Total Tayangan Halaman

Minggu, 04 Desember 2016

Makalah "Kerajaan-Kerajaan Kecil di Timur Baghdad "



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kerajaan-kerajaan Kecil di Timur Baghdad
Dinasti Abbasiyah sebagai tonggak keberhasilah peradaban dan kebudayaan islam telah memegang beberapa budaya dan wilayah yang cukup luas. Dikarenakan banyaknya wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Abbasiyah membuat khalifah tidak bisa diatur sepenuhnya oleh khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi yang bersangkutan. Hal itu mungkin dikarenakan para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya, dan penguasa Dinasti Abbasiyah lebih menitikberatkan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari pada politik dan ekspansi.
            Akibatnya dari kebijakan yang lebih menitikberatkan peradaban dan kebudayaan islam dari pada politik dan ekspansi, beberapaba provinsi  di pinggiran tertentu mulai lepas dari genggaman penguasaan Dinasti Abbasiyah. Dan memerdekakan diri dari Dinasti Abbasiyah.
Adapun dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari penguasaan Dinasti Abbasiyah, diantaranya adalah sebagai berikut:
Adapun dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari penguasaan dinasti abbasiyah, diantaranya adalah sebagai berikut: 

1.      DINASTI TAHIRIYAH
a.      Latar Belakang Berdirinya Dinasti Tahiriyah
            Dinasti Tahiriyah didirikan oleh Tahir bin Husein pada tahun 205 H di Khurasan dengan ibukota Naisaburi. Tahir yang memiliki julukan “bermata satu” adalah keturunan bangsawan di Merv dan Harrah dan Khuraza’. Sehingga tahir memiliki hubungan baik dan erat dengan keluarga Abbasiyah.
Tahir muncul ketika Dinasti Abbasiyah terjadi perselisihan antara kedua pewaris tahta kekhalifaan setelah khalfah Harun Ar-rasyid meninggal dunia pada tahin 809 M. Kedua pewaris itu adalah Muhammad Al-Amin, anak Harun Ar-rasyid dari istri yang keturunannya arab sebagai pemegang kekuasaan di Bagdad, dan Abdullah Al-Ma’mun, anak Harun Ar-rasyid dari istri yang keturunan persia, sebagai pemegang kekuasaan wilayah sebelah timur Baghdad.
            Dalam perselisihan itu, Tahir sebagai ahli perang yang berjuluk “bemata satu” berada dipihak Ma’mun. Ia diutus oleh al-Ma’mun memimpin pasukan sebanyak 40 ribu personel untuk menghadapi pasukan dari pihak Al-Amin yang dipimpin oleh Ali bin Isa, dengan kekuatan 50 ribu personel tentara. Dalam pertempuran tersebut Tahir behasil memperoleh kemenangan tepatnya di Rey, kota dekat Teheran pada tahun 811.
            Tahir juga mengalahkan pasukan kedua yang dikirim oleh Al-amin yang dipimpin oleh Ar-Rahman Al-Jabar. Dengan dikirimnya pasukan Al-amin yang kedua untuk mengambil kemenangan, Tahir melihat peluang baik yakni Ia mengarahkan pasukannya ke Baghdad. Dengan bantuan yang dikirim oleh Al-Ma’mun yaitu Harsamah dan Zubair, Tahir dapat menaklukan Baghdad dalam waktu 2 bulan. Dan Al-Amin sendiri terbunuh dalam peperangan yang kedua itu oleh salah satu pasukan Tahir.
            Atas kemenagan dan kemahiran yang diraih Tahir bin Husein Al-mamun memberi gelar kepadanya “dzu yaminain”. Degan kemenangan pula ia mendapatkan peluang besar dalam karier politiknya. Tahir mendapatkan jabataban gubernur dari Al-ma’mun di wilayah timur Baghdad. Jabatan ini dipengangnya selama 2 tahun (205 H-207 H/ 820 M-822 M).

