Sikh.
Adapun sebab-sebab keruntuhan Mughal secara detail, yaitu :
1. Terjadinya stagnasi pembinaan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah pantai tidak dapat dipantau.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik yang mengakibatkan pemborosan dan penggunaan uang Negara.
3. Pendekatan Aurengzeb yang terkesan kasar dalam mendakwahkan agama.
4. Pewaris tahta pada paroh terakhir adalah pribadi-pribadi lemah.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dengan masuknya islam ke Eropa dan India, mulai saat itu islam mengalami perkembangan yang cukup pesat, dan meninggalkan banyak bukti sejarah yang agung, bangsa di Eropa dan India juga banyak berpengaruh terhadap perkembangan islam sehingga mengalami sejumlah akulturasi budaya. Dari sinilah dapat ditarik kesimpulan pelajaran yang sangat penting bagi tumbuh kembang islam dan ajarannya di Eropa dan  India sekitarnya.
B.     Saran
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini, baik dalam penulisan maupun dalam pengambilan sumber materi yang tidak semestinya. Untuk itu pada kesempatan ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya bila dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan dan belum sempurna, dan kami berharap agar pembaca dapat memaklumi isi dari makalah kami dan dapat bermanfaat bagi para pembaca.










DAFTAR PUSTAKA
Badri, badri Yatim.Sejarah Peradaban Islam. 338 hal. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peadaban Islam. 336 hal. Bandung : Pustaka Setia, 2008
Amin, samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. 472 hal. Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2009
Karim, Abdul, M. Sejarah  Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta:Pustaka Book Publisher, 2007










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ngan luppa comment yy

Mengenai Saya

Foto saya
نحن نحكم بالظواهر ويتولّى الله السرائر