b.      Perkembangan Politik, Peradaban dan Kebudayaan
            Dalam permulaan karier Tahir dalam bidang politik. Ia merasa belum puas dengan kedudukan sebagai gubernur di wilayah Baghdad karena meski tunduk dengan kekuasaan Baghdad. Oleh karena itu Tahir ingin melepaskan diri dengan kekuasaan Baghdad pusat dengan menyusun strategi-strategi. Antara lain tidak menyebut nama khalifah di setiap ada kesempatan, baik formal atau pun non formal, dan tidak menggunakan mata uang yang dicetak, digunakan oleh pemerintah Baghdad pusat.
Sayang ambisi untuk menjadi wilayah otonom dari Dinasti Abbasiah tidak teralisir, karena Tahir terlebih dahulu meninggal dunia sebelum meraih cita-citanya. Sebab wafatnya Tahir karena keracunan. Selama kurang lebih dua tahun menjabat. Pemerintah Abbasiyah memberikan kekuasaan di wilayah timur Baghdad kepada putranya Tahir yang bernama Thalhan bin Tahir.
Thalhan memegang kekuasaan di Khurazan hanya sebentar. Ia meingkatkan hubungan baik dengan pemerintahan pusat Baghdad dalam pemerintahannya. Setelah itu kekuasaan Dinasti Tahiriyah di pegang Abdullah bin Tahir, saudara Thalhan sendiri.
Sebagai penguasa wilayah turun menurun, maka kokohlah Dinasti Tahiriyah. Pada masa Abdullahbin Tahir ini Dinasti Tahiryah mencapai kejayaannya. Ia memiliki pengaruh yang besar dalam pemerintahannya tersebut. Usaha yang dilakukan Abdullah antara lain adalah meningkatkan kerja sama denga pemeritah pusat Baghdad dalam menghadapi pemberontak dan pengacau seperti kaum Khawarij (kaum/ kelompok yang keluar dari golongan/ pengikut Ali bin Abi Thalib), memperbaiki perekonomian, memantapkan keamanan dan meningkatkan perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan akhlaq.
Peranan yang dimainkan oleh Dinasti Tahiriyah selama kekuasaannya ialah mengamankan wilayah timur Bagdad dari pengacau, dan pemberontak kepada Dinasti Abbasiyah, dan menahan serangan-serangan liar dan brutal dari suku-suku kecil dengan melakukan perampokan diwilayah kekuasaannya.

c.       Kemundurran dan Kehancuran
            Kemunduran Dinasti Tahiriyah terjadi ketika dipimpin oleh Muhammad bin Tahir. Pada masa pemerintahannya Khurazan mengalami kemunduran. Meliputi kurangnya hubungan dengan pemerintah pusat, dan ketahanan dalam melindungi wilayahnya. Bersamaan dengan hal itu, muncul Dinasti Saffariyah. Dinasti yang didirikan oleh Ya’kub bin Lais As-Saffar memiliki jiwa kepemimpinan pengelolahan pemerintahan yang baik dan kuat, teratur dan sistematis. Hal itu bisa terbukti ketika Dinasti Tahirriyah runtuh karena adanya pemerintahan Dinasti baru yaitu Saffariyah.
Sekalipun Muhammad bin Tahir ditunjuk kembali oleh khalifah setelah dipecatnya Amr. Namun hal itu tidak bertahan lama setelah itu kekuasaan wilayah daerah timur Baghdad di kembalikan kepada Dinasti Saffariyah.

2.      DINASTI SHAFARIYYAH
a.      Sejarah Berdirinya  Dinasti Shaffariyyah
            Dinasti Saffariyyah didirikan oleh Ya’kub Ibn Al-Laits Al-Saffar pada tahun 867 – 903 M. Dinasti tersebut lebih singkat daripada  Dinasti Thahiriah. Namun ekspansi wilayahnya cukup luas. Ya’kub Ibn Al-Laits berasal dari keluarga pengrajin tembaga dan kuningan dan semenjak kecil  bekerja di usaha milik orang tuanya. Keluarga ini berasal dari Sijistan. Selain ahli dalam bidang pengrajin besi dan kuningan ia juga di kenal mahir merampok dan hasil dari merampok tersebut di berikan kepada fakir miskin.
            Sejarah awal munculnya dinasti ini, ketika terjadi peperangan antara pemerintah Sijistan dengan para pemberontak Thahiriyah di wilayah Sijistan. Ya’kub Ibn Al-Laits Al-Saffar mendapat simpati dari pemerintah Sijistan. Karena dinilai memiliki kesopanan dan keberanian. Oleh karena itu di tunjuklah ia menjadi panglima perang untuk memerangi pemberontak terhadap Daulah Abbasiyyah bagian timur khususnya Sijistan. Ketika Ya’kub menjadi panglima perang, ia berhasil mengalahkan para pemberontak. kemudian ia bersama prajuritnya bergerak untuk menguasai wilayah yang lain dengan tanpa menghiraukan perintah dari Baghdad setelah ia menjabat menjadi amir di Khurasan. Selanjutnya ia menguasai kota Harat dan Busang. Akhirnya ia juga menjadi pemimpin di daerah itu.
            Ya’kub juga menaklukan sisa-sisa kekuasaan yang pernah di kuasai oleh Thahiriyah yang masih setia pada Khurasan. Namun ekspansi yang mereka lakukan tidak memiliki izin kepada pemerintahan pusat di Baghdad. Sehingga pemerintah Baghdad memperingatkannya namun mereka tidak memedulikan peringatan tersebut. Ia malah menentang dan meneruskan ke Persia, Irak, Ahwaz. Dari faktor inilah bahwa wilayah Dinasti Saffariah luas.
Kerasnya sikap Ya’kub dan para penentangnya terhadap perintah khalifah. Prajurit dan bala tentara yang cukup luas. Kekuasaan yg baru di jajah oleh Ya’kub membuat khalifah Abbas di Baghdad melemah. Dengan adanya kelemahan ini sebagian kekuasaan milik Abbas diserahkan kepada Ya’kub. Adapun kekuasaannya yang di berikan adalah Khurasan, Tibrasan, Jurjan, dan Ar-Ra.
Setelah masa kepemimpinan Ya’kub selama 11 tahun, setelah itu pada tahun 878 M ia meninggal, kemudian di teruskan oleh saudara, Amr Ibn Al-Laits As-assaffar. Sikap Amr tidak keras seperti saudaranya Ya’kub. Sebelum Ya’kub mengangkat Amr, Amr sendiri telah memberikan surat kepada pemerintahan Baghdad. Yang isi dari surat itu untuk mengikuti semua perintah yang di berikan pemerintah Baghdad kepada daerahnya. dengan demikian Amr mendapat dukungan dari Bagdhad.
Perluasan wilayah pada masa pemerintahan Amr tidak hanya sampai Iran saja sudah sampai  Afghanistan timur bahkan perbatasan India. Atas keberhasilan yang di capainya, Amr mendapatkan penghargaan dari pemerintah Irak yakni wilayah Khurasan dan Ray. Meskipun telah mendapatkan wilayah tambahan. akan tetapi Amr masih ingin ekspansi wilayah lagi. Akan tetapi di perjalanan pasukan Amr di diserang, dan Amr sendiri menjadi tawanan oleh musuh yaitu Ismail Bin Ahmad beserta kelompoknya.
Sepeninggalan Amr Ibn Al-laits, kekuasaannya di gantikan oleh cucunya yakni Thahir Ibn Muhammad bin Amr. Ia memegang pemerintahan di bantu oleh saudara kakeknya.
Semenjak di gantikan oleh cucunya ini banyak terjadi kemunduran terlebih pada lagi masalah dari dalam yakni menuntut untuk mengambil kembali kekuasaan Amr karena menurut mereka  yang menjadi penguasa yang sebenarnya adalah Ali ibn Al-Laits. Sesuai dengan amanat dari penguasa terdahulu yakni Ya’kub. Akhirnya Thahir bin Muhammad beserta saudara, Al-Muaddal ditahan dan di usir ke Baghdad akibat serangan Dinasti Samaniyah  pada tahun 298 H./911 M.
Hal tersebut juga menjadi penyebab terjadi ketidak stabilan di pemerintah pusat. Hal ini dimanfaatkan oleh Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali untuk dapat menjadi pemimpin dari Dinasti Saffariyah. Ia berkuasa selama 40 tahun lamanya, Ahmad juga mampu memperluas kekuasaan Dinasti Saffariyah ke Bust dan Rukhaj, dan ia juga mengembalikan fungsi Sistan seperti sediakala, yakni menjadi salah satu basis kekuatan politik di belahan timur dalam dunia Islam. Setelah 40 tahun masa kekuasaanya, Ahmad dibunuh oleh salah seorang budaknya, tepatnya pada bulan Rabiul awal 352 H. secara tidak langsung kekuasaan sebagai pemimpin dinasti pun kosong sampai kepemimpinan tersebut di isi oleh putra Ahmad, Khalaf namanya. Ia menjadi pemimpin sejak tahun 352 H., tepat sesaat setelah ayahnya meninggal dunia.
Khalaf merupakan pemimpin terakhir Dinasti Saffariyah sebelum dinasti ini berkhir di tahun 393 H./1003 M.
Sebelum dinasti ini berakhir, dimasa kepemimpinan dari Khalaf, dalam menjalankan pemerintahan, ia bekerja sama degan seorang panglima Sistan yang bernama Abu Al-Husain Tahir bin Muhammad.
Awal dari kehancuran Dinasti Saffariyah dimulai sejak Khalaf yang menunaikan ibadah haji ke Tanah suci, menunjuk Abu Al-Husain Tahir sebagai wakilnya dalam mengatur pemerintahan Dinasti Saffariyah kala itu. Namun hal ini justru dimanfaatkan oleh Abu untuk mengambil alih kekuasaan. Dikarenakan Abu tidak mau mengembalikan kekuasaan ketangan Khalaf, maka Khalaf meminta bantuan militer kepada Dinasti Samaniyah untuk membantunya merebut kembali kekuasannya sebagai pemimpin Dinasti Saffariyah.

b.      Kemajuan yang Dicapai
Setelah Ya’qub memproklamirkan dirinya menjadi penguasa baru dan dilanjutkan dengan ekspansi ke wilayah-wilayah di sekitarnya, kemudian pada dua tahun berikutnya, ia mempersiapkan kekuatan baru, sambil menunggu bagaimana reaksi pihak khilafah Abbasiyah. Ia menyaksikan kerusuhan di sana sini sebagai reaksi atas pemerintahan al-Mu’tazz, dan pada tahun 255 H terjadilah puncak kemelut di ibukota Samarra. Demikian pula khalifah penggantinya pun, khalifah al-Muhtadi, dianggap sebagai khalifah yang lemah. Sehingga wibawa pemerintah tampak berkurang.
Menyusul kesuksesan sebelumnya, maka pada tahun berikutnya ia melanjutkan penguasaan atas kota Kabul dan kota bentang Balkh. Ia juga merebut Khurasan pada tahun 260H/873 M. Meskipun kesuksesan banyak dicapai oleh Ya’qub tetapi hubungan dengan pemerintahan Abbasiyah masih baik. Hubungan baik dengan Abbasiyah itu semakin mengukuhkan pemberian khalifah atas beberapa kota penting antara lain Balkh, Thurkhanistan, Kirman, Sijistan, dan daerah lainnya.
Dalam perjalanan sejarah berikutnya tampaknya Ya’qub memang berpotensi menjadi pemimpin besar. Ia terus melebarkan kekuasaannya sampai di wilayah Khurasan. Hal ini menyebabkan, khalifah merasa terancam kedudukannya di Baghdad, sehingga khalifah memberi peringatan, akan tetapi Ya’qub tidak mengindahkan peringatan tersebut, bahkan menentangnya dengan mengandalkan kekuatan pasukannya. Melihat besarnya kekuatan pasukan Ya’qub, khalifah pun membiarkannya dan mengutus karir untuk menyerahkan wilayah Khurasan, Thibristan, Jurjan, al-Ra dan Persia, sekaligus mengangkatnya sebagai amir.
Kegemilangan Ya’qub dalam perluasan wilayah ini menjadikannya berkeinginan untuk menguasai Baghdad. Tetapi upayanya ini tidak berhasil karena sekitar dua puluh kilometer dari ibukota, ia mengalami kekalahan pahit di tangan al-Muwaffaq, wali khalifah dan meninggal pada tahun 265H/879 M[30], sebelum perundingan dengan al-Muwaffaq selesai. Segera saja wali mengakui saudaranya Amr ibnu al-Lais sebagai penggantinya, sebagai gubernur semua wilayah yang telah ditaklukkan.

c.       Kemunduran dan Kehancuran
Dengan meninggalnya Ya’qub, Amr ibnu Lais diakui sebagai gubernur. Di tangan Amr, ia menerima kekuasaan atas penetapan khalifah al-Mu’tamid, karena sebelumnya ia mengirim surat kepada khalifah sebagai pernyataan ketaatannya. Ia pun akhirnya diakui khalifah sebagai gubernur Sijistan. Di tangan Amr, ia pun tetap berusaha memperluas kekuasannya, ia menginginkan wilayah Transoxania, yang saat itu secara formal berada di bawah penguasaan Dinasti Thahiriyah, tetapi sesungguhnya yang berkuasa di sini adalah Bani Samaniyyah, dan ini lebih kuat dari pada Shaffariyah. Pasukan Amr dapat dikalahkan oleh pasukan Ismail ibnu Ahmad dari Bani Samaniyyah, dan kemudian Amr sendiri ditangkap. Akhirnya semua hasil penaklukan terlepas kembali, dan hanya Sijistan yang masih berada dalam kekuasaannya.
Sebenarnya ada tiga orang pengganti Amr ini, tetapi ketiga-tiganya kurang mendapatkan perhatian oleh para sejarawan. Ketiga penerus itu adalah Thahir ibnu Muhammad (900-909 M), al-His ibnu Ali (909-910 M), dan al-Mua’addil ibnu Ali (910-911 M). Dinasti ini semakin melemah karena pemberontakan dan kekacauan dalam pemerintahan. Akhirnya Dinasti Ghaznawi mengambil alih kekuasaan Dinasti Shaffariyah. Setelah penguasa terakhir Dinasti Shaffariyah, Khalaf meninggal dunia, berakhir pula kekuasaan Dinasti Shaffariyah di Sijistan.

3.      DINASTI SAMANIYYAH
a.      Sejarah Berdirinya Dinasti Samaniyah
            Berdirinya dinasti ini bermula dari pengangkatan empat cucu Saman oleh Khalifah Al-Ma’mun menjadi gubernur di daerah Samarkand, Pirghana, Shas, dan Harat yang ada di bawah pemerintahan Thahiriyah pada waktu itu. Akan tetapi, ternyata, selain mempunyai hasrat untuk menguasai wilayah yang diberikan khalifah kepada mereka, keempat cucu tersebut simpati dengan Persia, Iran, termasuk Sijistan, Karma, Jurjai, Ar-ray, dan Tubanistan, ditambah lagi daerah Thansosiana di Khurasan.
            Berdirinya Dinasti Samaniyah didorong pula oleh kecenderungan masyarakat Iran pada waktu itu yang ingin memerdekakan diri terlepas dari Baghdad. Oleh karena itu tegaknya Dinasti Samaniyah ini bisa jadi merupakan manivestasi dari hasrat masyarakat Iran pada waktu itu. Adapun pelopor yang pertama kali memproklamasikan Dinasti Samaniyah ini adalah Nasr Ibnu Ahmad (874 M), cucu tertua dari keturunan Samaniyah, bangsawan Balk Zoroesterian, dan dicetuskan di Transoxiana.
            Dinasti Samaniyah ini berhasil menjalin hubungan yang baik, sehingga berbagai kemajuan pada dinasti ini cukup membanggakan, baik dibidang ilmu pengetahuan, filsafat, dan juga politik. Pelopor yang sangat berpengaruh dalam filsafat dan ilmu pengetahuan pada saat ini, yaitu Ibnu Sina, yang pada waktu itu pernah menjadi mentri. Dinasti ini juga mampu meningkatkan taraf hidup dan perekomonian masyarakat. Hal ini diakibatkan adanya hubungan yang baik antara kepala-kepala daerah dan pemerintah pusat yaitu Dinasti Bani Abbas.

b.      Kemajuan-Kemajuan yang di Capai
Dinasti Samaniyah telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kemajuan Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, filasafat, budaya, politik, dan lain-lain. Tokoh atau pelopor yang sangat berpengaruh dibidang filsafat dan ilmu pengetahuan pada dinasti ini adalah Ibn Sina, selain Ibn Sina juga muncul para pujangga dan ilmuwan dibidang kedokteran, astronomi dan filsafat yang sangat terkenal, seperti Al-Firdausi, Ummar Kayam, Al-Bairuni dan Zakariya Al- Razi.
Dinasti ini telah berhasil menciptakan kota Bukhara dan Samarkan sebagai kota budaya dan kota ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di seluruh dunia, sehingga kota ini dapat menyaingi kota-kota lain, seperti Baghdad dan Cordova. Dinasti ini juga telah berhasil mengembangkan perekonomian dengan baik, sehingga kehidupan masyarakatnya sangat tentram, hal ini terjadi karena dinasti ini tidak pernah lepas hubungan dengan pemerintah pusat di Baghdad.
Berakhirnya Dinasti Samaniyah di Transoxiana dan kota Bukhara serta Samarkand sebagai kota utama sangat berpengaruh pada penerapan ajaran-ajaran Islam. Kedua kota ini sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan, hampir-hampir menyamai kebesaran kota Baghdad. Tidak hanya para ilmuwan Arab, ilmuwan Persia pun mendapat perlindunagn dan dukungan dari pemerintah untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, ilmu kedokteran, ilmu falak serta filsafat juga mengalami kemajuan dengan disusun dan direkonstruksi serta diterjemahkan bahasa Persia ke bahasa Arab. Diantara beberapa literatur di bidang kedokteran yang terkenal masa itu adalah buku al-Manshury yang dikarang oleh Abu Bakr al-Razzi. Pada masa ini muncul pula filosof muda belia yakni Ibnu Shina yang berhasil mengobati Amir Nuh bin Mansur pada saat Ibnu Sina berusia delapan belas tahun. Di bidang kesusastraan muncul al-Firdausi (934-1020) yang menulis sajak-sajaknya. Tercatat juga dalam sejarah seorang wazir pada pemerintahan al-Manshur I bin Nuh (961-976) yang bernama Bal’ami. Ia menerjemahkan Mukhtasar al-Thabari. Bahkan perpustakaan milik Dinasti Samaniyah yang berada di Bukhara memiliki berbagai koleksi buku yang tidak dijumpai di tempat lain. Begitu tingginya peradaban umat manusia di masa Dinasti Samaniyah ini, terlebih lagi bila dibandingkan dengan keadaan peradaban yang terjadi pada kedua dinasti sebelumnya. Tidak hanya dalam bidang sains dan filsafat yang berkembang dimasa ini tetapi juga dalam bidang ilmu-ilmu keislaman.

c.       Masa-Masa Kemunduran
Pada saat dinasti mencapai kejayaannya, banyak imigran Turki yang menduduki posisi penting dalam pemerintahan, namun bersebab dari tingginya fanatik kesukuan pada dinasti ini, akhirnya mereka para imigran Turki yang menduduki jabatan penting dalam pemerintahan tersebut banyak yang dicopot, langkah-langkah inilah yang menyebabkan kehancuran dinasti ini, karena mereka tidak terima dengan perlakuan tersebut, sehingga mereka mengadakan penyerangan sampai mereka berhasil melumpuhkan dinasti ini. Sebagai bahan perbandingan penulis menambahkan, jika pada masa Dinasti Umayyah, wilayah kekuasaannya masih merupakan kesatuan yang utuh, yaitu suatu wilayah yang luas membentang dari Spanyol di Eropa, Afrika Utara, hingga ke Timur India, pada masa Dinasti Abbasiyah mulai tumbuh dinasti saingan yang melepaskan diri dari kekuasaan Khalifah di Baghdad, yang di mulai dengan terbentuknya Dinasti Umayyah II di Spanyol, sehinnga kekuasaan kekhalifahan terpecah menjadi dua bagian, yaitu Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad dan Dinasti Umayyah II yang berpusat di Andalusia, Spanyol.

4.      DINASTI GHAZNAWIYAH
a.      Sejarah Berdirinya Dinasti Ghaznawiyah
Terbentuknya Dinasti Ghaznawiyah berawal dari pemimpin Dinasti Samaniyah yang bernama  Abd Malik ibn Nuh yang membeli seorang budak bernama Alptagin. Karena  potensi yang dimilikinya dan kesetiaannya, Abd Malik ibn Nuh mengangkat dia menjadi pegawal istana, dan karirnyapun terus meningkat sampai ia diangkat menjadi gubernur di wilayah Khurasan. Namun jabatan itu tidak bertahan lama, karena dipecat oleh pemimpin baru yaitu Manshur ibn Nuh yang menggantikan Abd Malik ibn Nuh setelah beliau wafat. Kemudian dia pergi ke Afghanistan beserta tentaranya dan menetap di kota Ghazna serta membentuk pemerintahan di Gazna pada tahun 350 H/961 M.
Pada tahun 963 M Alpatigin meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya yang bernama Ishaq. Ishaq yang kurang cakap dalam memerintah akhirnya  kepemimpinan diteruskan oleh Sabaktagin yaitu seorang budak Turki yang pernah bekerja bersama Alptagin. Dan Sabaktigin inilah yang membentuk Dinasti Ghaznawiyah serta pendiri dari Dinasti Ghaznawiyah.  

b.      Masa Kejayaan  dan Hasil Peradaban
Dinasti Ghaznawiyah mencapai masa kejayaan pada pemerintahan Mahmud Ghaznawi ibn Sabakti  gin yaitu cucu dari Sabaktigin. Mahmud Ghaznawi adalah seorang pemimpin yang terkenal dan sukses pada Dinasti Ghaznawiyah. Pada masa pemerintahannya, dinasti ini menjadi sebuah kerajaan paling maju dan makmur di Asia Tengah. Mahmud Ghaznawi dikenal sebagai seorang yang shaleh dan mempunyai komitmen yang sangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan peradaban
            Dibawah pimpinannya beliau melakukan perluasan wilayah islam sampai ke India. Dengan mengalahkan raja-raja Hindu dan Punjab serta bagian-bagian daerah Sind. Ia juga menyerang Nagarakot dan menaklukan Negeri Dawab. Hingga berhasil memperluas daerahnya sampai ke Bukhara, Transoksania, juga daerah Rayy dan Isfahan. Dalam rangkaian peperangan berikutnya Mahmud Ghaznawi mampu menundukkan raja-raja Punjab dan Kota Al-Maltan. Ia dan pasukannya menghancurkan Candi Somanat. Wilayah yang kuasai Ghaznawi meliputi sebagaian wilayah India, Afghanistan, Pakistan, Iran, dan Irak. 
            Selain perluasan Wilayah, perhatiaannya pada ilmu pengetahuan sangat besar. Beliau menghimpun para sarjana dan pujangga untuk mengembangkan ilmu dan penyelidikan ilmu, diantaranya yaitu Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al-Biruni seorang ahli astronomi dan matematika. Ilmuan yang lain Al-Firdausi yaitu seorang penyair, arsitek dan seni lainnya.
Mahmud Al-Ghaznawi juga melaksanakan kegiatan-kegiatan ilmiah, diantaranya: (1)memprakarsai suatu karya besar dalam penulisan tafsir al-quran berdasarkan metode qiraah dengan penjelasan ilmu nahswu dan sharaf serta sumber dari hadist.menganjurkan kepada ulama dan filusuf islam terhimpun dalam majelis Ma’mun bin Al-Ma’mun agar dapat mengambil manfaat dari ilmu yang mereka miliki.
            Dalam bidang pembangunan, Mahmud menmabngun istana di Afghan, Shal, taman Sad Hasan, istana Fauzi masjid Arus Al Falah, sekolah, dan perpustakaa. Majid Arus Al Falah merupakan masjid yang megah dan indah di Ghazna. Selian itu, ia juga membangun kandang besar berkapasitad 1000 ekor binatang. Mas’ud ibn Mahmud membanun masjid megah yang dirancang sendiri pada tahun 1035-1036 M.

c.       Masa Kehancuran
Kemunduran Dinasti Ghaznawiyah dimulai ketika Mahmud ibn Sabaktigin wafat pada tahun 421H/1030 M. Penerusnya yaitu anaknya yang bernama Muhammad. Ia berusaha mengembalikan kejayaan Dinasti Ghaznawiyah, namun itu tidak berhasil. Penerusnya ini tidak mampu menjaga stabilitas dalam negeri dan serangan dari luar. Hal ini diperparah dengan terjadinya pertikaian antara generasi penerus selanjutnya. Muhammad ibn Mahmud bertikai dengan saudaranya Mas’ud karena perbedaan kepentingan. Dan pertikaian ini dimenangkan oleh Mas’ud dengan dukungan militer dan ia pun berkuasa. Pemerintahan dan politik yang demikian ini kemudian dimanfaatkan oleh Bani Saljuk untuk menguasi Khurasan dan Khawarizm.
Selain itu, faktor lain yang menyebabkan kemunduran adalah terjadinya perebutan kekayaan antara anggota kerajaan. Hal ini terjadi setelah Mudud ibn Mas’ud menjabat kepentingan Dinasti. Stabilitas negara menjadi lemah dan buruk. Hal ini menjadikan seringnya terjadi pergantian penguasa. Selain itu, mereka disibukkan peperangan melawan Bani Saljuk di di Sijistan dan Afghanistan Barat. Sedangkan di bagian lain juga direbut oleh Dinasti Guriyah. Akhirnya penguasa hanya memerintah di Punjab yang lama kelamaan juga menyerahkan kekuasaan kepada Dinasti Guriyah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ngan luppa comment yy

Mengenai Saya

Foto saya
نحن نحكم بالظواهر ويتولّى الله السرائر